PL 18~

75 16 2
                                    

"Temui aku di taman kampus."

April tersenyum senang membaca pesan dari Azel. Ia menatap Sivia yang sedang memasukkan buku ke dalam tas. Ia segera melakukan hal yang sama dan memakai tasnya.

"Aku pergi duluan ya!" seru April bersemangat membuat Sivia menahan lengannya.

"Ke mana?"

"Ehm, aku ada urusan, kamu pulang duluan saja!" seru April langsung melepaskan tangan Sivia.

"Jangan bilang kamu ngedate ya?" tanya Sivia keras dan April hanya tersenyum dan melambaikan tangannya saat sudah mencapai pintu.

"April," sapa Ronald menghentikan langkahnya.

"Iya?"

"Kamu udah mau pulang, sama-sama ya, biar aku antar," ucap Ronald ramah dan April tersenyum.

"Lain kali ya, sekarang aku lagi ada urusan," ucap April langsung berlari meninggalkan Ronald.

Ronald menatap kepergian April. Ia terlihat penasaran menatap wajah sumringah April. Sivia yang keluar kelas menatap kegiatan Ronald.

"Kamu masih saja mendekati Airin, ga sadar ya Airin ga pernah suka sama kamu?" tanya Sivia heran menatap Ronald yang menatapnya kemudian berlalu tak perduli.

Sivia mendengus sebal menatap kepergian Ronald. Dulu memang ia menyukai Ronald karena pria itu tampan, siapa yang tak menyukai pria tampan? Tapi melihat kelakuannya yang menempeli Airin membuatnya jenggah.

"Sivia," panggilan seseorang membuat Sivia menoleh dan menatapnya galak.

"Apa?"

"Galak banget sih!"

"Ya udah kenapa panggil?" tanya Sivia lebih tenang.

"Lihat Azel?" Sivia menghela nafas mencoba mengelus dadanya kembali menatap Jay kemudian menunjukkan bukunya. "Baca!"

"Dasar Ilmu Psikologi, kenapa?"

"Kenapa lagi, jelaskan, jurusan kita beda, mana tahu dia di mana, ga ada urusan juga," ucap Sivia malas.

"Ya kali aja kan lagi sama April, soalnya aku mau pinjam buku dia, udah cari buku itu di perpustakan, tapi habis dipinjam," elu Jay panjang. Tapi kemudian tampak berfikir menatap Jay. Benar juga! April yang bersemangat sekali pasti bertemu Azel.

"Ya udah kita cari yuk!" seru Sivia bersemangat.

"Idih, tadi marah sekarang sumringah, gila kali ya lo!" ejek Jay membuat Sivia mendengus.

Sivia menatap ke arah lain kemudian terdiam. Ia bahkan menatap Jay yang memperhatikan ponselnya mencoba menelpon Azel.

"Eh, Jay, udah makan belum, ke sana yuk," ucap Sivia tiba-tiba membuat Jay mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Apaan sih, tiba-tiba banget," elu Jay melengos pergi tapi dihadang oleh Sivia.

"Jay, kita ke sana, kali aja ketemu Azel!" tunjuk Sivia ke sembarang arah sambil menutup pandangan Jay. Tapi Jay yang merasa aneh kemudian mencari celah untuk menatap arah yang ditutup Sivia.

Jay menemukan Mentari sedang bersama pria. Gadis itu tertawa bahkan memeluk pria itu erat. Wajah Jay yang biasa ceria berubah keruh membuat Sivia mengigit bibirnya merasa menyesal.

"Udahlah Jay, mungkin itu keluarga Tari ya kan, positif donk, coba kamu tanya aja," ucap Sivia menepuk pundak Jay, yang makin tertunduk lemah.

"Secara ilmu psikologi memang itu hubungan apa?" tanya Jay lemah dan Sivia hanya tersenyum kecil tak menjawab apapun.

Perfect Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang