05. Aku akan menunggu

17 1 0
                                    


Hari ini Kiara masih cuti kerja. Menemani Evan dan Layla sarapan bersama layaknya sebuah keluarga bahagia. Tapi yang dirasakannya memang bahagia. Wajah-wajah yang ramah dan sangat menerima dirinya membuat dia nyaman. Ini sesuatu yang selalu diimpikannya. Tidak ada penolakan dan kebencian seperti yang dia khawatirkan dari pernikahan ini. Ayah dan anak itu terlihat puas dengan masakan Kiara. Layla terus saja berceloteh dan bertanya ini itu pada Kiara. Sedangkan Evan hanya menyimak tapi sesekali melirik pada Kiara untuk melihat roman wajahnya.

Setelah Evan dan Layla pergi, Kiara melakukan semua yang sudah direncanakannya, pergi ke kosan untuk berkemas dan pamitan. Ibu kos yang baik sangat menyukai Kiara. Dia merasa akan sangat kehilangan gadis manis itu. Setelah urusannya selesai di kosan, Kiara  langsung pulang dan mendapati Layla sudah pulang dari sekolahnya. Gadis kecil itu melompat-lompat dengan riangnya saat melihat Kiara turun dari mobil.

”Tante Kiara...darimana? Layla pulang Tante gak ada.” sapa Layla dengan pipi menggembung. Ada kekecewaan di wajahnya yang putih.

Kiara tersenyum lalu membelai pipi tembem Layla.

”Tante ada urusan sebentar di rumah lama Tante. Apa Layla sudah makan siang, sayang?” tanya Kiara dengan suara yang terdengar sangat lembut di telinga Layla.

”Belum...Layla nunggu tante.”

Kiara melihat pada Mbok Pia. ”Kenapa harus nunggu saya, mbok? Nanti Layla bisa sakit kalau telat makan.”

”Sudah saya bilang gitu, Buk. Tapi...Den Layla tu kalo udah ada maunya ya susah.” jawab Mbok Pia merasa bersalah.

”Kalau gitu...ayo kita makan!” ajak Kiara sambil menarik lengan mungil Layla pelan.

Mereka berdua makan siang sambil sesekali bercanda riang. Suara tawa mereka mengisi keheningan rumah besar itu. Mbok Pia dan Pak Juki saling pandang. Mereka tidak menyangka baru sehari di rumah, Kiara sudah membuat Layla sangat senang. Apa yang dimiliki Kiara hingga Layla sangat senang saat bersamanya...kedua pekerja itu sudah tak ambil pusing. Yang penting sekarang Layla sangat bahagia dan tidak kesepian lagi.

***

”Dia milikku!! Milikku seorang!! Jangan berani-berani...jangan! Jangan pernah berpikir kau bisa merebutnya dariku! Dasar jalang!!”

Sakit...sakit sekali. Kapan ini berakhir? Sangat sakit...apa salahku?

Pukulan bertubi-tubi menghujam tubuh halus nan lembutnya. Gudang berlantai tanah dan banyak puing kayu serta paku berkarat yang masih menempel ikut merasakan tubuhnya. Goresan demi goresan mengalirkan darah segar. Kiara menangis tanpa suara. Mulutnya dibungkam dengan sumpalan kain yang sudah menyesakkan tenggorokannya. Kedua tangannya terikat di belakang tubuhnya, pandangannya mengabur, telinganya berdenging dan berdarah. Kiara hampir kehilangan kesadaran tapi sekali lagi...guyuran air menyiramnya dan membuatnya membuka mata terpaksa dan melihat orang yang menyiksanya. Teman yang sangat dekat tapi ternyata tidak sedekat perkiraannya.

”Aku akan membuatmu cacat. Tidak akan ada lagi yang menyukai kulit mulusmu itu. Kau akan rasakan hidup sendirian, jalang sialan!!!

Kata-kata itu tertanam dalam di hatinya.

***

”Arghh...hah...hah...”

Kiara meringkuk di tempat tidur memeluk tubuhnya. Rasa sakit itu masih terasa walau hanya mimpi yang mengingatkannya. Keringat membasahi piyamanya. Air mata mengalir deras. Dia sesenggukan tanpa henti. Tangannya mendekap tubuhnya dengan erat seakan ingin mengurangi rasa sakitnya. Tiba-tiba dia merasakan ada tangan lain yang dengan kuat mendekapnya. Suara-suara lembut tapi tegas terdengar sayup-sayup di telinganya. Usapan lembut di rambutnya menyadarkan Kiara perlahan-lahan dari mimpinya.

Kisah KiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang