New Black Man

118 11 0
                                    

Beberapa minggu setelah badai terjadi, Tanya hampir lupa jika dirinya telah melewati sesuatu yang hampir membunuh jiwanya. Sibuk bekerja di saat perusahaan Ayahnya yang dia pimpin semakin berkembang pesat, Tanya bahkan tak pernah lagi mengingat sebuah nama yang dulu pernah mengisi hatinya, tak juga pernah bertanya apakah pria itu masih bekerja padanya dan berada di kota ini.

Semua itu lenyap seketika karena segala rutinitas dan kesibukan Tanya, apalagi kini wanita itu kini telah ditemani oleh dua orang pria yang selalu setia menunggunya di luar sana. Tanya rasa hal itu cukup membuatnya merasa aman dan nyaman, apalagi Luis dan Alfred terlihat akur di luar sana.

"Bro, kau punya pena?" Alfred mendatangi meja kerja Luis yang ada di sebelah meja kerjanya, semenjak Luis bergabung dengan perusahaan ini. Alfred merasa semua bebannya menghilang begitu saja, Luis adalah pria yang cekatan. Bahkan, Luis yang selalu membuatkan bosnya secangkir kopi dan mengatur jadwal Tanya.

Luis terlihat mengeluarkan pena dari dalam kantung bajunya, memberikan benda tersebut kepada Alfred lalu kembali pada pekerjaannya. Sangat membosankan bagi Alfred, bagaimana mungkin ada sebuah robot yang memiliki tubuh layaknya manusia seperti ini. Luis bahkan berhenti bekerja jika jam istirahat atau jam kerja telah usai, selebihnya pria itu akan selalu berada di meja kerjanya di balik layar komputer.

"Apa kau sudah menikah?" Tanya Alfred lagi seraya menduduki sudut meja kerja Luis, sementara pria itu tak menjawab dan melihat Alfred dengam bingung. Luis sempat berpikir apakah rekan kerjanya itu straight atau tidak, terdengar dari pertanyaannya barusan.
"Ah, jangan salah sangka! Aku hanya mencoba memulai obrolan denganmu." Kata Alfred seolah mengetahui isi kepala Luis.

Luis yang sama sekali jarang berbicara jika bukan diajak berbicara terlebih dahulu merasa kaku, ia menjawab singkat kepada Alfred bahwa dirinya belum menikah dan tidak memiliki pasangan. Sementara Alfred menanggapi hal tersebut dengan santai, pantas saja pria berkulit coklat itu tidak memiliki kekasih. Dia bagai robot tampan yang hanya mementingkan pekerjaan, batin Alfred.

"Bagaimana denganmu?" Luis bertanya balik, suaranya terdengar sangat formal padahal obrolan mereka terasa santai bagi Alfred, pria itu bahkan tidak mengubah posisinya dan hanya duduk di kursi kerjanya.
"Aku? Ahh... aku adalah seorang pria dengan ambisi besar."

"...aku ingin merintis karir lalu fokus pada usahaku dan aku akan menjadi seorang bilionaire seperti Miss Tanya!" Jelas Alfred panjang lebar walau ia sendiri tahu itu semua hanyalah sebuah ambisi, merapihkan tempat tidurnya saja Alfred jarang melakukannya.
"Good for you!" Puji Luis, Alfred menaikan sebelah alisnya bingung, tanggapan pria itu tak jauh dari tanggapan bosnya Tanya.

Datar dan cuek..
Apa mereka berdua terbuat dari es dari kutub utara? Jika iya, semoga saja mereka berdua tak segera mencair seperti es yang ada di kutub utara karena efek globalisasi.
"Apa kau punya selera humor? Ku harap kau bukan robot seperti Miss Tanya." Kata Alfred yang mulai lelah mencari sebuah bahan obrolan sementara pria itu menanggapinya dengan singkat.

"Sepertinya kau harus kembali ke meja kerjamu!" Ujar Luis, namun Alfred tak menanggapinya dan mulai mengoceh berkata jujut kepada Luis untuk tidak terlalu kaku dalam bekerja. Seolah Alfred memiliki banyak pengalaman bekerja lebih dari Luis, padahal mereka sama-sama tahu jika Alfred adalah sorang fresh graduate yang baru saja memulai karirnya di tempat ini.

"Kau harus ekspresif, Lu! Seorang sekertaris harus aktif dalam berbicara dan menyampaikan pendapatnya." Jelas Alfred panjang lebar yang sebenarnya tak perlu Luis dengar, sementara Luis hanya menutup bibirnya sendiri dengan sebelah tangan sambil merunduk.

Alfred bisa terkena masalah jika seperti ini terus, "Lu, aku bicara padamu!"

"Ehem!!!" Dehaman seseorang tak jauh dari meja kerja mereka berdua berhasil mengejutkan Alfred dan membuat bibirnya diam, perlahan Alfred memastikan seseorang yang berdeham tersebut terdengar seperti suara seorang wanita. Dan benar saja, bosnya kini tengah berdiri di ambang pintu ruangan kerjanya sambil berkacak pinggang.

My Black Man (book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang