17. Kejadian Siang Tadi

2.6K 288 12
                                    

Naren berjalan menuju keluar Kampus untuk menemui ojek online  dengan gerak tubuhnya yang bergetar. Tangannya dingin, ditambah angin sore yang cukup kencang menghembus rambut Naren berkali-kali dan membuat bulu kuduknya juga ikut berdiri kedinginan sekarang. Pipinya merah hingga ke telinga dan bibirnya tak berhenti tersenyum seperti orang gila.

Saat Naren sudah tepat berada di depan seorang pria tua berprofesi ojek online itu pun mendapatkan sodoran helm khusus penumpang yang seharusnya Naren pakai. "Atas nama mas Narendra?" Tanya bapak itu, dan di sahut anggukan oleh Naren.

"Iya, pak. Anu, boleh nggak kalo saya pake helm punya saya sendiri? Saya bawa helm nih soalnya."

"Boleh, mas, kalo gitu ini helmnya saya balikin lagi saya taro di bagasi jok ya?"

"Iya, pak."

Tak lama setelah helm itu sudah diletakan ditempat yang aman, mereka pun segera berangkat menuju kediaman Maheswara. Helm yang Naren pakai saat ini adalah salah satu alasan mengapa pemuda itu selalu saja tersenyum menampilkan gigi rapinya. Bahkan saat motor mereka berhenti di lampu merah, pria yang membonceng Naren ikut bingung dan beberapa kali bertanya karena melihat keadaan Naren dari kaca spion, namun Naren hanya menjawabnya dengan gelengan.

Siang tadi tepatnya saat kelas pertamanya selesai, ia sempat bertemu dengan Jevano di koridor fakultasnya. Pertemuan itu sudah direncanakan Jevano sebelumnya, pemuda itu sengaja mencarinya untuk berbicara sebentar. Suasana ramai di sana seketika hening menatap mereka berdua dan sedikit terdengar berbisik-bisik.

Tangan kirinya diambil oleh orang yang berstatus sebagai suaminya itu, lalu Jevano mengambil sebuah spidol dari dalam saku celana bagian belakang, dibukanya tutup spidol tersebut dengan digigit dan dibuang begitu saja setelahnya.

Naren yang terheran-heran pun hanya bisa mengerutkan dahinya tak mengerti apa yang akan dilakukan suaminya kali ini. Sudah kesekian kali ia bertanya pada Jevano dengan suara lirih, namun hasilnya nihil, Jevano masih menyuruhnya diam. Spidol hitam yang dikendalikan Jevano menuliskan nama lengkap pemiliknya dengan rapi pada lengan Naren.

"Hah? Sumpah gue nggak ngerti apa tujuan lo nulis nama lengkap lo ditangan gue."

"Gue cuma mau kasih watermark aja, biar orang lain tau kalo gue itu punya hubungan spesial sama lo, bukan sama Carina."

Naren ingat betul bagaimana sorak sorai menghujani dirinya. Bukan karena gembira, tapi sebagai tanda tidak terima kalau Jevano dekat dengannya. Lagi pula kenapa tiba-tiba sekali suaminya bertingkah begini sih?

Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, perkataan Jevano sukses membuat Naren luluh, padahal seharusnya ia masih marah pada pemuda ini. Jevano membelanya, membuat semua orang di sana diam membisu dan berhenti memberikan komentar buruk untuk mereka, memberi penjelasan yang sebenarnya kepada anak-anak sejurusannya dengan detail.

Ajaibnya mereka semua percaya dengan ucapan Jevano. Ternyata jiwa pemimpin masih tertanam didalam diri orang didepannya ini.

Mereka berlomba-lomba menjabat tangan Naren, mengucapkan kata maaf berkali-kali sampai mendapatkan maaf  dari Naren. Lalu pada akhirnya, Naren diajak ke gedung fakultas manajemen, dimana ia mendapatkan banyak makanan enak di sana.

Keduanya baru saja makan di Kantin sana, dan mengelilingi lorong gedung yang jarang dilewati anak manajemen bisnis. Pembicaraan kecil pun di mulai dengan tujuan rasa canggung diantara mereka usai. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan sederhana, bahkan dari pembicaraan tersebut Naren jadi tahu bagaimana effort Jevano untuk mencari jokes bapak-bapak hanya demi menghiburnya.

"Bener kata orang-orang, kita itu nggak cocok. Lo terlalu perfect dan gue yang terlalu oon. Masa bisa anak sejurusan gue percaya sama omongan lo, padahal penjelasan yang gue ucap sama persis kayak yang lo bilang tadi?" Protes Naren.

Asmaraloka || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang