Sekarang hari sabtu yang berarti malam minggu telah tiba. Litha tadi siang pamit padaku untuk pulang ke rumah orangtuanya. Dia juga mengatakan padaku kalau tiap weekend ia disuruh pulang dan kembali pada keluarganya.
Tiba-tiba ucapan Darrel kala itu terngiang di kepala. Apakah yang ia maksud memintaku hati-hati di saat malam minggu karena aku pasti sendirian tanpa teman?
Jika memang begitu, benar apa kata Darrel. Malam ini terasa mencekam. Bulu tengkukku serasa berdiri semua. Sendiri memang tidak enak, apalagi berada dalam rumah sebesar ini.
Aku berusaha sesantai mungkin dan mengerjakan kegiatan seperti biasanya. Makan malam bersama Darrel sudah kelar satu jam yang lalu, meski dia lebih banyak diam daripada mengajakku ngobrol. Aku juga selesai beres-beres kamar, pun ibadah salat sudah.
Aku merasa tak tenang di dalam kamar sendirian. Ah, ini gara-gara Darrel. Harusnya dia tak mengatakan apa pun waktu itu padaku mengenai malam minggu. Bikin takut mendadak. Membuatku paranoid.
Setahuku dalam kehidupam remaja malam minggu diisi dengan hal-hal yang seru dan mendebarkan. Kaum muda akan lebih memilih jalan-jalan dan menikmati suasana malam dengan bahagia bersama pasangan maupun para sahabatnya.
Bukan malah sepertiku. Teman nggak punya, pasangan pun apalagi?
Aku memberengut memikirkan nasibku. Ish! Kuentakkan kakiku kesal. Coba Darrel waktu itu diam saja dan tak menyinggung apa pun tentang malam ini, mungkin aku nggak bakal setakut dan sepengecut sekarang.
Daripada aku tersesat akan pikiran sendiri, kuputuskan untuk keluar kamar. Di luar pintu saat aku akan turun ke bawah, aku mendadak diselimuti keraguan. Rumah Darrel berada di paling ujung dan satu-satunya rumah yang anehnya jarak terjauh dengan tetangga lain. Jalan di area ini juga buntu, sehingga akan terasa sepi dan menyeramkan jika malam tiba.
Bisa dibilang rumah ini sangat terpencil, karena ada lahan kosong luas di sebelahnya, dengar-dengar selama puluhan tahun tidak pernah ditempati orang. Dari mana aku tahu? Saat berangkat sekolah aku pernah iseng bertanya pada salah satu orang yang berpapasan denganku di tengah jalan.
Beliau mengatakan, "Lahan kosong itu sudah lama tidak ditempati orang, sudah puluhan tahun. Meskipun si pemilik lahan sudah menjual tanah tersebut di berbagai jasa agen properti, tetap saja tidak ada yang mau."
"Tidak ada satu pun? Kok aneh, ya, Bu?" tanyaku saat itu kepada ibu-ibu yang terlihat akan berangkat belanja kebutuhan dapur.
"Sebenarnya bukan tidak ada, cuma setiap ada yang datang untuk melihat-lihat itu tanah, selalu saja hari-hari berikutnya tidak ada kabar dari orang tersebut. Kemungkinan batal dan seterusnya seperti itu sampai sekarang. Dibiarkan kosong tanpa penghuni."
"Barangkali karena tempatnya memojok ya, Bu? Jadi terlihat sepi, makanya banyak yang enggan beli tanahnya. Lebih-lebih area sini jalannya buntu mentok di rumahnya Om Pram."
"Oh, Pram. Orangtuanya dulu cara meninggalnya sangat misterius."
Dahiku berkerut. "Maaf, misterius bagaimana maksudnya?"
Kulihat ibu yang terlihat sudah menginjak usia 50 tahunan itu menengok kanan kiri dan berbisik lirih padaku. "Orangtuanya yang laki-laki ditemukan meninggal di atas lahan kosong itu dengan keadaan seluruh tubuh gosong, Nak."
Mataku membelalak syok. Darah di sekujur tubuhku seakan naik ke titik kepala dan mengantarkan rasa takut yang mencekam.
"K-kok, bisa?" ujarku dengan suara gemetar.
Beliau mengangkat bahunya. "Nggak ada yang tahu apa penyebabnya."
"Kalau istrinya bagaimana meninggalnya, Bu?" Tetiba aku penasaran dengan riwayat meninggalnya sang istri. "Apa ada kejadian misterius juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA
HorrorSelama dua tahun aku hanya mampu mengagumi Darrel dari jarak jauh, mungkin kemudian Tuhan merasa kasihan padaku, hingga memberi kesempatan untukku agar lebih dekat lagi dengannya. Melalui sebuah kebetulan yang tak terduga, aku bisa serumah dengannya...