Udara yang terasa sejuk dan lembab setelah hujan reda sedikit menyegarkan, kami menunggu angkot lagi untuk melanjutkan perjalanan pulang. Sebuah halte dengan kursi tunggu yang agak basah membuat aku dan Kalista hanya bisa berdiri, dan beruntungnya angkot datang tidak begitu lama dan masih memiliki kursi kosong sehingga kami bisa duduk dibelakang dengan nyaman tanpa berdesakan seperti tadi. Namun yang masih kosong terletak dekat kaca belakang dan hanya satu tempat saja di masing-masing sisi, itu artinya aku dan Kalista kini harus duduk berhadapan. Apakah ini semacam ujian tambahan karena kini aku hanya bisa melihat ke arahnya sepanjang perjalanan, dan saat sesekali pandangan kami beradu, tiba-tiba ada rasa malu yang tak bisa ku tahan hingga akhirnya aku memalingkan pandanganku ke arah lain secara spontan, dan reaksi Kalista hanya tertawa saat melihat tingkahku yang malu-malu ini.
Kami dan penumpang lainnya tak banyak berbicara, bahkan bisa dibilang ini begitu hening karena tidak ada yang berbicara sama sekali. Terlihat dari wajah orang-orang yang nampak kelelahan, mungkin karena itu meraka tidak banyak bicara, termasuk aku dan gadis cerewet ini, hingga akhirnya Kalista tiba-tiba meminta kepada supir untuk turun. Setelah mobil berhenti kami turun dari angkot dan Kalista membayar ongkos angkot duluan, saat aku hendak membayar bagian ku malah dilarang oleh Kalista, dia bilang sudah dibayarkan olehnya. Sedikit tidak enak pada Kalista karena tadi dia juga sudah mentraktir ku minuman dan kini membayarkan ongkos angkot ku juga. Dia malah terus beralasan kalau ini permintaan maaf nya karena sudah minta di antar pulang, kemudian kami melanjutkan dengan berjalan kaki hingga tiba disebuah gang kecil yang terdapat gapura dia berhenti dan berpamitan.
"Yan, rumah aku udah deket, udah sampe sini aja dianternya, takut kesorean kamu nya."
"Hmm, bener udah deket?" tanyaku sedikit ragu, dan dia hanya mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum.
"Yaudah aku lanjut pulang yah."
"Iyah Yan, makasih banyak yah, maap ngerepotin."
"Gapapa, santai aja, makasih juga traktirannya."
"Iyah sama-sama, hati-hati dijalan yah."Aku perlahan berjalan menuju jalan besar lagi dengan Kalista yang masih melambaikan tangan di gapura itu mengiringi langkahku yang semakin menjauh. Dan dia tetap di sana sampai aku benar-benar menghilang dari pandangannya disebuah belokan, kulihat jam di ponselku sudah menunjukan jam tiga sore. Awalnya aku ingin kembali ke Kafe dan memaksakan diri untuk bekerja meskipun kang Fery sudah menyuruhku libur, tapi sepertinya paru-paruku sangat menyukai anjuran kang Fery untuk istirahat saja. Akhirnya aku pun menyerah pada paru-paruku dan mengubah tujuan langsung menuju rumah, di jalan besar yang sangat becek kini aku menunggu angkot yang menuju arah rumahku. Ada sesuatu yang sepertinya ku lupakan, dalam udara dingin aku agak menggigil dan menggosok-gosokan telapak tangan hingga lenganku untuk mengusir rasa dingin ini. Kemudian angkot yang kutunggu pun tiba dan aku langsung menaikinya. Penumpangnya hanya dua orang termasuk aku yang baru naik, menyisakan banyak ruang yang begitu banyak. Dalam lamunan aku terbayang dengan berbagai kejadian di hari ini, dan sesekali aku membayangkan sebuah senyuman dari seorang gadis yang selama ini asing kudapatkan. "duh, ngapain sih keinget dia." Tiba-tiba aku bergumam dan membuat penumpang yang satu lagi spontan melihat ke arahku, dan aku sedikit malu saat melihatnya kemudian buru-buru memalingkan pandangan ku ke arah belakang, ada yang aneh dengan diriku.
Akhirnya tiba ditempat yang aku tuju, sebuah gang yang cukup lebar dengan gapura yang cukup besar pula, setelah turun dari angkot aku melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sampai rumah. Didepan rumah sudah terlihat teras yang basah terkena hujan, pohon besar yang ada di halaman depan kini basah kuyup dan terdapat butiran-butiran air yang menempel di setiap ujung daunnya, Malam ini akan menjadi malam yang dingin pikirku, kemudian aku langsung masuk dan menyalakan kompor untuk memasak air, aku berencana untuk mandi air hangat untuk mengusir rasa dingin dan lelahku hari ini. Sambil menunggu air matang aku menuju loteng, rumahku memiliki loteng yang biasa kupakai untuk menjemur pakaian dan bersantai menikmati langit malam. Di lotengku terdapat berbagai sayur yang ku tanam, ada tomat dan juga terong, dan juga rempah-rempah lainnya seperti bawang merah, daun bawang, jahe, kencur, dan juga cabai. Hal ini kulakukan untuk menghemat pengeluaran, meskipun tidak seberapa tetapi ada hal yang bisa ku hemat setidaknya. Kemudian aku mengumpulkan kayu-kayu bekas yang nantinya akan ku bakar sebagai api unggun, kerena hal ini salah satu cara aku menghabiskan malam. Pikiranku akan mendapatkan rasa tenang saat melakukan aktifitas ini, karena aku bisa mengingat masa-masa saat orang tuaku masih ada. Dimana saat itu masih memakai kayu bakar untuk bahan bakar memasak, dan aku turut ikut menghangatkan diri saat ibuku memasak kala itu, sungguh kehangatan yang nyaman.
Langit mendung tadi sudah kembali cerah dan gulungan awan hitam siang tadi kini sudah pergi, ku pandangi pemandangan bukit yang cukup tinggi yang berada dibelakang rumah. Tanaman hijau di sana seolah riang gembira karena sudah dibasahi hujan setelah musim kemarau panjang, kehidupan berbagai makhluk hidup di bukit itu sampai terdengar hingga ke rumahku. Tanda lain dari bermulainya musim hujan pikirku, karena biasanya suasana bukit serasa tanah tandus yang tidak ada kehidupan didalamnya. Sedang asik memilih dan memotong kayu bakar sampai berukuran kecil, perhatianku teralihkan pada balok kayu berukuran besar yang ada dipojokan. Sebuah kayu dari pohon nangka yang sangat tua ini masih sangat bagus dan keras, namun hal yang menarik perhatianku adalah apa yang ada dibaliknya, hitam. Aku membalikan kayu tersebut dan membuatku sedikit kaget, beberapa lembar jamur kuping ternyata sudah tumbuh liar dan berukuran cukup besar. Mungkin sisi ini memang tersorot mentari pagi, namun karena ada dipojokan membuat bagian ini lembab dan ditumbuhi jamur kuping yang berwarna hitam dan kelihatan segar ini. Menu makan malamku hari ini sudah kutentukan.
Setengah jam berlalu dan air yang ku masak sudah matang, tanpa berlama-lama aku langsung mandi menggunakan air hangat. Setelah mandi badanku memiliki energi tambahan dan siap melanjutkan babak tambahan di hari minggu ini, tiba untuk acara puncak yaitu makan malam. Jamur kuping yang kutemukan tadi sudah ku bersihkan dan di iris menjadi beberapa bagian, tidak lupa beberapa rempah lain yang sudah ku iris tipis langsung ku tumis diikuti jamur kuping dan ku tuang sedikit air beserta bumbu-bumbu lainnya. Tak butuh waktu lama aromanya sudah membuat perutku keroncongan, kemudian setelah matang aku menyajikannya pada mangkok putih bergambar ayam jago. Ketika matang porsinya ternyata menjadi cukup banyak, mungkin hidangan ini bisa disantap oleh tiga orang. Namun karena tinggal sendiri apa boleh buat, aku akan menikmati kelezatan jamur ini sendirian, andai ada Kalista saat ini. Tiba-tiba aku berkhayal, mungkin hari ini aku memang sangat kelelahan.
Aku menyalakan radio antik untuk menemani makan malam ku kali ini, sebuah alunan musik indi lokal yang membuat suasana menjadi tenang. Kini gelap merayap menggantikan petang dan aku sudah menyelesaikan makan malam ku yang cukup nikmat ini, aku menyeduh kopi instan dan membawanya ke loteng. Sebuah kaleng kue kecil yang sudah dimodifikasi menjadi sebuah tungku perapian, beberapa potong kayu ku masukan dan menyiraminya dengan sedikit minyak tanah agar mudah terbakar, angin malam ini terasa lebih dingin dari kemarin sesuai dugaanku. Kemudian kunyalakan api dan api membesar begitu saja pada bagian yang sudah kuberi minyak tanah tadi dan perlahan menjalar kebagian lainnya, kehangatan yang membawa kenangan. Malam semakin pekat dengan diikuti bintang yang bermunculan satu persatu, sebuah fenomena yang tak pernah terjadi kini kembali dialami olehku. Ponselku bersuara, tanda ada pesan sms masuk.
( "Malam Yan, udah istirahat?" )
( "Makasih yah buat hari ini." )
( "Sampai jumpa besok." )Tiga buah pesan beruntun dari Kalista. Setelah tadi siang bertukar kontak dengannya, dia adalah orang pertama dikelas yang mengirimiku pesan setelah aku duduk dikelas dua. Dan tak kusangka orang itu adalah orang yang begitu populer disekolah, entah bagaimana nantinya saat orang lain tahu dengan kejadian hari ini, karena jujur saja melihatnya dengan teman-temannya membuatku ragu. Kami ibarat langit dan kerak bumi, karena Kalista selalu menjadi pusat perhatian dan selalu ceria sedangkan aku adalah sipenyendiri dipojokan yang tidak banyak bicara. Aku tak begitu suka keramaian dan memilih menjadi si penyendiri sejak SMP, atau lebih tepatnya saat aku kehilangan dua sayapku. Ibu dan ayahku. Gelas kopi ku ternyata sudah kosong tanpa kusadari, dan aku memutuskan nuntuk segera tidur cepat karena besok pagi harus berangkat sekolah.
![](https://img.wattpad.com/cover/284009083-288-k891332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
September Rain
Short StoryMenjalani hari-hari dengan biasa saja hingga beberapa kejadian yang terjadi di bulan September merubah dunia nya yang selama ini akrab dengan kesendirian, Iyan yang selalu kesepian dengan kondisi paru-paru nya yang spesial di pertemukan dengan seora...