16. Go Public

2.8K 310 29
                                    

Seisi Kampus memasang ekspresi tak percaya ketika motor yang digunakan Jevano dan Naren baru saja sampai di parkiran. Kejadian kemarin hanya diketahui oleh mahasiswa-mahasiswi yang mengambil jurusan yang sejalan dengan Jevano saja, maka dari itu semua anak fakultas kedokteran kini menatap dua insan tersebut sinis.

Betapa tak pedulinya Naren ditatap seperti itu, biarkan masalah kemarin ia halau sendiri dengan mentalnya yang tersusun begitu rapi. Helm itu dilepas, Jevano tersenyum manis saat ia bisa melihat wajah yang sudah tidak ia pandang selama dua hari.

"Jev, kalo dia ngajak mojok jangan mau, udah bekasan orang soalnya!" Seru seorang mahasiswa setingkat dengan Jevano membuat pemuda itu mengepal satu tangannya, tidak mungkin kalau ia tidak merasa kesal kalau kesayangannya mendapat julukan seperti itu.

Baru saja sang dominan ingin maju, tangannya sudah ditahan oleh Naren dan menyuruhnya untuk tidak ikut campur dengan masalahnya. Jika dipikir-pikir, citra Jevano lebih penting daripada nama Naren yang sudah di cap buruk satu Kampus.

"Gue mau langsung masuk. Pindahin aja motor lo ke parkiran belakang, biar deket sama gedung fakultas lo." Jevano hanya bisa terdiam melihat punggung lebar milik Naren yang kini perlahan menghilang menghampiri Winda dan Jidan. Dalam hatinya terus berharap suaminya itu bisa bertahan.

Disisi lain, selama Naren berjalan masuk ke gedung menghampiri Jidan dan Winda yang menunggunya di sana, ia sempat mendengar bisikan-bisikan buruk yang menyangkut reputasinya juga. Telinganya bahkan sedikit panas karena mendengar celotehan tak senonoh itu dari mulut mereka.

"Haduh gue pusing banget denger gosip-gosip tentang lo. Mereka nggak mau dengerin gue kalo sebenernya lo nggak kayak gitu. Padahal anak manajemen bisnis sama anak sastra bahasa udah pada bisa maklum karena kemarin Jevano sempet maki-maki Guntur. Anak fakultas kita kenapa pada kudet ya?" Ujar Winda.

"Ga tau, mungkin emang ini karma buat gue kali gara-gara pernah sekongkol sama Eric buat sebar video Ica waktu SMA." Winda mengangguk paham walau pikirannya tidak sampai ke sana tadi. "Eh, tadi lo bilang apa? Jevano maki-maki Guntur?"

Lagi-lagi Winda mengangguk, "Iya. Bukan cuma maki, dia ngewakilin kita yang udah muak buat nggak tonjok itu orang."

Warna merah mulai menjalar ke area pipi Naren tak tahu mengapa. Mungkin karena suasana dingin dari bangunan tinggi yang saat ini sedang ia pijak makanya kedua pipinya bersemu merah sekarang. Jevano membelanya? Di depan banyak orang? Sampai berani membuat luka di wajah sang lawan? Jevano tidak pernah melakukan itu sebelumnya, dulu saat SMA pun yang membantunya saat dimaki banyak orang, Jevano hanya duduk manis seraya melihat para pasukan tentaranya menyerang.

"Beruntung ya si lonlon, udah jual diri dari kecil tapi Jevano masih mau temenan sama dia. Kalo gue jadi Jevano sih ogah punya adek tingkat kayak dia!"

"Gue liat dia dibonceng Jevano tadi. Pasti hasil ngegatel tuh, kebayang banget muka dia pas mohon-mohon sama Jevano"

"Lah Jevano bukannya udah pacaran sama Carina yang satu circle sama dia? Kok malah boncengan sama maba kek dia sih?"

Jidan dan Winda bisa mendengar jelas celetukan-celetukan tak berguna dari anak-anak sejurusannya. Bukan hanya mereka yang termakan gosip Jevano sama Carina pacaran, dulu Winda dan Chendra juga pernah menelan mentah-mentah gosip itu. Padahal Carina masih sering memohon-mohon pada Winda agar tidak menjauh saat gadis itu ketahuan berbuat jahat.

"Berisik amat cocot beban keluarga" ucap Jidan pelan dengan ekspresi datar menatap orang-orang yang membicarakan Naren.

"JEVANO YANG NGAJAK GUA BERANGKAT BARENG DULUAN BANGSAT! ASAL LO SEMUA TAU KALO GUA GA PERNAH MOHON-MOHON SAMA JEVANO!" teriak Naren kesal. Entah berapa banyak orang yang saat ini menatap dia sinis.

Asmaraloka || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang