Aku tidak percaya ini. Dia di hadapanku. Dia Darrel. Tapi, kenapa penampilannya sangat berbeda dengan dia yang ada di sekolah? Apakah aku salah mengenali orang?
"Kak Darrel!" panggil Litha.
Kepalaku menengadah, mengarah pada Litha yang tersenyum dari lantai 2. Tetapi, kenapa Litha juga memanggilnya Darrel? Berarti aku nggak salah orang, kan? Jadi, rumah besar ini punya dia?
"Tunggu, Kak!" pekiknya lagi.
Aku melihat Darrel mendongak ke arah Litha. Gadis ceria itu melambai, lalu berlari kecil menuruni tangga dan menghampiri kami.
"Kak Key, ayo ikut aku ke atas," ucap Litha saat sudah berada di antara kami berdua. Kemudian ia berpaling menghadap Darrel. "Kak Darrel juga jangan pergi dulu. Ikut aku ke atas."
Tiba-tiba Litha menarik tanganku beserta Darrel. Aku diam, bingung bercampur heran. Aku nggak tahu apa yang akan dilakukan Litha.
Sampai di puncak tangga, Litha menarik kami agak minggir lebih mendekat ke dinding. Aku menatap Litha was-was sambil sesekali mataku melirik cowok di depanku, sedangkan Litha di tengah. Aku dan Darrel berhadap-hadapan membuatku berkali-kali harus menetralkan detak jantungku.
Ia memakai jaket berhoodie dengan kancing full di bagian depan dari atas hingga bawah. Melekat sempurna di tubuhnya.
"Kak Darrel, ini Kak Key yang aku ceritain kemarin. Dia yang nanti jadi teman sekamarku."
Ternyata Litha mau memperkenalkan kami. Sekilas aku memandang Darrel dengan gugup, dan aku yakin mereka pasti melihat jelas dari tubuhku yang kini tak mau diam. Kaki bergerak-gerak gelisah, mataku berlari ke sana kemari, nggak berani menatap langsung matanya.
"Oh, baguslah."
Kuputar kepalaku cepat saat mendengar jawaban yang bernada biasa dan datar darinya. Ia menatapku dalam diam, juga tenang. Namun, aku bisa merasakan perbedaan sikapnya saat di sekolah dan rumah. Apakah ini benar Darrel yang sama? Kenapa di rumah ia begitu dingin?
Oh, tidak-tidak. Terakhir bertemu denganku pun ia juga memasang wajah dingin padaku. Tapi....
"Kak Darrel! Kok gitu sih ngomongnya? Yang sopan dong. Awas saja nanti kalau Kak Key nggak betah, itu berarti salah Kak Darrel."
Aku menatap bingung Litha, ia kini seakan terlihat ngambek. Kedua tangannya ia lipat di depan dada, bibirnya pun mengerucut maju. Ia tak peduli meski ada aku di sini.
Beberapa detik lamanya, Darrel tahu-tahu mengacak rambut Litha. Gemas. Memang siapa yang nggak gemas melihat Litha selucu dan semanis itu? Namun jika mau jujur, melihat itu aku malah merasa hatiku ada yang mencubit kecil-kecil. Bukan sakit, malah bikin nyeri. Dan ngenes. Habis, Darrel menunjukkan senyumnya hanya untuk Litha. Ih, kok aku gini sih!
"Aku Darrel."
Mataku mengerjap-ngerjap diiringi irama jantungku yang makin bertambah cepat. Tangan itu sengaja ditujukan padaku, kan? Nggak mungkin Litha, karena sekarang jelas tangan besar itu mengarah padaku. Di depanku.
"Kak Key, tangan Kak Darrel dibalas dong...."
Kesadaranku kembali ketika kudapati Litha menegurku. Aku terkesiap dan langsung menjabat tangan Darrel yang masih ada di udara menunggu kusambut.
Tangan kami bersatu. Kulit bertemu kulit. Telapak tangannya menggenggamku dengan lembut dan rasanya aku bisa merasakan sengatan listrik bertegangan tinggi yang sering kudengar dari teman-teman sekelas waktu menceritakan kencan pertama mereka. Bukan mendengar secara langsung, yang kumaksud hanya tak sengaja mendengar. Memangnya sejak kapan mereka mau bercerita padaku dan menganggapku sebagai teman yang benar-benar teman?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA
HorrorSelama dua tahun aku hanya mampu mengagumi Darrel dari jarak jauh, mungkin kemudian Tuhan merasa kasihan padaku, hingga memberi kesempatan untukku agar lebih dekat lagi dengannya. Melalui sebuah kebetulan yang tak terduga, aku bisa serumah dengannya...