18 || Obrolan Mendalam

83 9 0
                                        

Hujan di luar jendela dipandangi oleh Nana dalam diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan di luar jendela dipandangi oleh Nana dalam diam. Mungkin, yang dikatakan orang-orang tentang hujan yang memengaruhi suasana hati jadi sendu itu benar. Meski jam masih menunjukkan pukul 07.00, perempuan dengan baju tidur garis-garis ini sudah terjaga sejak subuh, sejak mendung hingga hujan deras turun.

Satu setengah bulan berlalu dengan sangat cepat. Kesibukan Nana mempersiapkan pernikahan sempat membuatnya terlupa untuk menyadari perasaannya. Terlebih lagi, saat pertemuan keluarga yang kedua untuk membahas konsep acara.

Saat pertemuan kedua, sekitar sebulan yang lalu, Ghazi memberitahukan tentang persyaratan dari kepala stasiun agar mereka bisa mendapatkan tempat acara yang sesuai harapan dengan harga miring. Ia sudah menjelaskan bahwa beberapa tempat yang sudah disurvei masih belum memenuhi kriteria harapan, baik dari segi tempat maupun biaya. Ghazi juga menjelaskan bahwa meski ia sudah mencoba istikharah untuk memilih tempat, tetap saja tempat yang ditawarkan oleh kepala stasiun menjadi tempat yang ia yakini tepat. Hanya saja, jika mengambil tawaran itu, Ghazi perlu menjadi masinis kereta jarak jauh.

Sesaat setelah lelaki itu bicara, seisi ruangan hening sejenak dan menatap ke arah Nana. Nana sendiri merasakan tekanan yang luar biasa saat seluruh tatapan tertuju padanya. Belum lagi sang ibu melotot dan auranya semakin membuat Nana ingin menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap pilihan yang dipilih Ghazi.

Hanya saja, Nana bisa memahami bahwa menjadi masinis kereta jarak jauh bisa membuka peluang yang lebih baik untuk Ghazi. Melarangnya mengambil kesempatan baik itu rasanya terlalu egois.

"Dari Bunda sendiri gimana tanggapannya soal ini?" Nana ingin mengonfirmasi dulu dari sisi ibu Ghazi.

Nuri, yang keadaannya mulai membaik setelah pengobatan rawat jalan beberapa hari ini, tersenyum. "Sejujurnya, saya hanya khawatir Ghazi meninggalkan saya selamanya seperti suami saya saat menggunakan kereta jarak jauh. Tapi, setelah memikirkan dengan lebih jernih, jika saya melarang justru akan menghambat perkembangan karier Ghazi. Maka dari itu, saya minta Ghazi langsung menanyakan pada Nana dan keluarga karena nantinya Nana yang perlu mempersiapkan diri sebagai istri Ghazi."

"Saya juga memikirkan hal yang sama dengan Bunda," ujar Nana lembut.

"Nggak, Na!" Laila menyela dengan suara keras. "Ghazi jadi masinis KRL aja banyak ninggalin kamu dan bikin kamu ngurus pernikahan sendiri. Apalagi kalo jadi masinis kereta jarak jauh? Kamu mau ditinggal-tinggal gitu aja? Peluang selingkuh gede, Na. Kamu mau diselingkuhin lagi?"

"Bu." Nana menegaskan suaranya. "Ibu terlalu jauh mikirnya. Mas Ghazi tau agama. Jangan disamain sama yang sebelumnya. Tolong, Bu. Kita ini udah mepet acaranya. Aku nggak masalah dengan pekerjaan Mas Ghazi. Mas Ghazi juga bisa lebih berkembang dengan kesempatan itu."

"Salah siapa minta nikah cepet-cepet!" sindir Laila.

Nana mendengkus dan berpaling ke Nuri. "Bunda, Nana pribadi nggak masalah dengan pilihan itu. Insyaallah, Nana bisa menerima kondisi Mas Ghazi dan nggak mau jadi penghambat kariernya. Jadi, kalau Mas Ghazi sudah yakin dengan pilihan itu, Nana dukung."

CommuterLove ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang