15. Touch Me!

8 1 0
                                    


May melihat Evan berjalan cepat ke ruangannya dengan membawa Kiara dalam dekapannya. Kegelisahan dan kekhawatiran tercetak jelas dalam wajahnya walau hanya dilihat sekilas.

"Ada apa?" Tanya May yang mengikuti bosnya dari belakang dengan secepat yang dia mampu.

Evan tidak menjawab. May berlari kecil mendahului Evan dan membuka pintu kantornya. Sambil berjalan menuju kamar istirahatnya dia memberi perintah pada May.

"Jangan ganggu kami! Siapapun itu!"

Perintah itu terdengar seperti pisau yang tajam. May hanya mengangguk sekali tanda mengerti. Dia sangat mengenal bosnya itu. Evan adalah sosok yang sangat tegas dan selalu konsisten. Baginya dan Jefry, Evan adalah pemimpin yang sangat kompeten karena itu mereka bersedia bekerja bersama dengannya hingga kini.

Evan duduk di tempat tidur kecil di kamar itu. Dengan memangku Kiara yang masih gemetar di pelukannya, dia berusaha tenang. Dia menunggu beberapa saat sambil membelai rambut Kiara hingga gemetarnya berkurang. Sesekali dia mencium pucuk kepalanya.

"Kalau kau ingin menangis...maka menangislah!" Bisik Evan.

"Bila perlu...kusarankan kau berteriak hingga puas! Keluarkan semua kepedihanmu!" Lanjutnya dengan yakin.

Kiara menatap acak dengan mata berair dan kosong. Kedua tangannya yang dari awal sudah meremas kemeja depan Evan kini semakin erat.

"Kiara!"

Wanita itu mendongak.

Evan menatap dengan penuh keyakinan namun hatinya kacau melihat wajah kosong itu.

"Kiara!"

Tiba-tiba tubuh Kiara kembali bergetar. Wajahnya memerah dan suara tangisan mulai keluar dari mulutnya. Tangisan itu semakin keras dan disusul teriakan yang menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya.

"Aaaaarrgghhhh.....!"

Hati Evan mengkerut.

"Haaahhhh....aaaaggghhh...!"

Kiara mendekap tubuh Evan seerat mungkin. Kedua tangannya meremas kuat punggung suaminya.

Evan memeluk kepala Kiara di dadanya. Kemeja dan jasnya sudah basah dengan air mata istrinya.

"Aaaackhhhh...haaahhhh...aaaagghh!"

May yang berdiri di dekat sofa setelah meletakkan minuman di meja terpaku. Hatinya pedih. Jeritan itu sungguh membuatnya terenyuh. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi tapi itu pasti besar. Tangisan Kiara membuktikan rasa sakitnya yang teramat sangat.

May perlahan keluar dari ruangan dengan pipi yang basah. Dia tidak tahan.

***

"Sentuh saya, Pak!" Mohon Kiara dengan suara yang teredam di dada Evan.

Evan membeku.

"Saya mohon, sentuh saya!" Pinta Kiara lagi dengan suara bergetar. Matanya tampak memelas.

Evan mengangkat dagu Kiara dan menatapnya ragu.

"Kiara, lebih baik kau istirahat dulu! Nanti kita bicarakan lagi, ya. Hmm?" Jawab Evan berusaha menenangkan emosi Kiara yang sedang tidak stabil

"Pak Evan gak mau menyentuh saya lagi karena kata-kata Rasika?" Tanya Kiara masih dengan air mata yang mengalir. Tangannya semakin mencengkram kuat kemeja Evan.

"Tsk...apa yang kau katakan? Apa hubungan dia dengan kita? Aku hanya mau kau tenang dan istirahat."

"Saya...a-aku hanya ingin...Pak Evan...me-menyentuhku seperti ta-tadi malam." Mohon Kiara sangat putus asa.

Kisah KiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang