Nineteen - Diva's Idea

6.8K 427 3
                                    

SUDAH TAMAT DI APLIKASI KARYAKARSA DENGAN NAMA AKUN AYUTARIGAN (TIDAK PAKAI SPASI) DAN TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOKS. THANK YOU 💙



ENJOY 🔥🔥🔥

Diva tak menyangka arti senyum licik yang Abbas tunjukkan beberapa waktu lalu saat ia bertanya soal baby sitter Bara memiliki arti yang buruk baginya.

Bagaimana tidak? Jika kini Diva lah yang Abbas putuskan untuk menjadi penjaga bocah kecil itu ketika ia bekerja di kantor. Jujur saja wanita itu tidak membenci anak-anak, tapi bukan berarti juga ia punya sifat keibuan yang betah berlama-lama dan bersabar dengan tingkah bocah kecil itu yang membuatnya ada sakit kepala.

"Buatkan susunya, dia rewel karena haus," ujar Abbas saat melihat wanita itu mulai kewalahan menenangkan Bara.
Diva menghela napas berusaha untuk menggali kesabarannya.

"Lagian Dewa sama Uly durhaka banget sih, tahu punya anak bocil malah honeymoon-honeymoon segala," gerutunya yang jelas masih bisa didengar oleh Abbas.

"Saya yang suruh," sahut Abbas tanpa menoleh padanya.

Diva sontak mendelik tajam. "Tujuan bapak apa? Merepotkan diri sendiri?" cibir wanita itu.

"Saya nggak merasa repot ngejagain cucu saya, Diva. Lagian saya punya alasan manyurih mereka berlibur dan meninggalkan Bara di sini," jawab Abbas menjelaskan.

"Alasan apa? Merepotkan saya?" gerutu wanita itu.

Abbas menghela napas panjang sebelum melepas kacamatanya. "Kamu merasa repot? Saya nggak maksa kamu loh kemarin. Bisa aja saya sewa baby sitter, tapi perasaan sayan tidak tenang makanya minta bantuan kamu."

Diva merasa ia salah bicara barusan. Sebenarnya bukan merasa repot, hanya saja karena belum terbiasa mengurus bocah kecil seperti Bara membuat wanita itu merasa kewalahan karena tak tahu apa yang harus dilakukan.

"Saya akan telpon Pedro untuk mengantar kamu pulang," ujar Abbas yang mulai membuka ponselnya.

"Tidak usah," tukas Diva cepat.

Wanita itu memberikan botol berisi susu pada Bara yang langsung diterima bocah itu dengan gembira, Diva mengusap sayang punggungnya hingga mata Bara mulai mengantuk dan jatuh tertidur karena kelelahan bermain sejak tadi.

Saat merasa Bara sudah nyenyak tertidur, Diva memutuskan untuk memindahkan bocah itu ke dalam kamar pribadi yang memang ada di kantor Abbas, dan hal itu tentu saja tak luput dari perhatian Abbas meski sibuk dengan berkas di atas mejanya.

Ketika kembali, Diva melihat Aulia sedang berdiri di samping Abbas sembari membungkuk dengan sebuah tab di tangan. Kedatangannya membuat keduanya sesaat berhenti dan sedikit menggeser posisi, lebih tepatnya Abbas memundurkan tubuh dengan bersandar di kursi kerja tapi tetap mendengarkan penjelasan yang Aulia berikan.

Diva lelah karena seharian ini menjaga Bara, jadi ia merasa tak punya tenaga lagi untuk meluapkan kekesalannya karena kedekatan dua orang itu. Ia memilih untuk duduk di sofa mengistirahatkan tubuhnya. Tapi lagi-lagi ia harus diganggu dengan suara ponselnya sendiri yang berdering nyaring dari balik tas.

Nama Danus Holta tertera jelas di sana sehingga membuat Diva mengerutkan dahi dan saat menyadari apa mau pria itu, ia menghela napas panjang dan memejamkan mata karena pusing di kepala.

Ternyata Danus tak patah semangat, ia kembali mencoba meski panggilan pertama jelas Diva abaikan.

"Hallo." Kali ini Diva memutuskan untuk menerima panggilan pria itu.

"Kamu dimana, Div?" tanya Danus langsung.

"Lagi di luar. Kenapa memangnya?"

Terdengar helaan napas di ujung sana. "Kamu udah ada jawaban 'kan?"

Diva membuka mata dan pandangannya bertabrakan dengan Abbas yang juga sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Sudah," jawab Diva tanpa memutus pandangan.

"Baguslah. Bisa kita bertemu sekarang?"

"Ayo, kalo ini aku yang menentukan tempatnya," ucap Diva.

Danus setuju dan mereka menyudahi panggilan tersebut.

"Aku harus pergi," ujar Diva memberitahu.

"Kemana?" tanya Abbas langsung.

Diva mengedikkan bahu. "Bertemu Danus," sahut Diva enteng.

Abbas mengangguk-anggukkan kepala. "Selamat bersenang-senang," ucapnya dan kembali memakai kacamata untuk fokus lagi pada pekerjaannya.

Diva mengambil tasnya dan berlalu dari sana tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dia memang sudah memilih tempat yang tidak jauh dari kantor pria itu untuk bertemu Danus. Diva terlalu malas membuang-buang energi jika harus berjalan lebih jauh lagi.

Wanita itu sampai lebih dulu dan memesan minuman untuknya. Tak lama, Danus muncul seorang diri tanpa ditemani oleh Claire seperti waktu lalu.

"Hai," sapa pria itu yang langsung duduk di hadapan Diva.

"Hai," balas wanita itu santai.

"Jadi gimana?" tanya Danus langsung to the point.

Diva mendengkus pelan. "Nggak pake basa-basi dulu," sindirnya.

"Aku nggak suka basa-basi, Div, dan lagi ini urgent sekali. Papa dan mama mau pernikahan kita dipercepat," tutur Danus gusar.

"Ha? Kok bisa? Kan janjinya kita harus saling yakin dulu," protes wanita itu tak terima.

Pria yang duduk di hadapan Diva itu menghela napas panjang. "Aku dan Clarie ketahuan sama Papa kemarin," ucapnya mengaku.

"Oh my goodness!" Diva menepuk dahinya geram. "Kalian kenapa ceroboh banget sih?" omelnya.

"Papa punya banyak mata-mata dan aku nggak sadar itu karena kupikir setelah pertunangan kita, mereka tidak akan curiga lagi," ujar Danus membela diri.

"Bodoh!" umpat Diva jengkel. "Dan sekarang aku kena imbas dari kebodohan kalian!" desisnya.

"Sorry. Aku benar-benar nggak punya cara lain, Div," keluh pria itu lelah.

"Kawin lari kek. Apa susahnya kalau memang kalian saling cinta?"

"Nggak semudah itu."

"Ya. Nggak akan semudah itu kalau kamu masih ngarepin harta ortu," sahut wanita itu sengit.

"Clarie terbiasa hidup mewah. Kalau aku bawa dia kawin lari udah pasti dia nggak bahagia."

"Kamu udah tanya dia? Atau cuma spekulasi otak bodoh kamu aja?" cecar wanita itu sinis.

"Aku belum tanya dia, tapi--"

"Tanya sekarang! Jangan jadi laki-laki bego!"

Danus mengangguk bertepatan dengan masuknya beberapa orang berpakaian rapi yang salah satunya sangat Diva kenali.

Wanita itu menahan napas sejenak saat mata mereka bertemu pandang meski tak ada seulas senyum yang Abbas Angkasa berikan.

"Kamu udah pesan? Hari ini aku yang traktir sebagai tanda terima kasih untuk ide gilamu!" ujar Danus sembari tersenyum penuh semangat.

"Ini pesanan aku datang," sahut wanita itu ketika pelayan datang dan meletakkan sebuah milkshake strawberry di hadapannya.

Sebelum pelayan berlalu, Danus menyebutkan pesanannya dan kembali mengobrol dengan Diva yang tentu saja sudah tak fokus lagi mendengarkan keluh kesah pria itu karena kini matanya sibuk mencuri pandang ke arah meja Abbas Angkasa yang duduk bersebelahan dengan Aulia.

Sepertinya mereka sedang melakukan meeting santai dengan clien yang Diva tebak berasal dari luar negeri itu karena garis wajah mereka yang terlihat berbeda.

"Kamu kenal dia?" tanya Danus tiba-tiba yang membuat wanita itu mendelik dan menggeleng keras.

Danus menyipitkan mata curiga. "Kamu kayak maling yang lagi ngincar mangsa," cibir pria itu.

Diva menepuk lengan pria di hadapannya kesal. "Sembarangan!" gerutunya.

Hal itu membuat Danus tertawa keras dan mengundang lirikan tajam dari pria duda berpakaian parlente di meja seberang sana.


TBC

Terjerat DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang