03. Sandaran

16 1 0
                                    

EVAN POV

Aku tak pernah membayangkan akan menikah untuk kedua kali. Sulit melupakan kenangan dari cinta pertamaku, Leika. Wanita yang telah memberikanku anak yang cantik dan pintar. Tapi kebersamaan itu hanya sesaat. Tuhan lebih mencintainya.

Dan hari ini, Tuhan memberikanku jodoh yang lain. Kuharap ini yang terakhir. Perjodohan yang cukup alot selama beberapa bulan ini. Aku butuh banyak waktu untuk menyetujuinya karena bukan aku saja yang akan hidup dengannya tapi juga anakku. Aku tidak ingin salah memilih. Kalau Mama tidak memaksa mungkin selamanya aku akan menduda.

Saat dia, Kiara, keluar dari kamar dan memasuki ruangan pernikahan, wajah teduh itu mempengaruhiku. Dia menundukkan matanya seakan malu dengan keramaian. Penampilannya sederhana, tidak ada kemewahan pada dirinya baik itu pakaian, perhiasan ataupun riasannya. Wajahnya tidak seperti model-model cantik di catwalk tapi sanggup membuat mata siapapun tidak beralih darinya. Itu semua karena kesederhanaannya. Kelembutan tergambar darinya. Kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya sebelum perjodohan ini padahal dia bekerja di perusahaan ku sudah hampir 3 tahun? Tapi...kalau aku dulu melihatnya, apakah aku bisa terpengaruh olehnya seperti sekarang? Atau ini karena perjodohan hingga aku menjadi terlalu fokus pada dirinya?

Dia pasti kaget setelah tahu kalau aku, bosnya, adalah suaminya. Semuanya tergambar di wajahnya. Dia diam di sisa hari pernikahan. Menjelang malam kami pun bersiap berangkat menuju bandara. Kiara sudah berganti pakaian yang lebih nyaman, atasan putih dan rok lebar berwarna coklat sepanjang mata kaki. Sekali lagi, sederhana. Berpamitan butuh waktu. Tidak ada tangis dari Kiara. Dia hanya tersenyum dan memeluk ibu dan ayahnya. Saat di mobil dia terlihat mencari seseorang.

"Apa Mama Pak Evan tidak jadi ikut pulang ke Jakarta?" Tanyanya pelan.

"Tidak. Dia membatalkannya. Dia akan pulang 2 hari lagi," jawabku sambil menatap ke depan. Aku belum cukup berani untuk menatap matanya. Karena seingatku matanya sangat mempesona sejak aku melihatnya pertama kali di kantor.

Dia hanya mengangguk. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Dia terlihat sedikit gugup.

"Ayo...kita berangkat!" cetus Jefri yang duduk di bangku sebelah supir.

Mobil mulai bergerak meninggalkan kota Demak. Kami harus mengejar penerbangan malam ini. Rapat besok tidak bisa ditunda lagi. Aku sudah menundanya 2 kali dalam Minggu ini. Semua ini karena persiapan pernikahan. Pikiranku bercabang karenanya. Aku masih ingat beberapa bulan lalu saat Mamaku memberikan profil data Kiara sebagai calon istri yang dipilihnya. Saat itu aku hanya mengeluh tanpa melihatnya. Berkas itu bertahan di atas meja kerjaku di kantor selama lebih seminggu. Hingga Jefri...si usil...melihatnya.

Flashback

"Hei...berkas apa ini? Seingatku, aku tidak pernah memberikan berkas seperti ini untukmu," ucap Jefri sambil mengambil berkas Kiara yang terbungkus amplop putih besar.

Aku hanya meliriknya tanpa perduli. Dia membukanya dan membaca isinya. Aku memperhatikan ekspresi wajahnya berubah-ubah. Dari kalem hingga kaget lalu mengernyit.

"Boleh aku tau ini apa?" Tanyanya lagi dengan seringai kecil di sudut bibirnya.

"Mama mencoba menjodohkan ku. Dan itu calon yang dipilihnya."

"What?? Apa kau sudah melihatnya?"

"Belum...Kenapa?"

"OMG...Kau harus lihat ini. Kau akan kaget seperti aku. Hehe...kau tidak akan percaya."

Aku mengambil berkas itu dari tangan Jefri tanpa melepaskan pandanganku dari matanya. Dia membuatku penasaran dengan seringaiannya. Sebuah foto kecil berwarna ukuran 3x4 terklip di bagian atas berkas. Hmm...wajah yang cukup manis. Lalu nama...Kiara Miaki, nama yang unik. Pendidikan...baiklah dia sarjana. Alamat sekarang...Manggarai Jakarta. Cukup jauh dari kantorku. Umur...27 tahun dan belum pernah menikah. Aku penasaran kenapa dia belum menikah saat usianya sudah hampir kepala tiga. Lalu pekerjaan...Cutomer Service di perusahaan EQ Leasing Company...a-apa?? Ini tidak salah kan?

Kisah KiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang