PL 19 ~

71 17 1
                                    

Elisa keluar dari mobilnya kemudian tersenyum pada Mentari dari kejauhan. Ia melangkah mendekat pada Mentari yang sedang menunggunya.

"Hari ini kamu mau kasi makanan lagi ke Azel?" tanya Mentari menatap tas bekal yang berada di tangan Elisa.

"Tentu," ucap Elisa santai.

"Emang ga cape ya, buat bekal gini?"

"Enggak, palingan pembantu di rumah yang capek, mana sempat sih aku buat bekal, untuk aku siap-siap aja udah mepet," ucap Elisa santai membuat Mentari tertawa.

"Well, hari ini aku harus baik-baik dengan Jay," ucap Mentari lelah.

"Ya, ga apa-apakan, dia bisa kamu jadikan tukang suruh-suruh," ucap Elisa tampak santai dan tak perduli. "Lagipula kayaknya aku udah tahu cara deketin Azel," lanjut Elisa senang membuat Mentari mengerutkan alisnya.

"Yakin? udahlah Elisa, mending lupain aja, kamu yang awalnya tak mau kalah, nanti benaran suka dia, bisa susah loh, Azel itu bahkan kayaknya ga punya hati deh, dia aja selalu kasar dengan Jay, aku hanya heran Jay mau aja dekat-dekat dia," ucap Mentari panjang tapi Elisa tak ambil pusing dan sibuk mengitari pandangannya ke sekitar tempat mencari seseorang.

Elisa menemukan seseorang yang ia cari. Ia tersenyum membuat Mentari menatap arah pandang Elisa. Di sana ada April yang sedang bercanda dan merangkul lengan Sivia masuk ke dalam kampus.

"Kamu pasti ada rencana ya?" tanya Mentari penuh selidik menatap Elisa. "Oh,iya, Jay bilang Airin sering main ke rumah Azel loh, kayaknya saingan kamu boleh juga," lanjut Mentari membuat Elisa tersenyum remeh.

Elisa kembali mengingat pembicaraan Azel ketika kemarin tak sengaja melihat Azel sedang duduk di taman sendirian. Awalnya ingin menyapa, tapi ia menemukan Azel berbicara sendiri. Entah pada apa? Entah itu Airin atau bukan. Tapi ia jelas tahu April itu bukan Airin. Itu berarti dirinya tidak salah melihat dulu.

"Berisik, intinya April sudah tahu, dan aku juga sudah jujur dengan dia tentang adanya kamu di sini, tapi aku tidak mengatakan apapun soal keinginan kamu,"

"Jadi maksudmu kukatakan pada April, kamu menyuruhku mendekatinya, kamu yang membuat dia dekati berbagai arwah? Kamu bahkan membuatnya hampir celaka dengan hal konyol yang kamu lakukan untuk aku bersamanya?"

Elisa berjalan mendekat pada April diikuti Mentari. Ia tampak tersenyum senang dan ramah membuat April menatapnya bingung.

"Hai?" sapa Elisa santai.

"Ngapain kamu di sini? Aduhh.. sama siapa kamu? ah, ini si tukang selingkuh, Pril!" ucap Sivia dengan ekspresi tak percaya dan mengejek. Sedangkan April hanya mencubit pelan lengan Sivia agar tak sembarangan.

"Jangan sembarangan ya, siapa yang kamu bilang tukang selingkuh!" seru Mentari sebal.

Sivia bergidik dan mengangkat bahunya seakan tak peduli sambil menarik April berjalan lagi. "Ayo, Pril!"

Elisa menarik sisi tangan April yang lain. "Aku ada urusan dengan Airin, ehm atau aku harus memanggil April ya?" tanya Elisa santai membuat April menatapnya bingung.

"Urusan apa ya," balas April mencoba ramah.

Elisa mendorong April sampai terhuyung membuat Sivia geram. "Apaan sih!" seru Sivia kesal melihat April yang tampak terkejut dan hanya menatap bingung pada Elisa.

"Kayaknya kamu bukan Airin deh, reaksi Airin itu harusnya kayak kucing liar, kayak Via tadi, disenggol aja dia bisa kesal, kamu malah diam aja," ucap Elisa santai membuat April makin mengerutkan keningnya tak mengerti. Mengapa mendadak dirinya harus marah-marah, memangnya Airin seperti itu?

Perfect Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang