September Rain #10

23 2 0
                                    

Tidurku cukup nyenyak dan bangun mendahului ayam tetangga yang biasa berkokok di pagi hari namun terasa sangat dingin kali ini, ku putuskan untuk kembali memasak air untuk mandi air hangat dan untuk menyeduh kopi. Sedikit menggigil saat kaki ini menapaki ubin saat menuju dapur, kulihat keluar jendela sangat gelap dan tak nampak apapun, namun ada bulir-bulir air yang terlihat menempel kaca memantulkan cahaya lampu dapur yang berwarna kuning yang sudah agak redup. gerimis menyapa senin pagi ini dan membuat langit masih terlihat gelap meskipun sudah jam lima, dimana biasanya fajar sudah menyapa dan burung enggan berkicau. Seolah menandakan kalau musim hujan yang panjang telah dimulai, dan itu sedikit menurunkan semangatku kali ini untuk berangkat ke sekolah. Udara dingin ini adalah musuh utama bagi paru-paru ku yang lemah ini, untung saja aku baru saja membeli inhaler asma yang kemungkinan akan sering kupakai saat musim begini. Air yang ku masak akhirnya mendidih setelah dua puluh menit menunggu, langsung saja ku seduh kopi dan ku nyalakan radio antik, ku putar tombol nya untuk mencari salah satu saluran radio favoritku dikala pagi hari. Saluran radio ini secara khusus selalu memutar lagu instrumental sepanjang hari nya, namun di pagi hari akan selalu memutarkan lagu instrumental dari Jhon Lennon yang berjudul Imagine. Setelah mempersiapkan barang yang akan ku bawa hari ini ke sekolah, kopi hitam ku biarkan agar menjadi hangat nantinya saat aku selesai mandi.

Bukan aku tak suka mandi air dingin, tapi ini adalah anjuran dari dokter yang ku datangi bahwa aku sangat tidak diperbolehkan untuk mandi air dingin disaat udara sedang dingin. Karena paru-paruku tidak akan kuat dan menyebabkan kambuhnya penyakit asma, apalagi saat musim hujan seperti ini yang akan membuat asma ku makin mudah untuk kambuh. Selesai mandi aku langsung menyeruput kopi yang sudah hangat, tubuhku yang tadi menggigil sudah merasa lebih baik dan mengembalikan semangatku pagi ini. Aku menggoreng telur mata sapi dan menyiapkan dua potong roti tawar dan mengolesi nya dengan selai kacang, sarapan yang kuperlukan untuk melewati hari yang mendung ini. Setelah selesai sarapan aku bersiap untuk berangkat namun aku kesulitan mencari jaket yang biasa ku pakai, beberapa menit aku mencari namun tetap saja tak dapat ku temukan. Akhirnya aku memakai jaket yang berukuran cukup besar dan sangat tebal, karena aku takut waktu ku habis dan akan telat nantinya. Kemudian aku berangkat dan disambut embun pagi yang mulai menghilang, gerimis tadi juga sudah hilang namun langit masih mendung dan sesekali tetes air mendarat di rambutku

Gang kecil yang ku lalui sangat becek dan digenangi air pada jalan yang berlubang, dengan hati-hati aku melangkah karena aku takut kaki ku malah masuk genangan air itu dan membasahi sepatu dan juga kaus kaki, bisa repot nantinya. Dengan perlahan akhirnya aku tiba di halte angkot dan tidak ada angkot yang mengetem disana, sudah ada tiga orang yang duduk di kursi halte. Mungkin karena hari ini adalah hari senin membuat angkot menjadi langka, sekalipun ada itu pun sudah dipenuhi oleh penumpang. Tak lama kemudian dua dari tiga orang berdiri dan melihat ke arah jalan, mereka memperhatikan angkot yang tengah menghampiri namun sudah terlihat di kejauhan kalau angkot itu sudah penuh. Namun dua orang ini memaksa memberhentikan angkot itu sehingga terpaksa angkot itu berhenti, tapi sepertinya angkot itu masih memiliki satu tempat duduk yang kosong. Dua orang itu sudah dewasa , lelaki dan perempuan dan sepertinya saling kenal, mereka berdiskusi dengan supir angkot nya dan akhirnya si perempuan duduk di kursi yang berada paling luar sedang yang lelaki nya menangkel di pintu angkot, persis yang kulakukan kemarin. Mereka mungkin sudah dikejar waktu untuk berangkat kerja, sehingga memaksa untuk segera berangkat dengan angkot yang penuh itu, dan juga sepertinya mereka juga sudah menunggu cukup lama dan selalu gagal mendapatkan tempat duduk. Akhirnya angkot pun berjalan meninggalkan halte dan membuatku harus menunggu angkot berikutnya, dan satu orang lagi yang dari tadi duduk tidak ikut memaksa masuk angkot.

Seorang perempuan yang memakai jaket dan mengenakan rok abu-abu, gadis SMA. Dia ternyata sebaya dengan ku, tapi sulit menentukan dia berasal dari sekolah mana karena dia memakai jaket sama seperti ku, alamat dan logo yang terpasang di seragam kami tidak dapat diketahui. Aku ikut duduk di kursi halte untuk menunggu angkot, dia tidak bergeming dan sedang asyik dengan musik yang dia dengarkan dari headphone nya. Rintik hujan kini turun semakin sering, dan angin yang berhembus kini terasa sangat dingin. Kemudian angkot terlihat dari kejauhan dan sepertinya cukup kosong, aku langsung berdiri begitu juga dengan gadis itu. Begitu tiba kami langsung masuk angkot itu dan benar saja, tidak ada satu pun penumpang di angkot ini. Sehingga supir angkot memutuskan mengetem beberapa menit terlebih dahulu untuk mengisi muatan penumpang, namun lima menit berlalu tidak ada penumpang lagi yang datang akhirnya mobil pun melaju pelan. Di perjalan nanti ada satu sekolah SMA lain, kalau gadis ini turun berarti dia murid dari sekolah itu, tapi kalau dia tetap melanjutkan perjalanan berarti dia satu sekolah denganku. Aku sangat ragu karena wajahnya yang baru saja ku lihat pagi ini, tapi memang aku jarang berangkat agak siang seperti sekarang. Biasanya aku selalu berangkat lebih pagi lagi, namun karena ini adalah waktu bebas belajar, karena minggu kemarin sudah berlangsung ujian akhir semester. Jadi di sekolah pun pasti tidak akan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, namun akan ada remedial bagi murid yang nilai nya masih kurang bagus.

Setelah melaju cukup jauh, didepan ada halte untuk pemberhentian angkot dan sekolah SMA lain terdapat di sana. Namun gadis ini tidak turun dan melanjutkan perjalanannya, itu berarti dia satu sekolah denganku sepertinya. Gadis itu masih saja mendengarkan musik sejak tadi, dan dia terlihat sangat menikmati apa yang dia dengarkan karena bibirnya menunjukan senyum meskipun samar. Rambutnya panjang dan dia memakai kacamata, sesekali dia mengetik sesuatu dengan ponselnya, mungkin dia sedang berbalas pesan. Tibalah kami di sekolah, dan benar saja dia ikut turun setelahku. Kami berjalan menuju gerbang sekolah dan dia berjalan beberapa langkah dibelakang, dengan matanya yang masih saja terpaku dengan ponselnya. Dari kejauhan sudah terdengar suara bola yang ditendang kesana kemari, para lelaki sedang bermain bola ditengah rintikan hujan ini. Betapa bersemangatnya mereka ditengah cuaca dingin ini padahal aku sedang kedinginan, tapi mungkin cara itu memang bagus untuk menghangatkan tubuh. Aku sebenarnya juga ingin bergabung. Tapi entah bagaimana jadinya dengan asma ku, mungkin akan langsung kumat karena udara yang tipis dan aku memang sangat payah dalam berolahraga karena paru-paruku ini.

Paru-paru ini akan menjadi cukup spesial saat tubuh ini kupakai untuk berolahraga, karena gerakan tubuh yang sering itu juga akan menyempitkan salah satu saluran diparu-paru kemudian membengkak dan memproduksi lendir hingga akhirnya aku akan kesulitan untuk bernafas, apalagi diikuti kepulan debu ataupun udara dingin. Sebuah kombo yang sangat ampuh untuk melumpuhkan tubuh ini dan membuat lemah karena kesulitan mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh, kemudian jantung akan semakin berdebar kencang dan juga otak yang tak mendapatkan suplai oksigen yang cukup akan terasa sangat pusing dan menyakitkan. Karena itu aku akan selalu mendapatkan nilai yang rendah saat jam pelajaran olahraga karena tidak bisa mengikutinya dengan baik, dan untung nya guru dan pihak sekolah juga memaklumi kondisi ku yang spesial ini. Namun ada saja beberapa orang yang tidak puas dengan perlakuan khusus ini dan mengungkapkan nya dengan sebuah tindakan yang tidak mengenakan, dan sebetulnya hal itu sedikit membuatku merasa jengkel dan kadang melibatkan ku pada masalah yang merepotkan.

Dari kejauhan terlihat kerumunan yang berdesakan melihat sebuah pengumuman di mading, karena penasaran aku pun menghampiri nya sebelum masuk kedalam kelas. Tanpa kusadari gadis yang tadi se angkot denganku ternyata masih berjalan dibelakang ku, sambil menundukkan wajahnya saat aku tiba-tiba menoleh ke arahnya.
“Ada pengumuman apa nih?” tanyaku pada murid lelaki di depanku, tapi aku tak mengenalnya, sepertinya dia dari kelas lain.
“Itu pengumuman sepuluh besar sama yang remed.” Jawabnya langsung dan dia seperti kesal karena namanya disebut dalam daftar yang harus mengikuti remedial salah satu pelajaran.
Karena makin penasaran aku merangsek maju mendekati papan mading, didepan sana sudah berdiri si cewe bawel dengan wajahnya yang gembira. Orang-orang memberikan selamat padanya atas hasil ujiannya, kepintarannya sejalan dengan kepopulerannya disekolah ini. kalista akhirnya menyadari kehadiranku dan meneriaki namaku didepan semua orang.
“Hey Yan… selamat pagi…” dia berteriak dan melambaikan tangannya, sontak  membuat semua pandangan yang ada disini mengarah padaku dan berubah menjadi tatapan sinis.

September RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang