September Rain #18

5 1 0
                                    

  "Ayo anak-anak, cepat kita absen dulu, sebentar lagi kita akan berangkat." Teriak bu Dini yang menyuruh kami untuk bergegas, Bu Dini adalah walikelas di kelasku dan menjadi pengawas atas kelas kami dalam perjalanan ini. Dengan sedikit terpaksa aku menuruti permintaan Kalista, meski sebenarnya aku merasa sedikit bersyukur meski terkesan terpaksa. Karena dalam rombongan bis ini hanya Kalista lah yang bisa dibilang mau duduk bersebelahan denganku, karena aku yakin yang lain pasti akan menolak diriku untuk duduk disamping mereka. Seolah sesuatu yang mengganggu dan tak sedap dipandang, aku pasti akan ditempatkan dipaling sudut dan tidak ada yang mau menemani dengan alasan yang tak masuk akal. Apalagi sekarang pandangan sinis mereka sudah agak menular ke arah Kalista, namun Kalista seakan menikmatinya dan terkesan memberikan sinyal kalau dia malah senang dengan keadaan ini. Ada rasa sedikit prihatin dan tak tega, karena aku tahu percis begaimana rasanya pandangan-pandangan itu. Namun aku juga mensyukuri suatu hal bahwa Kalista sekarang mengetahui sifat asli dari teman sekelasnya, yang mana selama ini menyanjung dan selalu ingin mendapatkan atensi dari Kalista sendiri. Tapi topeng-topeng itu kini sudah terkuak dan mereka tak ragu menyisihkan kebencian mereka yang biasanya terpaku hanya padaku dan kini diarahkan pada Kalista. Sungguh ironis, aku menyesali tapi sekaligus juga menyukai keadaan ini.

  "Bu Dini, aku mau duduk sama Iyan yah Bu, gapapa kan, semuanya kursinya udah keisi soalnya." Pinta Kalista pada Bu Dini, dengan alasan yang sebetulnya juga merupakan fakta, namun hal ini malah dijadikan alibi oleh Kalista. Bu Dini melihat keadaan didalam bis yang memang tempat duduk sudah penuh terisi dan hanya menyisakan satu pasang kursi, kemudian Bu Dini mengiayakan permintaan Kalista dan juga seolah menyiratkan kalau dia mengetahui apa yang sedang terjadi saat ini.
  "Yan, aku mau samping, dekat kaca yah, biar jelas pemandangannya." Pinta Kalista.
  "Bebas aja, asal jangan berisik." Ucapku
  "Yee, kalo liburan gak berisik gak asik Yan.. hihi." Dia selalu bisa membalas kalimatku sambil tertawa, namun anehnya kini aku sudah tidak jengkel dan mengiyakan saja perkataannya. Aku terdiam beberapa saat menolak apa yang ada dikepalaku saat ini, tak bisa ku percaya bahwa aku merindukan suara tertawanya setelah beberapa hari tidak bertemu. Sekuat tenaga aku menepis hal yang kurasakan ini, meyakinkan diri bahwa ini adalah kekeliruan. Kalista yang antusias itu langsung duduk begitu saja seolah tak ingin didahului, dia menatapku sambil tersenyum menyeringai seperti anak kecil. Terlihat dia amat menantikan bis untuk segera berangkat, semoga dia tidak memiliki per di kakinya. Kalau ada pasti sekarang sudah jingkrak-jingkrak tak sabar ingin segera pergi, aku pun duduk disamping Kalista dan menghela nafas dalam-dalam. Semoga saja perjalan ini akan damai, tentram, dan juga sunyi, tapi sepertinya yang akan terjadi nanti sudah bisa kutebak akan seperti apa.
  "Anak-anak, semua sudah masuk dan jangan ada yang tertinggal, kalau ada apa-apa langsung kasih tau Ibu yah. Selamat menikmati oerjalanan kalian, tapi tetap harus hati-hati."
Seruan dari Bu Dini menandakan awal perjalanan kami menuju tempat liburan, seisi bis langsung berteriak antusias seraya bisi memasukan perseneling dan mengoper gigi mulai melaju perlahan menuju jalan raya. Ada hal yang sebenarnya ku hindari dari sebuah perjalanan panjang, yaitu rasa lelah dan pegal yang siap menanti di akhir tujuan nanti. Kurasa kali ini merupakan perjalanan yang terjauh bagiku, menuju luar kota yang mana selama ini tak pernah jauh dari lingkungan tempatku tinggal. Mungkin ini juga yang membuatku tidak percaya diri dalam liburan kali ini selain dikelilingin orang-orang yang mengeluarkan aura tidak enak yang membuatku sesak, meskipun sebenarnya jauh dalam hati aku masih berharap kalau saja sifat mereka akan berubah lebih lembut padaku walau sedikit. Karena sebenarnya aku pun ingin memiliki teman sebagaimana kehidupan murid SMA pada umumnya, berbincang, nongkrong, dan bermain bersama ke tempat yang sedang tren.

   Satu jam telah berlalu dan bis masih melaju dengan kecepatan sedang di jalan bebas hambatan berisikan orang-orang yang masih saja berisik, apalagi gadis disampingku sekarang. Dia tak henti-hentinya membahas oramg-orang dirumahnya. Keadaan keluarga yang dia gambarkan sebagai keluarga bahagia pada umumnya, meski kadang dibumbui pertengkaran kecil antara dirinya dengan saudaranya yang lain. Kalista sendiri merupakan anak ke-dua dari empat bersaudara, memiliki kakak perempuan yang sedang menyelesaikan kuliahnya dan dua adik laki-laki. Rio yang tempo hari kebetulan bertemu denganku saat bersama Kalista adalah anak ke-tiga, dan ada lagi satu adiknya yang masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Dan Kalista menceritakan semuanya tanpa canggung sedikitpun, malah sebenarnya yang cangging adalah diriku. Karena untuk pertama kalinya aku mendengarkan cerita dari orang lain seperti ini selama satu jam. Rekor terbaru aku berbicara dengan orang lain dalam satu hari, dan sepertinya perbincangan panjang ini masih akan terus berlanjut sampai akhir liburan ini.

 
  Tiga jam sudah berlalu, dan Kalista masih saja bersemangat dengan ceria nya masih melanjutkan cerita-cerita tentang kehidupannya yang terdengar begitu bahagia. Namun dengan cara nya bercerita nya yang terdengar natural tanpa dilebih-lebihkan membuatku seolah bisa membayangkan betapa gadis yang berisik ini memang sudah berisik sedari bocah, energik dan antusias dalam menjalani hari-hari nya dalam lingkungan yang sehat dan baik. Karena dalam beberapa kesempatan saat aku mendengarkan sebuah kisah dari orang lain, kebanyakan melebih-lebihkan dan memiliki kesan tersirat kalau hal yang dia lakukan atau jalani adalah hal besar dan sebuah prestasi yang tak mungkin bisa dilakukan orang banyak. Ingin terlihat eksklusif dan hebat pada lawan bicara nya. Tak hanya padaku, bahkan pada orang-orang sekitarnya. Bahkan didalam kelas aku juga tak sengaja mendengar obrolan mereka yang begitu berisik saat menyombongkan hal-hal hebat yang mereka dapatkan dan begitu ingin disanjung. Contohnya saja seperti motor trendi dan mobil mewah yang mereka pakai untuk berangkat sekolah, mereka tak ragu dan tak malu mengakui hal itu adalah kehebatan dari pribadinya. Padahal sangat jelas bahwa semua kekayaan itu adalah hasil jerih payah orang tua mereka, bahkan mobil dinas inventaris orang tuanya pun tak luput dari akuisisi kehebatan mereka. Entah apa yang mengawali keanehan ini, sepeti sudah membudaya di sekolah elit ini sejak lama. Dan hal itu menjadikan ada kasta yang terbentuk secara tidak langsung, membuat para siswa disini berteman berdasarkan kedudukan dan kekayaan keluarga mereka. Maka dari itu sikap yang selama ini kudapatkan adalah karena aku yang merupakan siswa dengan bantuan beasiswa bisa bersekolah disana mendapatkan fasilitas yang sama dengan mereka, mereka seakan tidak terima dan memandangku dengan rendahnya karena berasal dari keluarga yang bukan apa-apa, bahkan tidak memiliki keluarga lagi.

  Di empat jam perjalanan, Bis kini menepi di sebuah rest area kemudian Bu Dini bangkit dari kursinya dan memberi tahukan kalau kita akan istirahat sejenak disini. Kami diizinkan untuk keluar dari bis untuk makan, minum, dan pergi ke toilet, anak-anak lainnya langsung berebut keluar Bis karena beberapa ada yang memang sudah kebelet menahan buang air kecil, dan ada beberapa yang mulai mabuk perjalanan. Muka pucat dan wajah terdiam menahan rasa mual kini mulai terlihat di beberapa orang yang tadinya begitu berisik, memperhatikan manusia yang awalnya paling antusias dan begitu bersemangat berubah menjadi layu begitu lucu bagiku. Namun gadis disampingku ini seolah memiliki batrai ganda dan tahan lama, dia masih saja memiliki energi untuk bersenda gurau dan mengajakku untuk segera turun dan mencari makan. Entah dia yang aneh atau semua orang ini yang lemah, aku tak bisa mengambil kesimpulan karenanya. Yang jelas aku sudah mulai merasakan lelah dan juga rasa pegal yang kuramalkan kini sudah mulai muncul dan menjalar di pundak hingga punggungku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

September RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang