Ran berjalan menuju kamar apartemen nya dengan lemas karena lelah belajar di kampus. Hari ini dirinya full mengikuti mata kuliah karena paksaan dari Bara yang mengatakan ia akan melaporkan nya pada Zero.
Membuka pin apartemen dan masuk lalu menutupnya kembali. Kepalanya ia sandarkan pada pintu hitam pekat sembari memejamkan matanya sejenak lalu menegakkan kembali tubuhnya berjalan menuju kamar kemudian berbaring di atas kasur yang luas.
"Udah balik lo?" Mata Ran membulat sempurna kala mendengar suara yang ia kenal. Ran tidak langsung berdiri karena mungkin hanya halusinasinya saat kangen seseorang.
"Gua bukan halusinasi lo." Tau apa yang di pikiran Ran saat diam saja tidak bereaksi tidak seperti biasanya.
Memposisikan dirinya duduk dan langsung berlari ketika sosok kakaknya berada di depan pintu kamarnya dengan rambut basah.
"Bang Zero!" Ran memeluk tubuh kakaknya dengan erat. Begitu rindu dirinya pada sang kakak. Zero pun membalas pelukan adiknya.
"Sorry ya ga ngabarin, mau ngasih kejutan tadinya. Gua tinggal mandi eh lo udah balik." Ran tidak menggubris perkataan Zero. Dirinya fokus mempererat pelukannya pada Zero.
Ran benar-benar dibuat kaget dengan kehadiran Zero, pasalnya saat Zero mengabari akan pulang ternyata di undur karena kendala paspor.
"Mandi gih, gua mau ajak lo jalan-jalan." Tanpa menjawab Ran mengangguk dan pergi ke kamar mandi tidak lupa membawa baju ganti di lemarinya.
Kini Zero yang membaringkan tubuhnya ke atas kasur Ran. Ia begitu rindu pada adiknya.
Sekarang rencana Zero ialah mengurus Ran. Ia sudah tamat kuliah serta memiliki bisnis yang kini telah membuka cabang di beberapa daerah Indonesia. Zero perlahan menjadi pengusaha muda yang sukses. Ia lakukan demi sang adik.
Ponselnya pun berdering.
"Zer, cepet ke rumah sakit Lavender! Arga masuk rumah sakit."
Menutup sambungan telepon mengambil kunci di atas meja dan menggunakan jaketnya secara terburu-buru. Melihat itu, Ran hanya terdiam setelah keluar dari kamar mandi.
"Lo mau kemana?" Zero melihat ke arah Ran.
"Gua mau ke rumah sakit, temen gua masuk rumah sakit." Pintu apartemen pun tertutup Rapat.
***
Jalan dengan terburu-buru menanyakan ruangan mawar 145 kepada staf rumah sakit memahami instruksi dimana letak ruangan Arga, Zero kembali berjalan untuk mencari ruangan yang ia tuju.
Melihat angka yang terpasang di sisi pintu, Zero segera masuk. Benar saja, ada Luza serta satu orang dengan jaket yang berbeda dari dirinya dengan Luza. Menatap sendu ke arah bangkar yang terdapat tubuh temannya penuh luka.
"Kenapa?" Tanyanya pada Luza.
"Ribut." Jawabnya.
"Sama Ketua Street Boy." Jawab seseorang yang Zero tidak kenal.
"Arga belum sadar juga, ada luka robek di tangannya." Zero mengepalkan tangan nya.
"Ayo ke markas mereka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REYGARAN - END
General Fiction⚠ DILARANG BACA UNTUK KAMU YANG TIDAK SUKA KEKERASAN ⚠ Mari menghargai penulis dengan memencet logo bintang kalau kamu suka dengan ceritanya. Niatnya cuma mau taruhan buat benerin motor, malah taruhan dengan fisik dan batin.