E I G H T E E N

105 15 2
                                    

"Kalung darah malaikat?" Aldevaro mengernyit usai mendengar Mateo menyebutkan salah satu isi kitab kuno. "Di mana dan bagaimana cara menemukannya?"

"Tunggu, maksudmu kau akan memberikan misi itu pada pelajar akademi?" tanya Alka dengan nada suara terdengar cemas.

"Kau yakin remaja lucis sudah siap untuk melakukan misi di dunia luar?" timpal Cleona bernada serius. "Mereka selalu dikurung, dijaga, dan dilindungi selama ini."

"Cleona benar! Remaja lucis masih belum berpengalaman. Aku tidak setuju!" sahut Ayna.

"Aku tak bisa membiarkan Zavaro memimpin mereka melakukan misi berbahaya!" kecam Luzia.

Mateo mendesah. "Tunggu, biarkan aku jawab dulu. Di mana dan cara menemukannya kemungkinan ada di sisa isi kitab yang terlindung mantra. Hanya Kayla yang bisa membacanya. Soal misi, mereka tidak akan sendirian. Alrico dan Javiero bisa ikut bersama mereka."

Javiero sontak bangkit dari kursi. "Kenapa harus aku dan Alrico?"

"Bukankah kalian penanggung jawab tim Z3?" jawab Mateo. "Kayla adalah tanggung jawab kalian."

"Hei, siapa yang sembarangan menunjuk kami saat itu? Dia!" seru Javiero kesal seraya berpaling ke arah Aldevaro.

Aldevaro spontan bangkit. "Seharusnya kau senang, menjadi pembimbing tim terbaik! Aku bahkan tak keberatan mengurus tim putramu!"

"Kau memanfaatkanku!" tuduh Javiero.

"Itu hanya perasaanmu!" sanggah Aldevaro.

"Kau memanfaatkanku!"

"Tidak!"

"Javiero, dengar dulu ...."

"Dia memanfaatkan kita, Alrico!"

"Itu karena aku percaya kau dan Alrico yang paling cocok untuk menangani putraku!"

Javiero terdiam menatap Aldevaro tanpa kedip. Sang ketua alpha menarik napas panjang beberapa saat.

"Zavaro lebih bisa bebas terbuka bersamamu daripada aku."

"Omong kosong," dengkus Javiero. Namun, nada bicaranya tak lagi meninggi.

"Aku serius. Ketika aku bertanya pada Zavaro, jika bisa memilih, siapa yang paling dia inginkan untuk menjadi pembimbing timnya, dia menyebut namamu dan Alrico."

"Kenapa?" tanya Javiero dengan kening berkerut. "Aku bahkan jarang bicara dengannya."

"Justru karena itu. Dari semua alpha lucis, kaulah yang terkesan paling cuek, tak peduli, tapi tahu kapan harus melakukan sesuatu tanpa banyak bicara, dan bisa bersikap tegas. Zavaro suka itu."

Aldevaro kembali duduk. "Kau tahu, aku pemarah, sementara Arlo cenderung malas bicara, bersikap aneh meski kadang diam-diam bisa jadi sangat begitu detail dalam memberi perhatian." Ia menghentikan ucapan sejenak saat mendengar deham Arlo.

Usai memutar bola mata, ia kembali melanjutkan. "Ravantino justru sebaliknya, kerap bercanda, terlalu santai, suka memanjakan, dan menganggap enteng semua hal. Alrico netral, bisa mengimbangi siapa pun, terutama kau, Javiero. Jadi, itu alasan aku meminta Mateo menunjuk kalian sebagai pembimbing tim Zavaro."

"Bagaimana dengan Keana? Dia juga tegas!" Javiero masih merasa tidak puas.

"Oh, itu akan sangat menyenangkan buat Tara jika mamanya menjadi pembimbing! Keana akan lebih disibukkan dengan ocehan-ocehan putrinya itu yang selalu tak tahu bagaimana dan kapan harus menjaga mulutnya!"

Ravantino sontak tertawa kecil saat melihat wajah masam sang istri usai mendengar ucapan Aldevaro. Ia memang paham sekali sifat putri dan istrinya. Keana bisa bersikap tegas pada Ravano, tetapi tidak pada Tara.

ZORION ACADEMY (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang