Suasana yang sedikit aneh, di satu sisi aku kasihan namun disisi lain aku juga senang melihat orang yang tengah kebingungan, apakah itu sebuah kejahatan. Aku tak berlama-lama menikmati kesenangan ini dan segera menjelaskannya pada Kalista kalau aku merupakan salah satu pegawai part time disini.
"Kamu inget kan kalo tadi aku bilang sore ada kerja sambilan, disini lah tempat kerja yang aku maksud."
"Ohh..., seperti itu. Kok kamu gak bilang dari tadi sih, aku kan jadi keliatan oon jadinya huh." Dia nampak sedikit jengkel dengan penjelasan ku yang memang telat, namun dengan mimik wajah yang begitu ajaib dan pertama kali kulihat, ternyata ada juga sisi manis dari seorang perempuan saat dia sedang kesal.
"Ya.. lagian kamu main maksa aku masuk aja, aku mau jelasin padahal.'
"Ya... aku ngira nya kamu gak mau. Jadi aku paksa deh."
"Jadi siapa yang salah Kal?"
"Ya kamu lah, gak ada effort buat jelasin langsung ke aku."
"Lah,, Kok jadi aku yang salah sih Kal."
"Iya Yan, kamu yang salah, inget, cewe gak pernah salah Yan."
"Ish... emang nya kamu cewe?"
"Ehh.. Awas yah kalo kamu suatu saat jatuh cinta sama pesona cewe aku."
"Lah.. kok promo sih."
"Ya habisnya kamu.."
"Stop stop stop.. ngapain jadi berantem antar pasangan sih." Kang Fery malah ikut merecoki kami.
"Haah, siapa yang mau pacaran sama cewe bawel ini Kang, bisa-bisa kena gangguan telinga saya."
"Siapa yang bawel hey, gak liat aku itu cewe manis, anggun, dan pendiem begini."
"Kal, kamu bukan pelawak, jokes kamu garing tau."
"Udah-udah, jadinya kalian mau pesen apa?" Kalimat penengah dari Kang Fery seketika menghentikan perdebatan kami yang seperti anak kecil ini.*Brakk...* suara benda terjatuh dari arah dapur yang membuat suasana hening untuk sesaat. Nampak dari kejauhan Desty sedang merapihkan sesuatu yang terjatuh tersebut, kami spontan melirik ke arah Desty namun Desty dengan cepat sudah merapihkan nya.
"Yaudah, aku jadinya pesen Jus Strawberry." Tiba-tiba Kalista membuat pesanan
"Kalau saya Doppio aja Kang.." sambut ku.
"Yan, kita udah panas-panasan tadi, kok kamu malah pesen yang panas." Cewe bawel ini kembali dalam mode kepo nya.
"Kal, bentar lagi kamu juga bakal tau, kalau udara akan semakin dingin, jadi aku mau yang panas." Jawab ku
"Aduh Yaan, tetep aja jadi peramal cuaca, siang bolong gini kok ding..."
*Duuaarr.... Darr...*
Sebuah kilatan cahaya dan tak lama diiringi suara gemuruh yang cukup kencang kembali membuat kami serentak kaget dan saling menatap satu sama lain untuk sesaat. Cewe kepo ini menatap tajam padaku, seolah penasaran dan tidak percaya dengan fenomena alam yang barusan terjadi tepat seperti perkiraan ku. Langit seketika meredup dan membawa angin dingin yang berhembus, udara bertambah dingin tepat seperti yang aku katakan pada Kalista. Suhu ruangan kini semakin turun karena kini pendingin ruangan dan cuaca bekerja sama, membuat setiap hembusan angin yang menerpa kulit memiliki sensasi tertusuk jarum yang sangat kecil. Kang Fery bergegas mencari remot pengatur AC untuk mematikan nya, karena kini semua orang di kafe ini sedikit menggigil, apalagi gadis cerewet yang duduk didepanku ini. Bibir nya akhirnya terdiam dengan sedikit menggigil dan memeluk badannya sendiri, jika orang normal seperti mereka bisa sampai begitu merasakan dingin berarti sinyal bahaya bagiku.
Suara Gemuruh yang saling bersahutan beserta kilatan cahaya masih berlangsung cukup lama, karena AC sudah dimatikan kini suhu ruangan ini sudah tidak begitu dingin. Meskipun tetap saja kala angin berhembus sedikit membuat bulu kuduk merinding ditambah cuaca yang mencekam dengan gulungan awan hitam menghiasi langit, kemudian air hujan pun turun seraya kilatan cahaya yang paling terang serta diikuti bunyi gemuruh yang juga paling kencang. Seolah menjadi genderang pertanda musim penghujan dimulai saat ini dan akan berlangsung beberapa bulan ke depan bagi daerah tropis yang hanya memiliki dua musim ini. Kini aku perhatikan wajah Kalista yang sedikit cemas dan juga kedinginan, dengan pakaian yang ia kenakan memang tak akan bisa menghalau rasa dingin. Dengan sedikit ragu aku membuka jaketku yang sebenarnya sangat tipis karena terbuat dari bahan fleece yang bukan untuk menghalau dingin, tetapi untuk dipakai saat berolahraga agar menjaga suhu badan saat sedang istirahat sehingga suhu tidak terlalu cepat turun setelah digerakkan.
Aku memakai nya bukan karena berniat ingin olahraga, namun karena aku memang selalu mengenakan jaket tipis untuk mengindari kambuhnya penyakit yang ku derita ini, Karena suhu dingin sedikit saja mampu membuat paru-paru ini kewalahan dengan sesaknya. Namun kini ada yang lebih membutuhkannya, yakni si gadis cerewet yang selalu ceria namun kini hanya mematung karena hawa dingin. Kasihan juga melihatnya seperti ini, andai saja dia tidak menghentikan perjalan dan mengajakku ke kafe ini dulu mungkin kini dia sudah berada di rumah dan aman dari rasa dingin ini nyaman dengan selimutnya serta secangkir kopi panas.
"Nih pake Kal.." aku menyodorkan jaket ku padanya.
"Gak ah Yan, makasih, aku gapapa kok hehe." Dia menolak jaketku berkali-kali hingga akhirnya
"Hatciihh..." suara bersin dari mesin berbicara ini terdengar sangat pelan seperti suara hewan yang terjepit.
"Tuh kan, cepet ini pake aja, ntar kamu masuk angin, aku lagi yang repot."
Setelah beberapa memaksa nya akhirnya dia mau memakai jaket ku, dan gerakan-gerakan tangan nya yang memeluk tubuh sendiri kini berhenti. Kemudian tak lama pesanan kopi ku tiba dibawakan oleh Desty, Namun hanya pesananku saja yang dia bawakan, Desty ingin mengkonfirmasi pada Kalista apakah dia akan tetap memesan Jus Strawberry yang mana merupakan minuman dingin, karena kini suasana sudah berubah menjadi dingin juga. Sikap Desty yang ramah membuat Kalista terbengong sesaat Desty berbicara,
"Ehh, iyah ganti aja, jadi Cappuccino aja yah hehe."
"Baik kak, ditunggu yah." Ucap Desty sambil kembali ke tempatnya meracik kopi.
Kalista tetap memandangi Desty yang sedang bekerja, dia seperti terpesona dengan Desty yang ramah. "Imut banget sih..." kalimat yang spontan diucapkan dengan pelan oleh cewe bawel ini, mungkin dia tidak sadar dan terbawa suasana. Bukan hanya Kalista, setahuku memang ada beberapa pelanggan tetap yang sering berkunjung kesini memperlihatkan ekspresi yang sama percis seperti Kalista saat ini.
"Lah, kenapa gak jadi jusnya, katanya abis panas-panasan enak yang dingin." Ketusku
"Iyaa Iyaa deh bawel, kali ini kamu yang bener." Kalista menjawab ketus balik.
"Hmm.. Gak rela banget rasanya kalau dikatain bawel sama kamu."
Beberapa menit kemudia Desty kembali dan sudah membawa pesanan Kalista, Cappuccino yang sudah dihiasi Latte Art berbentuk hati, Desty memang cukup mahir dalam melakukan Latte Art sehingga banyak pelanggan yang memotretnya terlebih dahulu sebelum mereka menikmatinya. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri dari kafe ini, kafe yang bertema serba klasik namun membawa menu yang tetap inovatif dan mengikuti tren masa kini namun mempertahankan nuansa khas kafe ini sejak pertama kali berdiri.
"Wah, keren yah, sayang banget kalo diminum" Kalista membicarakan minumannya namun pandangan malah tak lepas dari Desty yang sedang berjalan kembali ke tempatnya.
"Kal.. kal... kamu liatin dia terus, jangan-jangan kamu.." tanyaku yang mulai ketakutan.
"Kenapa Yan, jangan mikir yang enggak-enggak deh, aku cuman kagum, untuk pertama kali nya aku diperlakuin seramah ini sama pelayan kafe, apalagi pelayannya manis gitu. Haah adem rasanya." cewe bawel ini mendapatkan kembali energinya, berbicara bagai tanpa koma dalam satu tarikan nafas.
"Yaa habisnya sampai gitu banget liatinnya, lagian kamu emangnya gak kenal sama pelayan yang barusan, dia kan adik kelas kita disekolah."
"Haahh, seriusan Yan, kok aku belum pernah lihat."
"Hmm, gimana yah, dia emang gak kaya kamu, yang populer, dia lebih sering nongkrong di perpustakaan sekolah kalo jam istirahat." Jelasku.
"Masa sih, gadis seimut dia gak populer?"
Kalista terlihat kembali dalam mode kebingungannya, seperti tidak puas dengan penjelasan ku yang begitu saja. Karena Desty disekolah dan disini ibarat dua orang yang berbeda, jika disekolah dia sangat pendiam dan pemalu selalu menghindari keramaian, tapi di kafe ini dia menjelma menjadi sosok pelayan yang ramah dan murah senyum dengan suaranya yang lembut mampu menyihir para pelanggan untuk tetap kembali ke kafe ini, namun saat disekolah dia seolah menutup diri dari teman kelasnya. Dan setahuku dia hanya berteman dengan Nadin karena ketertarikan mereka pada buku, meskipun mereka bagai air dan minyak. Desty yang begitu pendiam dan Nadin yang begitu enerjik, namun mereka sangat akrab jika sedang bersama seolah air dan minyak itu bergabung menjadi satu kesatuan.

KAMU SEDANG MEMBACA
September Rain
Short StoryMenjalani hari-hari dengan biasa saja hingga beberapa kejadian yang terjadi di bulan September merubah dunia nya yang selama ini akrab dengan kesendirian, Iyan yang selalu kesepian dengan kondisi paru-paru nya yang spesial di pertemukan dengan seora...