Malam semakin larut dan suara radio semakin jelas terdengar karena tak ada lagi orang yang beraktifitas diluar, seraya memasak mie instan aku mendengarkan penyiar radio dengan seksama. Dengan tema malam minggu yang tengah dia bawakan, sungguh menghibur dan pembawaan nya yang santai namun tak mengurangi antusias ku. Kemudian dia memutarkan lagu-lagu yang di request oleh pendengar. ""Baiklah Teman Satnight.. Untuk mengakhiri acara Satnight Santuy malam ini kita akan putarkan lagu requestan terakhir dari Kang Yan, M2M The Day You Went Away. Terimakasih telah setia di Satnight Santuy dan yang sudah request, semoga malam minggu ini kalian berbahagia, kita ketemu lagi di Satnight Santuy minggu depan, Dimas pamit, sampai jumpaaa...."" penyiar itu mengakhiri siarannya dengan memutarkan lagu, sepertinya sms ku sempat dibacakan dan lagu yang ku request menjadi penutup. Kebetulan sekali pikirku, begitu mie instan yang ku masak siap disantap ditemani lagu yang ingin ku dengar.
Kini jam menunjukan pukul sebelas malam, namun mataku belum merasakan kantuk dan masih terjaga begitu saja. Mempunyai Asma juga membuatku memiliki insomnia, selalu terjaga setiap malam dan jarang sekali tidur cepat. Apalagi dimalam-malam bulan peralihan musim seperti september ini, angin di malam hari terasa lebih kencang dan lebih dingin dari biasanya. Menjadikan paru-paru ku kesulitan untuk bernafas dikala suhu teramat dingin, maka dari itu setiap malam aku memakai jaket tebal dan sewaktu akan tidur memakai selimut minimal dua lembar. Mengantisipasi agar Asma ku tidak kumat, namun tetap saja hal itu hanya pencegahan, karena kebanyakan malam aku selalu terbangun tatkala paru-paru tiba-tiba terserang asma yang membuatku sesak seketika. Dan satu-satu nya jalan menghentikan serangan asma itu adalah dengan inhaler, mungkin jika tidak ada itu aku tak bisa bernafas dan melakukan aktifitas apa-apa. Sudah tiga tahun terakhir aku selalu membelinya meskipun harga nya cukup mahal bagiku yang sedang kesulitan dalam keuangan, mengingat aku yang masih seorang pelajar. Yang harus membagi waktu antara pelajaran dan kerja sampingan yang selalu aku jalani sehari-hari. Namun selama aku masih bisa bernafas, harga ini cukup setimpal.
Dua jam telah berlalu, kini saluran radio ku pindahkan ke stasiun favoritku. Radio ini selalu memutarkan pagelaran wayang golek setiap minggu pagi. Ini artinya aku harus bersiap-siap tidur, karena wayang golek ini mungkin lagu nina bobo terbaik bagiku karena ku merasa dibacakan dongeng sebelum tidur. Pagelaran kali ini dibawakan oleh dalang kondang yang sudah terkenal dimana-mana, cerita yang dibawakan selalu menarik. Dalang adalah orang yang hebat, dia bisa membawakan berbagai banyak suara, karakter, dan juga memberikan jalan cerita yang apik dan tangan nya memainkan wayang yang cukup berat itu dengan sangat lihai. Hampir tak pernah ada kesalahan dalam pembawaannya, ditemani lagu tradisional dan pesan moral yang diselipkan didalam ceritanya membuatku tak henti kagum akan hal ini. Seperti halnya mendiang ibuku, yang sangat suka dengan wayang bahkan dia tahu semua karakter dalam wayang golek serta latar belakang dari setiap karakter, dan juga watak dan sifat dari karakter-karakter itu. Kemudian rasa kantuk itu mulai datang tatkala wayang sudah berjalan seperempat cerita, aku yang tadinya menyimak dengan baik alur cerita kini sudah diambang mimpi hingga akhirnya aku tertidur.Minggu yang cerah menyambutku pagi ini, dengan semangat aku bergegas menuju pasar tumpah yang selalu buka dihari minggu. Ramai bukan main, padahal masih jam tujuh pagi, disini ramai orang-orang dengan berbagai tujuan, ada yang berolahraga, ada yang berbelanja, dan ada juga yang sekedar berburu kuliner sambil membawa keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama. Kini aku duduk disebuah kursi didepan gerbang, sambil memperhatikan orang-orang lalu lalang. Sinar matahari yang hangat begitu menyegarkan, sambil berjemur aku menunggu seseorang.
" Oyy.. Yan..." Teriak seorang perempuan dari kejauhan, suara ini baru saja kudengar kemarin. ah apakah aku sedang berkhayal. Tapi sedikit penasaran aku mencari sumber suara itu, bisa jadi hanya kebetulan nama nya sama. " Pagi.... Wah mau lari juga Yan?" kini pemilik suara itu sudah berdiri di depanku. Dengan gaya yang sopan, dan juga tercium wangi parfum yang segar, apa ini, seperti wangi buah apel.
"Bukan, bukan lari, lagi nunggu orang." jawabku.
"Aciee, janjian nih ama bebeb hihi.." goda dia.
"Mana ada." tegasku
"Lha, terus nunggu siapa dong. Perasaan kamu gak punya temen cowo juga di kelas.?!" sambung nya lagi dengan nada polos.
"Cih, ngeledek, siapa juga yang mau punya teman sama para bocah badung itu." jawabku kesal.
"Hmm, kamu aja yang ngerasa mereka badung Yan.. hihi."
"Lalu, kau kemari sama siapa, pacarmu?." akupun bertanya balik padanya karena aku melihat dia datang bersama seorang lelaki yang seumuran dengan dia.
"Pacar? bukan bukan, dia ade aku." jelasnya.
"Ade? tapi kaya seumuran?" jawabku heran.
"Kakak, siapa cowo ini? temanmu?" ucap lelaki yang datang bersama Kalista
"Iyah Rio, dia temen sekelasku. Namanya Yan, Yan, ini ade aku namanya Rio" jelas Kalista pada lelaki itu.
"Hmm, salam kenal. Namaku Iyan." sapa ku pada adiknya.
"Cih.." dia jutek membalas. Bocah sialan.
"Rio, kok kamu gitu, gak sopan ade bodoh." Kalista memarahi adiknya.
"Bodoh, cowo ini gak pantes temenan sama kamu Kak, jangan-jangan dia cuman manfaatin kakak." Ucap Rio.
"Dasar ade gatau tatakrama, cepet minta maaf." Kalista makin marah dengan adiknya
"Cih, mending kita cepet pergi, Ayah udah mesen tempat VIP buat kita." Rio tetap dengan pendiriannya dan berlalu pergi meninggalkan kami. Wajah Kalista terlihat memerah karena marah, malu dan kesal. Dia hanya memandangi adiknya sampai hilang dilautan manusia.
"Kal... kal..." aku berusaha memanggil nya, dan dia terkaget.
"Eh Yan.. Maapin ade aku yah, dia emang gak sopan anaknya. Pliss maapin." dia memohon atas sikap adik nya yang memang kurang mengenakkan.
"Ya ya, kalem aja, tatapan adikmu tadi sama kaya anak-anak disekolah, jadi udah biasa." jawabku. Namun Kalista nampak tidak puas dengan jawabanku. Dan tetap memasang wajah merasa bersalah padaku." Permisi, ini dengan Jang Iyan." Akhirnya sosok yang kutunggu datang juga. Seorang pria paruh baya, namanya Abah Ipin.
"Iya bah, disini. Sehat bah.?"
"Sehat Jang Alhamdulillah, gimana Ujang, Sehat."
"Alhamdulillah bah sehat juga."
"Sttt, Eh Yan, siapa bapa ini.?" Bisik Kalista padaku.
"Dia gak bisa lihat yah, bawa tongkat sama pake kacamata item gitu?" Kalista masih berbisik penasaran dengan sosok yang baru saja menyapaku.
"Heem, nanti aku jelasin." jawabku bisik pada Kalista.
"Sini bah, mana kerupuknya.?
"Ini jang, dibawain sama cucu abah." Tak lama datang yang terlihat berumur belasan tahun membawa dagangan kerupuk Abah Ipin dipundaknya, terlihat cukup susah payah karena tubuhnya yang kecil seukuran dengan wadah kerupuk yang dibawanya.
"Ini Kak, dagangannya Abah. Maap ngerepotin yah Kak" Ucap anak itu dengan sopan. Sangat berbanding terbalik dengan adik nya Kalista, padahal dia masih kecil, sedangkan si Rio tak memiliki sedikitpun sikap sopan dengan usia nya yang ku kira hampir sama.
"Oh, tenang, gak ngerepotin kok. Aku yang bawa yah sini." kini aku yang mengangkat dagangan abah yang berupa aneka kerupuk. Dengan hanya dipanggul menggunakan bambu besar, dipasangi dua plastik berukuran besar yang membawa sekitar 200 bungkus kerupuk.
"Yan, kamu mau kemana? itu kamu, mau dagang?" tanya Kalista keheranan.
"yah, aku kesini mau bantu abah Ipin dagang, ngomong-ngomong kamu kesini sama keluarga kamu kan, nanti dicariin. Aku duluan." jelasku pada Kalista.
"hmm, yaudah, eh bentar, minta kontak kamu Yan."
"Hah? buat apa?"
"Udah jangan banyak nanya, cepet."
Kalista meminta kontaku, entah untuk apa, namun aku mengiyakan agar aku bisa segera menjajakan dagangan abah Ipin, dan agar Kalista juga cepat pergi pikirku. Dia menyodorkan ponsel miliknya untuk ku ketik sendiri kontak ku di ponselnya. Setelah bertukar kontak dia akhirnya bergegas pergi menuju tribun VIP, dan bilang kalau nanti dia ingin bertemu denganku pada jam makan siang. Belum sempat menjawab dia juga sudah hilang dilautan manusia seperti adiknya tadi. Aku kembali ke abah Ipin yang sedang duduk menunggu, dia dan cucu nya sedang menyiapkan dagangannya. Setelah beres kami menuju tengah keramaian dan mencari lapak yang biasa digunakan abah Ipin, di hari minggu ini pasar tumpah memang selalu ramai dikunjungi warga sekitar dan juga luar kota, sehingga tidak salah kalau membuka lapak disini karena kesempatan dagangan habis terjual lumayan tinggi. Namun kembali lagi bagaimana si penjual dalam berdagang, apakah dia menawarkan barang bagus dan berkualitas dengan harga terjangkau, atau dengan promosi yang bisa memikat banyak pelanggan. Macam-macam promosi dari berbagai orang tersaji disini, ada yang dengan lantang ada juga dengan cara unik, hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagiku kenapa selalu kemari jika hari mingguku sedang senggang.Abah Ipin adalah seorang pantang menyerah sebagai pria, dengan usia nya yang sudah sangat tua, Abah Ipin tetap berusaha menghasilkan pundi-pundi uang demi keluarganya. Mata yang sudah tak bisa lagi melihat pelangi kehidupan tak menjadi halangan bagi abah Ipin, dalam gelap dunia dia hanya tahu satu hal, yaitu keluarga tercinta yang masih harus dia perjuangkan. Abah Ipin memiliki tiga orang anak, namun menurut cerita beliau anak-anak dia juga sudah berkeluarga dengan kondisi ekonomi yang juga pas-pasan. Sehingga selama abah Ipin mampu, dia tetap berusaha agar tidak menyusahkan anak-anaknya. Padahal diusia nya yang telah renta dia harusnya menikmati masa tua nya dengan duduk di kursi goyang membaca koran sambil menikmati kopi hangat, bukan seperti saat ini masih harus menaklukan kerasnya dunia, diterpa terik matahari yang begitu panas disaat hanya gelap lah yang terpampang oleh pandangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
September Rain
Cerita PendekMenjalani hari-hari dengan biasa saja hingga beberapa kejadian yang terjadi di bulan September merubah dunia nya yang selama ini akrab dengan kesendirian, Iyan yang selalu kesepian dengan kondisi paru-paru nya yang spesial di pertemukan dengan seora...