Airin dan Dimas berdiri dari kejauhan melihat Azel yang turun dari motornya. Berdiri di rumah minimalis dengan halaman yang cukup besar, itu adalah rumah April. Dan tentu juga rumahnya Airin. Azel dengan kejam tak membolehkan mereka ikut campur urusannya. Padahal urusan tersebut berhubungan dengan adiknya. Jadi sebenarnya mereka boleh ikut campur. Ia sebenarnya ingin tahu apa yang akan dikatakan Azel pada April. Awas saja sampai mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya!
"Aku peringatkan ke kalian berdua ya, untuk tidak mengikutiku!"
Airin mengingat kembali kata-kata Azel pada mereka. Kalau aku masih hidup tak akan mau dia merestui. batin Airin kejam menatap penuh amarah. Tapi kemudian Airin menggeleng ia juga tak rela memberikan April pada lainnya, karena April itu terlalu baik. Ia bersedekap makin kesal. Kenapa ia punya adik yang baik seperti itu.
"Kita harus banget di sini ya?" tanya Dimas melihat ke arah atas memperhatikan pohon besar yang sepertinya berpenghuni.
"Diam, Azel itu bisa dengar kita!" seru Airin kesal.
"Ini jauh Rin, kita aja ga bakal bisa dengar pembicaraan mereka!" balas Dimas tak mau kalah.
"Berisik!" seru Airin sebal.
"Azel kan ga bolehin, mending kita pergi aja, cari hiburan gitu?" Airin menatap sebal pada Dimas.
"Kamu saja sana!" seru Airin kesal membuat Dimas mendengus sebal.
"Awas kalau marah ya!" seru Dimas balik membuat Airin berdecak kesal dan menoleh menatap Dimas yang terkekeh.
Di tempat lain. Azel berdiri canggung di depan rumah April. Ia berakhir di sini karena tak menemukan nomor ponsel April di ponselnya. Ia baru sadar selama ini tak pernah memiliki nomor tersebut karena mereka tak pernah saling menghubungi. Ia menatap pagar yang terbuka dan melangkah masuk ke dalam kemudian menekan bel.
Seseorang membuka pintu membuat Azel tersenyum sopan. Ia masih mengingat wanita paruh baya dihadapannya adalah bunda April.
"Cari siapa ya?"
"Siapa Dea?" tanya seseorang pria membuat Azel kikuk.
"Ehm, ga tahu, Eru," balas Dea menatap suaminya.
"Saya Azel, saya temannya April tante, om, April ada gak ya?" tanya Azel sopan.
"Ada, kamu temannya, tumben ada teman yang main ke sini, ini pertama kalinya loh, April kedatangan teman," ucap pria yang dipanggil Eru tadi.
"Ayo masuk," ajak Eru santai membuat Azel yang sebenarnya enggan akhirnya melangkah masuk. Ia memperhatikan sekeliling rumah tersebut.
Azel mengerutkan keningnya saat melihat foto-foto yang ada di dalam rumah tersebut hanya ada terdapat 3 orang. Aneh. Dan April pertama kali kedatangan teman? Jadi selama ini tidak ada siapapun yang pernah datang?
April berlari kecil keluar melihat tamu yang katanya mencari dirinya. Ia melototkan matanya menemukan Azel yang sedang menatap pigura di dinding dengan serius.
"Kamu kenapa ke sini?" tanya April panik memegang lengan Azel. "Kita perlu bicara mengenai..." April bergerak cepat mencubit lengan Azel membuatnya meringgis.
"Akh.."
April mengangkat telunjuk didepan bibirnya pertanda diam. Ia tak mau sampai orang tua nya tahu tentang hal yang dibahas Azel.
"April, temenmu diajak duduk donk," ucap Eru memperhatikan kegiatan anaknya membuat April melangkah mundur.
"Iya Yah, tapi ini temanku ajak ke taman sana," ucap April sedangkan Azel mengerutkan keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (On Going)
RomanceKemampuan yang membuat ku sangat kesusahan. Apalagi ada arwah aneh yang selalu mengikutinya. Benar benar menyebalkan!