PL 13~

96 14 1
                                    

April menghela nafas memperhatikan Azel dari kejauhan. Ia menatap pria tersebut sedang menutup matanya duduk di bawah pohon. Ia segera mengalihkan perhatiannya saat Azel membuka mata.

"Lupain aja, Pril!" elu Airin menatap jenggah pada Azel yang tak perduli padanya sejak dirinya membawa Dimas.

"Dim, sana gangguin, bawa teman-temanmu di sini atau apa gitu, sebel tahu lihat orang duduk anteng gitu, heran deh hidup dia kok nyaman banget habis buat sedih anak orang!" Omel Airin membuat Dimas terkekeh.

"Emang dia harus nangis-nangis buat kasi tahu kalau dia banyak masalah?" tanya Dimas geli. "Dan kamu, mau aku dimusnahin ya?" Canda Dimas tapi mendapatkan dengusan sebal dari Airin.

"Azel itu orangnya suka gertak doank, aslinya cemen," ucap Airin sebal dan Dimas hanya bisa terkekeh tak percaya.

"Rin," suara Ronald yang memanggil membuat Airin dan juga April menoleh.

"Rin, nama panggilan kalian sama, atau gimana sih, perasaan dia April dan kamu Airin kan?" tanya Dimas tak mengerti. "Kalian bertukar ya, kamu ternyata April?" tanya Dimas lagi membuat Airin berdecak dan menutup mulutnya dan sibuk menatap interaksi Ronald dan April.

April menatap Ronald dan tersenyum ragu. Apa dia katakan saja kalau dirinya bukan Airin. Tapi banyak sekali teman yang akan bertanya tentang Airin setelah itu. Dan tentunya itu tak baik untuk keluarganya kembali membahas Airin sekarang. Mereka juga sepertinya tak ada yang mempermasalahkan panggilan yang berbeda.

"Kamu lapar, ini aku ambilkan snack," ucap Ronald santai menyerahkan snack untuknya.

"Makasih."

April kembali diam. Ia merasa canggung dan memilih memperhatikan sekitar. "Tadi permainannya seru kan, habis ini kita lanjut lagi, kayaknya aku tahu cara selesaikan misi yang kita dapat tadi, aku yakin kita menang hadiah utama," ucap Ronald bersemangat.

"Kamu ga curangkan, kamu kan panitia?" tanya April terkekeh geli.

"Nggaklah, aku panitia yang jujur tahu, keuntungan lain juga karena sekelompok adalah aku tahu rute hutan ini," tawa Ronald senang.

Jay melirik pada Azel yang sedang menatap April dan juga Richard. Ia menahan tawa melihat wajah Azel yang tak berkedip menatap kedua orang yang sedang tertawa tersebut dengan wajah tanpa ekspresi.

Jay menyenggol pundak Azel. "Makanya minta maaf, susah banget emang ya?" Tanya Jay tak mengerti dengan Azel.

"Tinggal bilang, kemarin itu aku hanya asal, ga akan deh, gitu lagi," ucap Jay dengan nada memelas menggoda Azel.

"Apaan sih!" Balas Azel sebal menegakkan tubuhnya.

"Kamu kalau kelamaan gerak, bisa dipastikan kamu bakal diselip orang lain," ucap Jay membuat  Azel mendengus sebal.

"Kita kapan balik, aku ga bisa di sini terus, apalagi kamu banyak ditempelin makhluk gak jelas," balas Azel membuat Jay panik.

"Ck, itu mulut kalau ga nakutin orang kayaknya emang ga bisa ya?" Elu Jay sebal sambil melirik sekitarnya.

"Sore balik, nanti nebeng ya?" Lanjut Jay dan Azel hanya menatap sengit padanya.

"Ogah!" Seru Azel sambil berjalan pergi malas mendengar kata-kata dari Jay.

****

Sivia memperhatikan April beberapa hari ini, yang terlihat irit berbicara setelah mengikuti kegiatan dadakan di vila kemarin. Gadis itu memang pendiam dan ia tahu tapi beberapa hari ini terasa cukup mengganggu karena ia hanya sibuk menggambar tanpa komplain seperti Airin.

"Pril, ada masalah di rumah?" tanya Sivia ragu.

"Enggak kok, bunda lagi happy banget soalnya ada Ayah," jawab April dan tersenyum pada Sivia.

Perfect Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang