Belakangan ini, rasanya sulit sekali untuk Hiro tersenyum sekalipun Oliver terus merecokinya. Wajah Hiro begitu datar dan tidak bersemangat. Padahal Oliver sudah bersusah payah menariknya ke dapur untuk menemaninya memasak apapun yang Hiro minta. Berlagak layaknya seorang koki ternama, cowok itu mengenakan apron putih dan topi senada di atas kepalanya. Ia bersandar pada meja dapur sambil melipat tangan di dada, menatap saudaranya yang duduk di kursi dan terus menundukkan kepala."Lo mau makan apa hari ini?"
"Tidak ada," balas Hiro tak minat.
Oliver menghela. "Gue masakin."
"Saya tidak lapar." Wajah Hiro masih tak berekspresi.
"Gue suapin juga deh." Oliver terus membujuk sambil memasang ekspresi cerah. Tapi Hiro tidak peduli, anak itu justru bangkit dari kursi karena tidak ingin Oliver meruntuhkan pertahanannya. Karena jujur saja, Hiro sudah sangat rindu dengan saudaranya itu. Melihat bagaimana usaha Oliver memperbaiki hubungan mereka, Hiro jadi semakin sedih.
"Sampai kapan lo bakal jauhi gue kayak gini?" tanya Oliver tiba-tiba hingga langkah Hiro terhenti. Banyak sekali binar kesedihan yang terpancar dalam matanya. "Gue tau gue salah tapi masa lo marah se-lama ini sama gue?"
"Saya sudah tidak marah." Hiro tidak berbohong, kemarahannya kepada Oliver sudah mereda sejak beberapa hari yang lalu. Setelahnya Hiro berbalik. "Saya hanya ingin kamu terbiasa."
"Maksud lo apaan, sih? Apanya yang harus gue biasain?"
"Biasakan diri kamu tanpa saya." Hiro mengatakan pada intinya. "Terima jika saya pergi suatu hari nanti."
Alih-alih takut, Oliver justru mendekat dan merangkul bahu saudaranya, seperti biasa, seolah mereka baik-baik saja.
"Ngapain membiasakan diri, lo kan pergi sama gue." Cowok itu tersenyum. "Paris? Turki? Jepang? Ke mana? Kita bakal ke sana sama-sama."
"Ke akhirat."
"Buset! Ngeri amat omongan lo!" Kali ini Oliver terbahak-bahak, Hiro sampai mengerucutkan bibir karena geram. "Nanti aja bahas akhiratnya, mending sekarang lo temenin gue masak dulu di sini. Lo mau makan apa?" Ia menarik Hiro dan menuntun anak itu duduk kembali di kursi. "Bilang aja gue bakal masak semuanya."
"Sepertinya kamu ingin sekali mempercepat kematian saya."
Bibir Oliver berkerut pelan. "Masakan gue enak tau!"
"Terakhir kali saya makan masakan kamu, saya hampir mati karena sakit perut," aku Hiro dengan ekspresi masih sedatar tadi. Bibir Oliver semakin mengerucut. Sedangkan Hiro memalingkan wajah ke arah lain agar senyumnya tidak muncul. Sebab entah kenapa, ia senang sekali melihat saudaranya kesal seperti ini.
Mata Oliver melotot, mulutnya sedikit terbuka. "Masa? Waktu itu gue liat lo makan sampai habis tuh."
"Saya melakukan itu agar kamu tidak sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Hiro |Haruto| (TERBIT)
Ficção Adolescente"Kamu tidak akan mati, kami akan menyembuhkanmu kembali." Segalanya bermula ketika dua Dokter muda mengadopsi Hiro dari panti asuhan. Hiro bahagia, karena dia pikir akan segera memiliki orang tua dan keluarga yang menyayanginya, sayangnya yang terj...