jangan tutup matamu lagi

19 3 1
                                    

Perlahan tapi pasti mata cantik itu mulai berbuka, steva mengedipkan matanya tapi hanya kegelapan yang Steva lihat, bukannya steva sedang membuka mata tapi kenapa steva tidak melihat sesuatu pun? Steva dimana? Ah Steva juga tidak tau dunia benar-benar gelap untuknya.

"Daddy?" Panggilannya

"Daddy dimana?" Panggilan steva lagi ketika tak ada jawaban untuknya.

Bara yang baru saja tiba melihat stava yang sudah sadar menghampiri Steva,  senyuman di bibir bara kini berbentuk sejak beberapa hari ini, bara benar-benar bahagia akhirnya gadis itu sadar, dirinya kini bisa bernafas legah.

"Siapa disana?" Panggilan steva ketika baru saja mendengar suara pintu terbuka.

"Heii aku bara"

"Aku tidak bisa melihatmu, di mana daddyku?" Ucap Steva.

"Om bobi baru saja keluar, sebentar lagi om Bobi akan kembali" balas bara

"Tidak!! Aku mau Daddyku sekarang, aku mau bertemu daddyku, aku tidak bisa melihat apapun, aku takut" ucap Steva.  kini air matanya sudah jatuh membasahi pipinya.

"Apa kamu tidak bisa melihatku? Bagaimana mungkin aku sedang berada di depanmu" balas bara.

"Apa kamu tuli? Aku bilang aku tidak bisa melihatmu, di mana daddyku?" Steva kini kembali berteriak, Steva hanya bisa meraba apa ada sesuatu didepannya atau tidak.

"Tidak! Tidak mungkin" baru tadi bara bisa merasakan kembali bernafas legah ketika gadis didepannya sudah sadar, tapi apa gadis ini buta? Ah apa yang harus bara lakukan rasanya bara ingin pura-pura buta juga.

"Tunggu saya panggil dokter dulu"

"Daddy. Daddy di mana? Steva takut gelap dad"

Bara keluar menuju ruang dokter tapi telinganya masih bisa mendengar suara Steva yang terus memanggil Daddynya

"Dok-"

"Ada apa?" Tanya Bobi ketika bara dengan tergesa-gesa masuk kedalam ruangan dokter.

beberapa detik bara memandangi bobi yang sedang menatapnya, "ternyata om Bobi disini" batin bara.

"Dia sadar om" ucap bara

"Dia siapa?" Tanya Bobi

"Anak Om" balas bara.

"Dokter steva sadar" ucap Bobi sembari berlari keruangan Steva.

Bara hanya bisa memandangi bobi dan dokter berlari keruang Steva, bara menjatuhkan tubuhnya kelantai, bagaimana jika gadis itu benar-benar buta? Apa yang harus bara lakukan, ini bagaikan mimpi buruk, apa selama ini aku mimpi buruk? Ah tidak ini benar-benar nyata. "Tuhan bantu aku, semoga dugaanku salah"

Dengan langkah pasti bara menyusul bobi dan dokter keruang Steva, apapun yang terjadi bara harus tanggung jawab ini semua salah bara

"Daddy. Steva nggk bisa melihat apapun Daddy, steva takut" ucap Steva.

Bobi kembali memeluk Putri kesayangannya itu, hancur hati Bobi melihat Steva menderita "tenang dulu, dokter akan memeriksa steva, semuanya akan baik-baik saja" ucap Bobi menyenangkan Steva.

"Menurut pemeriksaan, karena benturan yang cukup keras di bagian mata membuat steva kehilangan penglihatannya secara permanen" ucap dokter panjang lebar.

"Nggk. Steva nggk mau buta dad Steva nggak mau" Steva terus saja menangis, impiannya yang selama ini Steva impikan tidak akan pernah jadi kenyataan, steva meronta-ronta tidak menerima kenyataan ini.

"Tenangkan dirimu sayang, ini tidak akan berlangsung lama, Daddy akan segara mencarikanmu donor mata, daddy janji" Bobi memeluk Steva, yang kini sudah tak berdaya dalam dekapannya, air mata Bobi kini keluar sedari tadi, apa dia akan sanggup melihat anaknya terus berada di dalam kegelapan? Ah tidak lebih baik dirinya saja yang mengalami jangan putrinya.

Tak lama Tampak perawat yang masuk untuk menyuntik obat bius kedalam tubuh Steva, ini lebih baik dari pada melihat Steva yang terus meronta, apa lagi steva baru pulih.

Dari luar ruang bara menyaksikan semuanya, keringat dingin sudah memenuhi tubuhnya, semua ini gara-gara dirinya, dia telah membuat seorang gadis kehilangan penglihatannya, tidak! Ini tidak boleh terjadi. Bara siap mendapatkan pukulan ataupun cacian dari om Bobi karena memang ini salahnya, yang bara pikirkan adalah gadis itu, semua karenanya.

"Maaf ini semua salahku" guman bara

Bara melangkah masuk dan melihat Bobi yang sedang menangis duduk di atas sofa, bara yang melihatpun tak Sampai hati.

"Om?" Ucap bara duduk menyamai Bobi.

Brukk....

Pukulan demi pukulan kini yang bara rasakan, Bobi menumpahkan semuanya kesedihannya kepada bara, Bobi terus saja memukul bara hingga bara hampir kehilangan nyawanya, bara hanya diam pasrah sakit di seluruh tubuhnya tak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit yang bobi rasakan.

"Om bara minta maaf, bara akan bertanggung jawab, ini semua salah bara, bara tau kata maaf nggk akan menyembuhkan mata anak om, tapi bara akan melakukan apapun untuk anak om"
Mendengar ucapan bara, Bobi menarik kra baju bara "maafmu tidak akan bisa mengembalikan penglihatan Steva" ucap Bobi

"Bara akan mencari donor mata untuk Steva, bara akan cari Sampai keujung dunia sekalipun, bara janji" balas bara meyakinkan Bobi.

"Apa kamu benar-benar ingin membantu om mencarikan donor mata buat Steva?" Tanya Bobi

"Bara akan berusaha mencari donor mata untuk Steva" balas bara.

Bobi menatap bara yang bikin berada dibawah lantai menatapnya, bara sedikit bingung dengan tatapan bobi padanya, kenapa? Ada apa? Itu yang ingin bara katakan.

"Donorkan matamu untuk Steva" ucap Bobi singkat.

Bara yang mendengar ucapan Bobi seketika bagai disambar petir, tidak mungkin bara akan memberikan matanya pada gadis itu, lalu bagaimana dengan dirinya?.

"Ba- bara nggak bisa om" balas bara

"Lalu mata siapa yang akan om ambil kalau bukan matamu? Lihat anakku dia menderita karenamu, dia sekarang hidup dalam kegelapan karenamu, selamanya anak om akan terus menangis siang dan malam itu karenamu" ucap bobi membentak bara, sontak bara terkejut mendengar ucapan bobi, kemarahan dan kesediaan menjadi satu, hingga bara yang jadi pelampiasannya.

"Baiklah bara akan mendonor mata bara untuk Steva, ini semua terjadi karena bara, bara harus bertanggung jawab" balas bara kemudian melangkah keluar.

Di toilet bara menatap wajahnya didalam pantulan cermin, apa bara akan sanggup hidup dalam kegelapan? Apa bara bisa melewati hari-hari bara dalam kegelapan? Bara punya banyak impian.

Brukkk......

Bara memukul cermin yang berada di depannya, serpihan kaca kini memenuhi ruangan itu, bara menatap jari-jarinya yang sudah dilumuri darah.

Bara meraih ponselnya dan menghubungi ayahnya

"Halo ayah" ucap bara

"Nak apa kamu baik-baik saja?"

"Tidak yah. Bara tidak baik-baik saja, bara takut yah, gadis itu buta karena ulah bara. Dan om Bobi meminta mata bara sebagai gantinya, bara takut yah. Bara butuh ayah sekarang" ucap bara dalam tangisnya, hanya ayahnya yang bara punya, bukanya bara cowok manja tapi bara butuh ayahnya untuk semua ini.

"Kamu tenangkan dirimu nak, ayah akan sampai disana secepatnya" ucap Hendra. Dan panggilan pun terputus

Istri Sang Penguasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang