Setelah melihat pesan tersebut, Jevano langsung segera berlari menuju ruang UKS yang letaknya cukup jauh dari gedung fakultasnya. Pintunya ia buka menggunakan satu tangan yang tidak menggenggam apapun. Ia tidak akan berekspektasi bakal terjadi separah ini pada Naren.
"Gue udah bawa daun sirih. Kalo masih keluar darahnya, kita ke rumah sakit sekarang."
Tidak lama kemudian pintu kembali terbuka menampilkan Raka yang membawa sekotak makanan berat. Raka tidak peduli dengan pemandangan Jevano yang sedang membersihkan luka lebam Naren yang berada di tulang pipinya. Tugasnya hanya mengantarkan makanan saja.
"Dapet surat dari Guntur, katanya 'maaf udah mukul lo terlalu kenceng'" sebuah amplop berisi surat yang ditulis tangan oleh Guntur ia sodorkan pada Naren.
"Raka, kalo kata gue mending lo cepetan keluar deh, gue ga ada mood liat muka lo." Ujar Naren setelah mengambil surat yang diberi tadi.
"Anjing juga binik lo, Jev."
Jevano tidak menggubris perkataan Raka sama sekali. Ia masih fokus mengobati luka lebam pada pipi Naren, bahkan sampai Raka keluar pun Jevano tidak sadar.
"Udah ga keluar lagi kan darahnya?"
Naren mengangguk, "udah mendingan kok ini."
"Dua tahun bareng Narendra menurut gue banyak teka-teki." Dahi Naren mengerut, kenapa suaminya tiba-tiba celetuk seperti itu?
"Teka-teki yang bahkan gue rasa orang terdekat pun ga bakal bisa pecahin itu. Persoalan terlalu banyak pertanyaan yang selalu gue pikirin dari dulu sampai sekarang ga pernah gue temuin jawabannya. Kadang gue mikir, gue yang terlalu ga peduli, atau lo yang terlalu tertutup. Selama jalin hubungan sama lo, gue ga pernah denger cerita apa yang lo rasain tentang masa kecil lo. Gue cuma denger itu dari mulut ke mulut aja, paling detail juga penjelasan dari Papa Winata."
"Gue ga pernah jadi teka-teki, yang namanya kehidupan gue rasa harus fokus ke depan dan masa kini aja, ga perlu liat ke belakang. Semua pertanyaan lo udah terjawab, cuma antara lo yang ga peka sama lo yang ga paham. Sekarang gue cuma nuntut lo untuk diam dan jalani apa yang menurut lo bener. Soal gue biar jadi urusan gue sendiri, gue juga masih sanggup berdiri tanpa lo."
"Kenapa harus berdiri sendiri selagi ada gue yang bisa jagain lo di belakang?"
"Lo pemimpin, tugas lo di depan. Biarin gue yang jaga kalian dari belakang. Lagian apa yang harus diharapin dari lo? Gue aja lo sembunyiin." Ujar Naren yang sedikit terkekeh kecil saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Namun, Naren juga harus sadar, kalau suaminya ini terlampau pengecut dan ia harus bergerak sendiri sekarang.
Jevano terlampau malas membalas perkataan Naren. Ia malah pergi ke belakang untuk merapikan baskom berisi air bekas kompres luka Naren tadi. Naren hanya bisa memutar bola matanya tidak peduli, lalu tangannya mengambil surat yang diberi Raka tadi dan mulai membuka amplop tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka || NOMIN
Fanfiction⚠️MATURE STORY⚠️ ° Sequel dari book crazy challenge. Yang belum baca CC silahkan dibaca dulu, karena semua perkenalan tokoh lama ada di sana. Andai saja Naren bisa memutar waktu, mungkin Naren akan memutar waktunya sampai peristiwa saat ia melaksana...