11. Bayangan Hitam

327 52 48
                                    

Ada seseorang yang tengah melihatku tajam. Entah siapa.

Kosong.

Di sini tidak ada siapa pun, kecuali Litha yang sudah tertidur. Anehnya aku bisa merasakan tusukan tatapan lain yang begitu tajam menghunus seluruh tubuhku. Aku tegang.

Ada sekelebat bayangan hitam berjalan ke arah luar. Mataku mengedip dua kali. Aku berdiri dan perlahan berjalan sampai di depan pintu.

Brak!

Aku berjengit. Suara itu dari luar. Seperti sebuah pintu yang diayun secara kencang.

Aku keluar kamar dengan perasaan was-was. Seluruh ruangan terlihat menggelap. Lampu-lampu di sepanjang lorong dimatikan. Membuat rumah ini kian seram.

Tap ... tap....

Aku mendengar langkah kaki. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku. Aku nggak bisa melihat. Semuanya terlalu gelap. Sepi. Mungkin, semua juga telah terlelap dalam keheningan malam.

Tap ... tap ... tap....

Aku mendengarnya lagi. Kini begitu jelas. Bahkan teramat jelas. Aku berjalan dan berhenti di depan kamar Darrel. Suara itu ... aku yakin berada di kamarnya Darrel.

Kriiiieeeet!

Bunyi derit tertangkap di indra pendengarku. Pintu di hadapanku mendadak terbuka. Lebih tepatnya, setengah terbuka. Aku menelan ludah. Ketakutan mulai mencengkeram, membelitku dengan mengantarkan sebuah pikiran-pikiran aneh.

Aku masih terdiam. Tidak beranjak sedikit pun. Kukepal erat kedua tangan sambil kuamati saksama dan memasang telingaku baik-baik.

Saat kurasa tidak ada suara-suara lagi, lima menit berikutnya sesosok bayangan hitam muncul lagi. Namun anehnya, kali ini bayangan hitam itu seakan menimbulkan suara langkah kaki. Tidak, bukan langkah kaki. Tidak-tidak. Maksudku langkah kaki, tetapi terdengar seperti diseret.

Otot di tubuhku semakin menegang. Kaku. Aku ingin kembali ke kamarku saja, tapi rasanya seakan-akan aku tak punya kendali apa pun terhadap tubuhku sendiri.

Berbalik. Lari!

Aku memerintah, memekik tanpa suara. Akan tetapi organ di tubuhku tak kunjung bergerak. Menggelengkan kepala pun tidak mampu. Serasa ada yang mengikatku begitu kuat.

Perlahan tapi pasti, bayangan hitam yang kulihat tadi lambat laun membentuk sosok hidup. Awalnya yang terlihat hanya sesuatu kehitaman layaknya kita melihat bayangan seseorang berdiri di siang hari. Tapi ini berbeda. Sungguh.

Kian lama bayangan itu menunjukkan sebuah bentuk. Bergoyang-goyang maju, dan makin lama makin menampakkan siluet.

Aku menyipitkan pandanganku, mencoba fokus pada apa yang ada di hadapanku. Tanpa sadar, sedikit demi sedikit kakiku bisa kuajak melangkah masuk ke dalam kamar tersebut.

Klik.

Aku kontan berbalik. Pintu itu menutup dengan sendirinya. Panik menyerbu. Kugerak-gerakkan gagang pintu agar bisa terbuka, tetapi tetap tidak bisa. Aku menggedor-gedor daun pintu sekuat tenaga, berteriak sekencang mungkin, tetap saja nggak ada yang menolong. Menyahut pun tidak!

Suara seretan kaki kembali terdengar di antara malam yang sunyi dan kelam. Makin nyaring saat kusadari seperti ada bunyi aneh antara benda dan lantai.

Kubalikkan badanku sembari bersandar di daun pintu. Kurapatkan punggungku melekat di sana. Dadaku naik turun. Sesak. Rasanya aku ingin menangis saja.

Ya, Allah, lindungi aku.

Aku berdoa seraya menyatukan kedua telapak tangan. Untuk sesaat aku hanya diam, lalu akhirnya memberanikan diri melangkah lebih masuk ke dalam kamar yang agak gelap ini.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang