PL 9 ~

103 21 0
                                    

"Airin! Awas!"

Teriakkan di dalam mimpinya membuat April terbangun dan badannya berkeringat dingin. Mimpinya kembali lagi setelah cukup lama menghilang. Setelah ia melihat kecelakan mobil dihadapannya, ia mencoba mengingat kejadian kecelakan Airin, tapi ia jadi sering bermimpi buruk. Yang ingat hanya melihat Airin yang tertabrak dan tidak ada ingatan apapun lagi.

Ketukkan di pintunya membuat April tersadar dan menyibak selimutnya. Ia menatap dirinya di cermin berusaha tersenyum. Setelah menemukan senyuman yang diinginkan nya ia membuka pintu tersebut.

"Anak bunda udah bangun?"

April tersenyum mengangguk membalas senyuman bundanya. "Kamu kenapa, ac kamarmu mati?" tanya Dea khawatir melihat wajah berkeringat dan pucat April.

"Mimpi buruk bun," ucap April pelan.

"Kamu lagi sering mimpi buruk ya?" tanya Dea khawatir. " Kalau gitu kamu makan dulu ya, bunda udah buat susu vanila dan sama roti selai kacang kesukaan kamu," April hanya tersenyum kecil mendengar semua makanan kesukaan Airin. Ia tak pernah menyukai susu vanila, ia menyukai susu strawberry. Ia juga tak menyukai roti, ia menyukai nasi goreng. Hanya wajah mereka yang serupa tapi selebihnya mereka sangat berbeda dalam beberapa hal dan kesukaan.

"Boleh makan nasi goreng bunda?"

"Nasi goreng ga baik sayang, nanti kamu malah sakit, bunda kan udah buatkan makanan kesukaan kamu."

April menatap wajah bundanya yang menatap serius padanya. Ia tak bisa melukai perasaan bunda, toh dia harus berterimakasih pada Bunda dan Airin, karena Airin dia bisa seperti sekarang. Menjadi Airin bukan hal yang sulit. Ia hanya perlu menjadi Airin untuk Bunda.

"Ya udah bunda, Airin sarapan dulu ya," ucap April cepat melangkah ke meja makan. Sedangkan Dea masuk ke kamarnya, untuk melihat kamarnya.

April tersenyum melihat ayahnya yang sedang duduk di sana. "Kamu pucat banget, April?" tanya Eru membuat April menatap ayahnya panik.

"Airin, Yah!" bisik April melihat Dea masih di dalam kamarnya.

"April, ayah udah bilang kamu ga perlu jadi Airin, bunda kamu hanya perlu proses menerima kamu lagi," ucap Eru khawatir.

"Tapi, bunda akan mengamuk, April lebih sakit melihat itu, daripada mendengar bunda memanggil Airin," ucap April dengan dada yang sudah sesak. Ia ingin menangis sekarang.

"Itu karena bunda ga minum obat kan, kalau ada, dia ga akan mengamuk, kamu harus jadi April, kamu di sini bukan untuk gantikan Airin," balas Eru melihat wajah terluka anaknya.

"Airin, kok belum makan?" tanya Dea menatap April yang serius berbicara pada suaminya.

"Eru, kamu jangan ganggu Airin dulu, dia belum makan tuh," ucap Dea mengambil piring dan susu yang sudah disiapkan ke hadapan April.

April tersenyum mengangguk sambil mulai meminum susunya dengan mengernyit tak suka. Ia tersenyum ragu pada bundanya yang tersenyum menatapnya.

"Dea," panggilan Eru pada istrinya membuat April menatapnya khawatir.

"Kenapa?"

Eru menghembuskan nafasnya. "Sini, kita makan sama-sama," ucap Eru tersenyum manis pada Dea. April tersenyum pada Eru pertanda terimakasih sudah mau mendengarkannya.

****

 "April."

April menoleh merasakan seseorang memanggilnya. Beberapa hari ini, hal itu sering terjadi. Ia merasa ada yang selalu memanggilnya. Tapi jika di cari tidak ada siapapun. Seperti sekarang ia sedang duduk sendiri tapi suara aneh itu kembali muncul. 

Perfect Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang