Setelah menjalani misi mencari sosok penjahat yang mengusik keluarganya kemarin, Jevano dan yang lainnya masih gagal menemukan Rama. Hingga pagi ini ketika ia bangun tidur, mengusap matanya yang gatal, dan mengawali pagi dengan melihat Naren yang masih tertidur lelap dengan lucunya, ia pun tersenyum sendu. Ia mengucapkan janji bahwa hidup peri cantiknya ini akan tenang setelah ini.
Sepersekian menit ditatapnya wajah Naren, kini pandangannya beralih pada nakas yang berada disebelah ranjang. Handphone nya tidak ada. Ingatannya masih sangat jelas memutar memori kalau ia menaruh benda pipih itu di atas nakas, lalu kemana perginya benda itu? Tidak mungkin ada pencuri yang mencuri handphone nya, kan?
Jevano mulai beranjak berdiri, melihat kondisi di luar kamarnya yang terdengar berisik. Di otaknya terus saja bertanya, sebenarnya apa yang terjadi?
"Kenapa, Dad?" tanya Jevano.
Laki-laki berumur yang mengenakan piyama tidur senada kini menoleh ke arah lantai dua, dimana sang anak bertanya di atas sana. Jevano masih memasang ekspresi wajah bingung khas bangun tidur, "Kamu liat handphone daddy nggak, Jev? Ini handphone daddy sama bubu hilang nggak tau kemana."
"Nggak. Jev aja baru bangun, kaget juga soalnya handphone Jev nggak ada di nakas. Pas keluar malah lebih kaget ternyata yang hilang bukan cuma handphone Jevan."
Ia lihat Bubu semakin panik, masa iya ada maling masuk ke rumah? Padahal semalam Jevano ikut bantu nutup jendela sama pintu rumah bareng Naren. Ia juga masih mengingat jelas jari suaminya itu sampai terjepit jendela dan terjadi kegiatan romantis antara mereka berdua.
Jika diteliti pun, dari kejauhan jendela dan pintu masih tertutup rapat dan tidak ada yang pecah atau rusak sama sekali.
"Soft file perusahaan kamu sebagian disimpen di handphone itu loh, Jef." Ujar Theo dengan suara yang bergetar.
Tanpa beranjak dari tempatnya, Jevano sempat terkejut saat punggungnya terasa merinding, seperti memiliki feeling akan ada yang menepuk bahunya. Benar saja setelah ia menoleh ke belakang ada sosok yang berantakan sedang menuju ke arahnya. Rambutnya tak beraturan, wajahnya masih sayu, dan suaranya pun masih berat khas bangun tidur.
Naren mengernyit melihat ekspresi Jevano yang sepertinya kaget akan kehadirannya, "sayang, liat hp aku nggak?" tanya Naren.
Jevano lagi-lagi menggeleng, "handphone aku, daddy, sama bubu juga hilang. Ini lagi pada panik karena nggak ketemu. Terakhir kamu taruh handphone kamu dimana?"
"Kalo aku inget aku taruh dimana juga nggak bakal nanya kamu, Jev." Balas Naren.
Ketika dirasa masalah ini tambah rumit dan memiliki banyak korban, Jevano pun maju memberi saran agar mereka berpencar untuk mengecek sampai setiap sudut rumah. Dibantu oleh Jeffrey yang membagi tugas lokasi apa saja yang harus mereka cek.
Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi, itu sudah sekitar satu jam mereka mencari dan tidak membuahkan hasil sama sekali. Sampai pada saat Jevano ingin kembali ke titik kumpul, Jevano melewati kamar Marka yang sudah lama kosong, dan kini menjadi kamar anak-anaknya untuk sementara. Entah mendapat bisikan darimana, tetapi tiba-tiba saja Jevano ingin melihat kondisi anak-anaknya yang mungkin masih tertidur.
Knop pintu ia buka perlahan sampai terbuka sempurna. Seketika laki-laki itu pun tersenyum melihat bagaimana cantiknya Narapati yang masih tertidur pulas di atas kasur. Tenang, sehingga ia memutuskan untuk menghampiri anaknya tersebut dan mengucap surai Narapati dengan halus.
Mengingat bagaimana semalam Narapati menangis hingga larut karena berebut mainan dengan Jenantara, Jevano harus dilanda kecemasan lagi karena anak itu tidak berada di atas kasurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka || NOMIN
Fanfiction⚠️MATURE STORY⚠️ ° Sequel dari book crazy challenge. Yang belum baca CC silahkan dibaca dulu, karena semua perkenalan tokoh lama ada di sana. Andai saja Naren bisa memutar waktu, mungkin Naren akan memutar waktunya sampai peristiwa saat ia melaksana...