11. Benda Yang Cantik

23.5K 4.5K 2.2K
                                    

Pagi ini Hiro sengaja bangun lebih awal agar bisa menemui Oliver sebelum saudaranya itu berangkat ke sekolah. Sebab, kemarin, Oliver sengaja pergi sebelum matahari terbit agar mereka tidak berpapasan.

Hiro menguap sangat lebar dan mengusap mata beberapa kali, jika biasanya ia diam dulu di atas tempat tidur selama beberapa menit, kali ini Hiro langsung menyingkirkan selimut dan turun dari sana untuk mendatangi kamar Oliver yang pintunya masih tertutup rapat.

Ia mendengkus, hanya ada dua kemungkinan di sini. Cowok itu belum bangun atau dia sudah ke sekolah sebelum Hiro datang.

Sejujurnya Hiro ingin memanggil, namun ia tahu, Oliver tidak akan membuka pintu apalagi setelah mendengar suaranya. Jadilah dia diam saja menunggu saudaranya yang tidak kunjung keluar itu.

Kurang lebih lima belas menit.

"Tu--"

"Shttt." Hiro buru-buru menempelkan telunjuk di depan bibir ketika Anna yang tiba-tiba muncul di sana hendak bersuara.

"Ada apa, Tuan?" Sekarang pelayan itu ikut memelankan suara, ia mendekati Hiro yang sudah siap memberi tahu sesuatu padanya. Seolah rahasia besar yang tidak boleh diketahui oleh siapapun.

Hiro melirik kanan kiri, kemudian sedikit membungkuk sambil menutup bibirnya dan telinga sang pelayan dengan telapak tangan. Sebelum kemudian berbisik.

"Anna."

"Iy-iya, Tuan?"

"Napas saya bau tidak? Saya belum menyikat gigi dan mencuci wajah." Hiro menoleh ke kiri lagi. Memastikan tidak ada siapapun yang melihat mereka.

"Tidak, Tuan. Tidak sama sekali." Pelayan itu meringis di dalam hati sebab tidak menduga akan mendengar pertanyaan konyol itu dari majikannya. "Memangnya ada apa?"

"Saya ingin berbicara dengan Oliver, Anna. Tolong panggilkan dia ke luar, tapi jangan katakan jika saya sedang menunggunya di sini, jika tidak, Oliver tidak akan membuka pintu." Hiro masih berbisik waspada.

Sedangkan Anna mulai kebingungan, perintah Hiro sangat berlawanan dengan apa yang Elios suruh. Karena ia malas berurusan pagi-pagi dengan anak bodoh ini, jadilah ia mengangguk dan memanggil Oliver. "Tuan Oliver?"

Oliver yang sudah selesai memakai seragamnya dan bersiap ke sekolah, mengerutkan kening waktu suara pelayan yang tidak begitu familiar terdengar. Ia berdecak pelan, lalu membuka pintu dengan segera. Ketika itu, Hiro langsung bersembunyi di belakang punggung Anna yang sayangnya sia-sia. Ia membungkuk, tangannya memegang baju wanita itu dan sedikit mengintip Oliver dari samping.

Oliver langsung mendengkus kesal. Sedangkan Anna menyingkir dari hadapan Hiro hingga anak itu sempurna berhadap-hadapan dengan saudaranya.

"Tuan Hiro, saya harus kembali ke dapur sekarang." Anna beralasan agar bisa meninggalkan Hiro dan Oliver dengan segera. Jujur saja, berurusan dengan dua remaja ini bikin dia sakit kepala.

Sementara Hiro menggaruk tengkuk yang tidak gatal melihat Oliver menatapnya begitu sinis. Ia seperti kehilangan suara untuk memulai percakapan.

"Ngapain pagi-pagi di depan kamar gue?"

"Saya ingin bertemu kamu, Oliver." Anak itu mengulum senyum. "Saya ingin memberitahu kamu jika Papa sudah tidak marah lagi kepada saya. Semalam Papa menemani saya menggambar bintang."

"Nggak ada urusannya sama gue," balas Oliver ketus sambil menarik pintu kamarnya dengan tangan kanan hingga tertutup.

"Ini kabar baik, Oliver. Saya pikir Papa--"

"Setidaknya cuci muka dulu sebelum ketemu gue."

"Hehehe, maafkan saya. Karena kalau saya cuci wajah dan sikat gigi dulu, takutnya kamu sudah tidak ada lagi di rumah." Bibir Hiro sedikit manyun tapi tatapannya tidak luput dari Oliver. "Kamu benar-benar marah ya, Oliver? Padahal saya sudah meminta maaf kepada kamu di surat itu. Apa kamu tidak membacanya atau kamu memang tidak mau memaafkan saya? Memangnya salah saya apa? Saya lelah sekali harus menanyakan hal yang sama berulang-ulang."

Belenggu Hiro |Haruto| (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang