T W E N T Y T W O

86 17 0
                                    

"Tunggu, aku sepertinya mendengar suara jeritan Zavaro," ujar Arco. Ia pun berhenti merangkak dan konsentrasi memasang telinga.

Alena spontan ikut berhenti, melebarkan mata. "Ya ampun, apakah mereka berencana membunuhnya di gua?"

Arco tak menjawabnya. Ia justru segera fokus beralih melakukan tautan pikiran.

Zavaro? Ada apa?

Tidak ada sahutan. Ia kembali mencoba.

Ravano! Jayro! Apa yang terjadi?

"Mereka menyahut tidak?" tanya Alena cemas.

Zavaro! Ravano! Jayro! Kembali Arco berusaha mengontak ketiga pemuda itu.

Sial! Mereka mendorongku! Mereka ikut jatuh. Ravano pingsan. Sepertinya terlalu panik karena jatuh dari ketinggian.

Apa?!

"Ini salahmu!" teriak Jayro.

"Kau yang terburu-buru, Jayro!"

"Kau yang takut laba-laba!"

"Diam kau!"

"Oh ya? Mau mengaturku? Kau pikir kau siapa?!"

Hei! Hei! Hei! Apa kau dan Jayro sedang bertengkar?

Seperti biasa. Kau tahu bagaimana mulutnya.

Sudahlah! Apa kalian bisa keluar?

Aku belum tahu.

Arco terdiam sejenak. Ia akhirnya memutuskan mengontak Jayro juga.

Jayro, berhenti bertengkar dengan Zavaro. Pikirkan apakah kalian bisa keluar?

Arco? Arco! Ah, baguslah kau bertelepati denganku! Beritahu papaku, Zavaro membuat kami terjatuh! Ravano pingsan. Aku tak tahu bagaimana menemukan jalan keluar, hanya bisa menunggu sampai Ravano sadar!

Arco, apakah kau dan yang lain menemukan kalung itu? Zavaro kembali mengontak Arco saat tak kunjung mendengar balasan lagi darinya.

Belum. Aku akan kabari bila ada yang sudah menemukannya.

Baiklah. Di sini tempatnya cukup luas, lebih mirip seperti aula dengan sebuah kolam kecil. Ada beberapa alat untuk melakukan ritual.

Hah? Benarkah? Berarti kemungkinan kalung darah malaikat ada di sana! Perlukah aku memberitahu yang lain?

Nanti, tahan dulu.

Hei! Arco! Kau sedang bertelepati dengan Zavaro juga?! Kau mengabaikanku?!

Jayro berisik sekali. Ia curiga aku sedang bertelepati denganmu.

Abaikan dia, Arco. Tak usah meladeninya. Tunggu, aku melihat sesuatu lagi.

Suara Zavaro terhenti sejenak. Arco mulai melanjutkan langkah kembali bersama Alena yang mengikuti dalam gerakan lambat.

Ada tulang.

Langkah Arco kembali terhenti, begitu juga Alena. Matanya melebar saat gadis itu menunjuk ke sebuah ukiran hewan di dinding lorong di dekat mereka. Serigala bersayap.

Hah? Tulang apa? Hewan atau manusia?

Manusia. Tunggu. Aku akan membawanya agar Alena bisa melacak memorinya. Siapa tahu, ini Theo, saudara kembar Mateo.

Apa? Mateo punya saudara kembar? Oh, omong-omong, Alena menemukan ukiran hewan aneh di sini.

Seni gua memang begitu. Aku juga sempat melihat beberapa lukisan berusia belasan ribu tahun. Manusia biasa menyukainya. Katakan nanti saja sekalian aku akan jelaskan soal saudara Mateo. Aku harus mengumpulkan tulang dulu.

ZORION ACADEMY (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang