Terus terang, baru kali ini aku berbincang cukup panjang dengan sorang gadis. Sebelumnya jangankan berbincang, menyapa pun sudah seperti sebuah hal yang menyulitkan. Namun gadis ini, gadis periang ini bagai petir disiang bolong masuk begitu saja kedalam kehidupanku saat ini. Bukannya tak pernah mencoba, pernah beberapa kali aku mencoba mengajak berbincang seseorang, namun reaksi awal mereka seolah sedikit kaget dan mematung sesaat sebelum akhirnya mengucapkan kalimat basa basi bernada sinis dan bermakna pengusiran. Mungkin di kepala mereka saat itu adalah "Duhh, orang ini kenapa sih, sok kenal sok deket, menjauh sana." Kurang lebih arti tatapan orang yang dipenuhi energi masa bodoh seperti itu yang biasa kudapati, sehingga aku enggan lagi mencobanya. Kami bangkit dari tempat ini dan mulai berjalan menuju gerbang untuk pulang, sedikit canggung berjalan bersama seorang gadis. Beberapa kali ada orang yang menatap dalam pada kami, sebuah rahasia umum jikalau lelaki dan perempuan berjalan bersama ada hubungan spesial diantara mereka, namun mungkin mereka lebih berpikiran kalau sangat disayangkan gadis secantik dan terlihat seperti putri raja ini berjalan dengan pemuda tak jelas sepertiku.
"Yan, bentar.. ada telpon nih dari ayahku..."
"hmm..." aku mengiyakan lagi dan menunggu. Sebuah situasi yang jarang kembali terjadi. Tampak raut wajah Kalista sedikit mengkerut dan terlihat sedih, namun kalimat yang ia ucapkan pada ayahnya terdengar seperti tidak terjadi apa-apa, aktor. Kalista akhirnya menyudahi panggilan dengan ayahnya dan langsung menatapku seolah ada yang mengganjal.
"Yaaannn.."
Matanya berkaca-kaca sambil memanggil namaku, terlihat seperti bocah yang ingin dibelikan mainan.
"Hmm,, kenapa?" tanyaku malas karena merasakan firasat merepotkan yang akan kembali dia lancarkan pada hari mingguku ini.
"Ayahku ada panggilan dadakan dari kantornya, dia buru-buru pergi dan aku harus pulang sendiri." Jelas gadis merepotkan ini.
"Kan... kan.. sudah kuduga, aku tuh suka kesel kalo feeling aku kejadian."
"Emangnya kamu udah tau aku bakal ditinggal?"
"Enggak sih, cuman yang aku tahu kamu bakal merepotkan."
"Kamu mah sok jadi peramal gitu, tadi ngomongin hujan, sekarang ini."
"Hmm.. terus gimana?"
"Anterin pulang.. yah yah pliss.."
"Yaudah iyah ayo.. rumah kamu dimana sih."
"Asyik... kamu emang paling baik deh Yan."
"Udah deh gausah lebay."
"Hihi, baik dan sinis banget sih jadi orang. Yaudah ayo kita naik angkot."
Aku terpaksa menurutinya, karena aku tak mungkin membiarkan seorang gadis sendirian. Dia berjalan dengan riang seolah aku yang antusias mengantarnya pulang meskipun sebenarnya terpaksa. Angkot yang sudah mengantri menunggu penumpang tengah berbaris menunggu giliran jalan, begitu mobil penuh maka akan berjalan dan berganti dengan mobil dibelakangnya. Dari kejauhan sudah terlihat ada angkot yang hampir penuh dengan penumpang, Kalista memandangiku seolah memberikan kode untuk mempercepat langkahku dan reflek aku paham maksudnya dan mempercepat sedikit kecepatan langkahku juga. Kalista yang menyaksikan dari depan mematung sesaat seolah sedikit sebal dengan yang kulakukan tidak sesuai dengan keinginannya. Wajah nya yang tadi riang sedikit memasang wajah judes dengan mengerutkan sedikit dahi nya, seketika aku memikirkan hal lucu dan tertawa kecil. Namun seorang yang kukira kenek angkot meneriaki kami dengan bujukan palsunya dengan kata "Ayo A, Masih Kosong."
Meskipun dia berkata bohong tapi itu ada makna tersendiri, memiliki hal positif dalam arti lain. Meskipun nantinya kami akan duduk berdesakan didalam, namun itu artinya angkot tersebut akan segera bergerak menuju trayeknya. Karena kalau tidak kami akan terpaksa menunggu sampai angkot ini penuh diisi penumpang, begitulah kira-kira skema per angkotan yang sedikit ku ketahui setelah bertahun-tahun menjadi penumpang setia angkot. Begitu tiba didepan angkot benar saja, hanya tersisa satu tempat duduk dan itupun dekat dengan pintunya. Dengan terpaksa kami naik dan aku menyuruh Kalista untuk masuk dan duduk sedangkan aku akan menggantung sementara diambang pintu angkot hingga salah satu penumpang didalam turun ditujuan nya. Dia sedikit keberatan namun aku menyuruhnya memilih antara berdempetan atau menunggu lama lagi diangkot berikutnya hingga penuh. Dengan sedikit merasa bersalah dia mengiyakan dan akhirnya mobil ini melaju perlahan menuju jalan raya. Terpaan angin yang sejuk sesekali menyegarkan tubuhku, sesekali aku melihat ke arah Kalista yang nampak sedikit kegerahan dan tetap memasang wajah khawatir. Sesekali kami beradu pandang dan aku menyiratkan senyum padanya agar tak usah khawatir, karena sebenarnya aku sudah sering mengalami situasi seperti ini.
"Pegel gak Yan.?" tiba-tiba dia bertanya memecah kebisuan antar penumpang yang berada didalam.
"Gak kok."
"Sorry yah."
"Gapapa Kal, kalem aja, udah biasa kok." Jawabku mencoba menenangkannya.
Jalanan sudah memasuki sudut kota dan mulai terlihat bangunan-bangunan tua khas peninggalan masa perjuangan, jalanan yang sangat kukenal. Pohon-pohon tinggi dan randu berjajar di terotoar, memanjakan para pejalan kaki sehingga tidak kepanasan saat berjalan disiang hari dan menjadi penyaring polusi dari kendaraan yang lalu lalang disini. Memiliki kesan yang estetik dan begitu kental dengan kota tentara, dengan beberapa patung pahlawan, alusista perang di zaman dulu, dan juga relief yang menceritakan masa perjuangan kemerdekaan. Tak bosan aku memandangnya selagi aku menggantung di ambang pintu angkot, dan sedikit kasihan pada Kalista karena berdempetan dan kegerahan didalam sedang aku menikmati angin sejuk dan pemandangan ini.
'Kiri..." Tiba-tiba Kalista berteriak pada sopir angkot agar berhenti untuk turun, aku sedikit keheranan, karena setahuku ini masih jauh dari rumahnya. Aku pun turun dan ikut saja dan menunggu Kalista membayar angkot, karena aku sedari awal perjalanan hanya menggantung dan tidak duduk sama sekali, sopir angkot pun tidak menarik ongkos dari ku dan menggratiskan nya. Saat Kalista membayar angkot aku sedikit keheranan dengan tempat ini, tempat yang tidak asing.
"Kal, kok turun disini?" tanyaku heran
"Kita mampir dulu Yan kesini."
"Lah, kok malah..."
"Udah Yan ikut aja, aku yang traktir deh." Dia memaksaku untuk masuk ke sebuah Kafe dan menarik tanganku untuk mengikutinya.
"Tapi ini kan..." dia tak menghiraukan ucapan ku dan terus saja menuju Kafe itu
Tring... Tring... Bunyi sebuah bel yang dipasang di atas pintu untuk menandakan ada pelanggan yang masuk ke Kafe ini. Sehingga memberikan kesan nyaman begitu kita membuka pintunya. Sebuah Kafe sederhana yang memiliki beberapa menu Chocolat yang sangat digemari pelanggan setianya, bertemakan retro dan klasik dengan beberapa ornamen benda antik yang sudah ada sejak dulu di Kafe ini.
"Udah Yan, kamu pesen apa aja yang kamu mau, aku yang bayar, sebagai permintaan maafku karena kamu jadi nya gelantungan gitu kaya koala karena aku maksa kamu nganterin aku."
"Kal, padahal aku mah gapapa, aku sering kali kaya gitu kalo ke sekolah."
"Tapi tetep aja Yan, aku gak enak, yah yah."
'Yaudah aku maafin, meskipun kamu nggak salah kok."
"Huff, makasih yah yan, kamu emang the best hehe. Kita mesen yah, Mas.. mas.. pesen dong." Entah berapa kapasitas energi gadis ini, dari ceria, cemberut, ceria lagi. Sungguh hal yang tidak bisa ku lakukan.
"Yah mba, silahkan ini menu nya." Seorang pria dewasa menghampiri kami dan menawarkan menu Kafe ini.
"Disini yang paling favorit menu apa yah mas.?" Kalista bertanya pada pria itu.
"Hmm, mba tanyain aja ke Aa ini, dia hapal betul semua menu disini dan yang banyak dipesen disini." Ucap pria itu.
"Hah, maksudnya gimana? Yan maksud dia apa?"satu lagi ekspresi yang baru kulihat dari gadis cerewet ini, kini dia sangat keheranan.
"Mas nya kenal sama temen saya ini?" tanyanya lagi
"Ya kenal atuh, dia kan salah satu pegawai disini, ya meskipun part time, tapi para pengunjung suka dengan menu buatan Aa ini, Iyaa kan Aa Iyaan..." goda pria ini yang mana adalah pemilik Kafe ini, dia seperti sengaja menjadi pelayan yang menghampiri kami, padahal ada Desty yang merupakan pelayan asli disini.
"Ah, Kang Fery bisa aja." Jawabku malu-malu dan sedikit jengkel, namun kini wajah Kalista sangatlah lucu karena kebingungannya semakin menjadi saat melihat kami berbincang.
![](https://img.wattpad.com/cover/284009083-288-k891332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
September Rain
Krótkie OpowiadaniaMenjalani hari-hari dengan biasa saja hingga beberapa kejadian yang terjadi di bulan September merubah dunia nya yang selama ini akrab dengan kesendirian, Iyan yang selalu kesepian dengan kondisi paru-paru nya yang spesial di pertemukan dengan seora...