T W E N T Y S I X

88 16 0
                                    

"Seharusnya kita kembali ke akademi besok saja. Kunjungan sehari semalam masih terlalu singkat," gerutu Ray sambil melangkah lesu di samping Kay.

"Mateo dan para pengajar harus kembali ke Elorrio. Mereka berangkat pagi untuk memakamkan sisa tubuh Theo, sekaligus para alpha lucis juga mesti menyelesaikan beberapa pekerjaan di pack. Karena itu, kita diminta segera kembali ke akademi," sahut Tara.

"Semuanya pergi bersama Mateo? Lantas siapa yang bertanggung jawab atas akademi jika ia tak ada di sana? Bagaimana dengan ramalan? Bagaimana jika terjadi sesuatu?" buru Ray.

"Karena itulah Zavaro harus kembali ke akademi. Dia ketua asrama. Dia yang harus mengambil alih tanggung jawab," jawab Tara lagi.

Kayla hanya melangkah dalam diam, mendengarkan sambil sesekali menatap sisi wajah Zavaro yang terlihat serius dari belakang. Ia bisa membaca dan memahami emosi lelaki itu.

Ray tak lagi terdengar menggerutu saat Sungai Onyar mulai terpampang di depan mata. Rumah-rumah kanal berwarna-warni dalam nuansa cerah, turut melengkapi, memberikan pemandangan indah yang berubah sesuai cahaya.

Suasana tampak tenang, penuh pesona. Terlihat Jembatan Eiffel yang dibangun oleh Gustave Eiffel tak lama sebelum menara di Paris, salah satu dari sebelas jembatan di seberang sungai Onyar yang paling terkenal di Girona.

Sebentar lagi mereka akan melewati zona pejalan kaki Rambla, yang membentang di sepanjang sungai, tepat di sebelah Kota Tua. Mata Kayla bersinar keperakan beberapa saat begitu mendapat sebuah penglihatan tentang sesuatu yang akan terjadi.

"Akademi dalam bahaya. Mereka datang." Usai berkata itu dengan nada kekuatiran meski pelan, Kayla berlari lebih dulu meninggalkan Zavaro, Tara, dan Ray yang masih belum sempat bereaksi.

Tanpa pikir panjang, Zavaro segera lari menyusulnya, disusul pula oleh Tara dan Ray. Mereka terlihat seperti tengah berkejar-kejaran di sepanjang Rambla, berlari secepat mungkin mengikuti jarum gelang kompas, menuju akademi.

***

Kayla tak terlihat di mana-mana. Zavaro, Tara, dan Ray celingukan di sepanjang jalan labirin, mencari keberadaannya. Begitu tiba di akademi, kode izin masuk pun segera dilakukan. Mereka melangkah cepat, masuk secara bersamaan.

Segera saja, pemandangan terpampang porak-poranda. Suasana di aula utama riuh, penuh teriakan dan geraman para serigala.

Para pelajar sebagian besar telah bertransformasi menjadi serigala. Beberapa remaja lucis begitu mudah dikenali karena memiliki wujud paling besar di antara semua yang terlibat dalam pertarungan sengit, menghadapi belasan sosok-sosok berwujud mirip dan berukuran hampir sama, tetapi memiliki mata biru dengan lingkaran merah.

Dari arah lorong asrama terdengar pula suara pertarungan penuh dengan mantra-mantra bercampur jeritan dan bentakan. Tanpa basa-basi, Tara langsung menghambur, berubah wujud, terjun ke arena pergumulan antara serigala di aula.

"Di mana Kay?!" teriak Ray panik pada Zavaro.

"Kau bantu Tara! Aku akan ke lorong asrama mencari Kay!" sergah Zavaro sebelum berlari cepat ke arah lorong asrama, meninggalkan Ray yang segera berubah wujud, menyusul terjun ke arena, bertarung bersama Tara.

Zavaro berlari dan sigap tanpa basa-basi membakar setiap sosok strigoi yang mencoba menghadangnya dengan api biru dari telapak tangan. Makhluk-makhluk itu bahkan tak sempat melolong dalam kobaran maha panas beberapa detik sebelum menyisakan abu di lantai.

Jantung Zavaro memacu dalam debar emosi penuh kemarahan dan kecemasan saat matanya tak juga menangkap sosok yang ia cari. Tak sabar dan setengah putus asa, dia mulai berteriak memanggil Kayla.

ZORION ACADEMY (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang