"Bagus. Ini hukuman terparah yang pernah kualami selama berada di akademi," sungut Tara. Ia melepaskan genggaman tangannya dari jeruji sel, lalu mengempaskan tubuhnya ke ranjang batu.
Di sampingnya, Kayla tengah duduk di ranjang batu berbeda, bersandar ke dinding sel seraya memejamkan mata. Ia juga berusaha menulikan telinga dari ocehan Tara.
Ray dan Zavaro pun ada di sel, berseberangan dengan mereka. Keduanya hanya duduk merenung dengan pikiran yang tak sama.
"Mateo ternyata menunggu kebangkitan Kayla untuk memastikan terlebih dahulu jika dia adalah benar oculto sebelum akhirnya membuat perhitungan atas kesalahan kita. Wow ... sungguh penyihir yang sabar," celetuk Ray.
Zavaro tak menyahut. Ia justru menoleh ke arah Kayla yang berada di seberang sel mereka. "Jadi, hubungan kita bagaimana? Aku kira kita telah sepakat akan sama-sama saling mengenal lebih dekat sebagai mate."
Kayla menarik sudut bibirnya samar. "Kenapa aku harus mempertimbangkan sebuah hubungan dengan seorang yang meremehkanku dan tak mengakuiku dengan tulus?"
"Maksudku bukan begitu. Aku tidak tahu soal identitasmu saat itu. Kau bahkan tak memiliki aroma sebagai manusia biasa atau serigala. Bagaimana aku bisa mengakuimu saat pertama kali bertemu?" Zavaro berusaha menjelaskan dengan nada sabar. "Aku sudah menjelaskan padamu sesaat sebelum kau bertransformasi menjadi oculto. Kau lupa?"
"Aku tidak ingat bagaimana kalimatmu persisnya. Lagi pula, penjelasan bukan berarti menjadi sebuah pembenaran mutlak akan suatu kesalahan sikap." Kayla mendengkus, masih dalam mata terpejam.
Tara memandangi Kayla dan Zavaro bergantian. "Lupakan masalah mate untuk saat ini! Pikirkan situasi kita sekarang sebagai tim! Berada di ruang penghukuman itu sangat memalukan bagi pelajar akademi!"
Ray bangkit dari duduknya, berdiri sambil memegangi jeruji sel, menatap Tara. "Aku lapar."
Tara melengos. "Bukankah kita sudah makan malam saat di kabin sebelum berangkat? Lagi pula bukan urusanku jika kau lapar lagi. Jangan berharap mendapat makanan seperti saat kita menjadi pelajar normal tanpa kesalahan!"
"Berapa lama kita akan dikurung di sini?" keluh Ray. "Tanpa makanan atau minuman sama sekali?"
"Bisa sehari, semalam, atau berhari-hari, tergantung suasana hati Mateo," gumam Zavaro.
"Kau tidur saja sampai tiba waktunya dibebaskan. Anggap saja kau sedang berhibernasi," celetuk Tara ke arah Ray. "Aku pernah mendengar kejadian sama pernah menimpa Alpha Aldevaro saat kecil dulu. Namun, setidaknya ia dibantu dan ditemani oleh Alpha Arlo yang membawakan makanan untuknya ketika itu."
"Sebenarnya Mateo adalah tetua yang bijak. Dia hanya memiliki cara tersendiri dalam mendidik," imbuh Zavaro. "Jika ia merasa hukuman kita telah cukup dan kita telah menyadari kesalahan dan menjaga sikap selama dihukum, kita akan lebih cepat dibebaskan."
"Jika beruntung, kita akan dibebaskan besok pagi. Jika tidak, berarti kita harus menunggu entah berapa hari lagi," timpal Tara. "Semoga Alpha Javiero dan Alpha Alrico bisa membujuk Mateo untuk membebaskan kita besok pagi. Watak Tetua Mateo itu dikenal cukup rumit."
Kayla tertawa samar seakan tanpa niat. "Penyihir tua yang menarik."
Ray mendesah sebelum terduduk lunglai, menatap lantai. "Aku rindu rumahku, rindu orang tuaku, juga rindu kakak perempuanku yang dulu."
Kayla membuka mata perlahan. Kepalanya meneleng saat menatap Ray. "Maksudmu, aku yang sekarang bukanlah kakakmu?"
Ray mengangkat wajahnya, bertemu mata dengan Kayla. Ekspresinya berubah sedikit kaku. "Kau ... berbeda, tidak seperti kakakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORION ACADEMY (Completed)
FantasyTidak mudah menjadi putra seorang ketua alpha. Zavaro terbiasa harus selalu menjadi yang terbaik di antara anak-anak manusia serigala lucis lainnya. Ia bahkan kerap terlibat perkelahian dan pertentangan dengan mereka semenjak kecil. Semua demi mewuj...