13. Timbal Balik

2.6K 277 48
                                    

Guyuran air dingin bercampur suhu panas khas siang hari menghantam habis-habisan tubuh Jevano. Tak peduli jika ia akan terserang flu nanti, tetapi fokusnya tertuju hanya ingin cepat sampai di Kampus dan memberi Guntur pelajaran. Membutuhkan beberapa menit untuk mandi, Jevano segera mengambil tas kebanggaannya lalu pergi keluar.

Saat pemuda itu sedang mengunci pintu utama, indera pendengarannya menangkap seperti ada suara mesin mobil menyala yang semakin terdengar mendekat. Ternyata benar saja, ada sebuah mobil yang tiba-tiba saja berhenti di depan rumahnya. Betapa sumringahnya ia ketika meneliti mobil yang terparkir depan rumahnya ini adalah mobil yang dipakai Naren semalam. Jevano berharap itu Naren.

Alih-alih perasaannya yang sumringah cerah, bukan suaminya yang turun dari dalam mobil, tetapi sang kakak ipar yang beda dua tahun dengannya itu.

"Kak Der? Naren mana? Naren pulang, kan?" Tanyanya tak tahu diri.

Bukannya menjawab, Deran malah melontarkan pertanyaan yang lain untuk Jevano.

"Kembar mana?"

Suasana menjadi canggung. Jevano tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi beberapa detik ke depan, namun setelah pertanyaan itu dilontarkan, Yoga datang bersama dengan anak kembarnya.

"Nih anak lo! Nggak mau disuapin makan katanya kalo nggak disuapi sama papinya. Mami juga udah nyerah, tadi aja Jenantara sampe nangis kejer sambil nyebut nama suami lo." Ucap Yoga.

"Thanks, Yog."

"PAPAAA!! OM!! HUWAAAA NANA KANGEN OM DELAN!" pekik Nara kesenangan. Diikuti oleh Jenan yang langsung memeluk Deran dengan erat.

Bau khas anak bayi, bedak yang sedikit dempul, dan boneka yang dipeluk oleh Narapati menandakan kalau kedua anaknya baru saja selesai mandi. Deran mengangkat tubuh Narapati dan Jenantara yang menyambutnya dengan gembira.

Ternyata Deran tak datang sendiri, ada Rendy yang keluar dari mobil hanya untuk membawa Narapati dan Jenantara masuk ke dalam mobil. Saat itu juga Yoga maupun Jevano kebingungan, mau dibawa kemana dua anak itu.

"Gue bisa pastiin beban lo bakal ringan abis ini, Jev. Lo ga perlu mikir tagihan listrik, lo ga perlu mikirin biaya sekolah Nara sama Jenan dua tahun ke depan, lo ga perlu ribet mikir keuangan rumah tangga dan lain-lain sebagainya." Deran menepuk pundak Jevano. "Nice try, Jevano Adiputra! Kisah pernikahan lo kali ini memang gagal, lo bisa coba lagi dilain waktu."

Deran meraih tangan Jevano, kemudian ia taruh sebuah amplop yang tak diketahui isinya oleh pemuda bermarga Hartawan itu pada telapak tangan. Keringat dingin yang ia rasakan. Yoga maupun Jevano kini tak berkutik apapun saking tak tahu harus berekspresi seperti apa.

"Oh iya, hak asuh Nara sama Jenan bakal jatuh ke tangan Naren. Enak, kan? Hidup lo udah gue bikin gampang. Rebut noh semua masa muda lo yang ga terpenuhi itu." Ujar Deran beruntut.

"Gak! Lo mau misahin gue sama keluarga gue?!"

"Lah? Gue nggak pernah misahin lo sama keluarga lo! Om Theo masih mau nerima lo pulang tuh!"

"No... Maksudnya Naren dan anak-anak gue. Ayolah, ini masalah kecil yang bisa gue atasin sendiri! Gue bisa hajar orang yang nyakitin adek lo!"

"Dih, padahal dari awal juga masalahnya ada di elo!"

"GUE NGGAK SENGAJA! Cuma karena gue nampar adek lo, apa gue jadi kehilangan tanggung jawab gue dan keseringan lakuin itu? GAK, KAK! Gue bantah keras!"

Jenantara melihat perdebatan itu dari dalam mobil. Rendy pun ikut khawatir dengan perasaan Jenantara saat ini.

"Om... Nampar itu... apa?" Tanya Jenantara. Rendy gugup tak tahu ingin menjawab apa kepada anak berusia dua tahun itu.

"Nampar itu pukul, sayang. Jenan kalau udah besar jangan suka tampar-tampar, ya?" Jawab Yudha yang duduk di kursi sopir. Dengan polosnya anak itu pun mengangguk patuh.

Asmaraloka || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang