19. Alasan

8 0 0
                                    


"Kau yakin mau menemuinya?" Tanya May lagi untuk memastikan niat Kiara.

Keduanya masih duduk di dalam mobil May yang terparkir di kantor polisi tempat Rasika ditahan sementara. Kiara meminta bantuan May agar dia bisa bertemu dengan Rasika. Dia tahu ini bukanlah ide yang bagus. Dia melakukan ini tanpa sepengetahuan Evan. Pria itu pasti tidak akan mengizinkannya atau bahkan mungkin juga akan marah jika tahu. Tapi...dia ingin melakukan ini. Semalaman dia memikirkannya. Dan setelah yakin akhirnya dia menelepon May.

Semula May tidak ingin membantunya. Dia merasa seperti mengkhianati Evan tapi Kiara terus berusaha meyakinkannya.

"Yah...aku yakin." Jawab Kiara mantap

May memperhatikan wanita manis di sebelahnya. Wajah itu tidak ada keraguan. Kepolosan itu membantu ketulusannya. Kiara meyakinkannya kalau hal ini mungkin adalah obat terbaik  untuk traumanya. Setidaknya itu akan membantunya saat Evan mengetahui apa yang telah mereka lakukan.

"Aku akan masuk sendiri." Ucap Kiara lugas.

"Hmm...baiklah. Kalau butuh bantuan, panggil saja aku!" Cetus May pasrah.

Kiara menarik napas beberapa kali lalu membuka pintu mobil. Awalnya dia berjalan perlahan lalu mulai lebih cepat. May bisa melihat ada sedikit kegugupan pada Kiara saat berjalan. Namun dia tahu kalau Kiara berusaha tabah. Wanita manis itu ingin melakukan ini juga karena rasa tanggung jawab pada rumah tangganya. Dia merasa sudah banyak membebani Evan dengan masalah trauma dan luka mentalnya. Dia ingin ini semua berakhir. Memulai masa depan yang lebih indah tanpa luka masa lalu yang menyakitkan. Dia tidak ingin rumah tangganya terus menerus terganggu akan hal itu.

Karena itu May bersedia pasang badan jika perlu. Evan pasti marah tapi dia juga ingin membantu temannya itu. May berharap Evan akan mengerti. Kiara mulai mencintainya. May bisa lihat itu. Tanpa sadar dia tersenyum. Kebahagiaan temannya adalah kebahagiaannya juga.

Setelah mendapatkan izin petugas jaga untuk bertemu Rasika, Kiara menunggu di ruang tunggu. Waktu terasa membunuhnya saat ini. Jantungnya berdebar sangat cepat dan telapak tangannya mulai berkeringat. Kegugupan menyerangnya. Dia menarik napas dengan perlahan. Cara penanganan serangan panik sudah sering dia lakukan sejak masa pengobatannya dulu. Dia mencoba bernapas normal dengan menutup mulut dan hidungnya dengan kedua tangannya karena tidak ada kantung kertas di dekatnya. Perlahan dia bisa bernapas dengan baik. Serangan paniknya tidak terlalu parah jadi hanya ini saja sudah cukup.

Rasika muncul diantar seorang petugas. Wanita cantik itu memandang Kiara sinis. Rasa benci terlihat jelas di matanya. Dengan sikap pongah dia duduk di depan Kiara. Mereka hanya terpisah oleh meja yang tidak terlalu besar.

Petugas berjalan menjauh dan duduk di meja pengawas untuk berjaga. Kiara merasa cukup aman karenanya. Dia juga tidak ingin ditinggal sendiri dengan Rasika. Mungkin rasa takut itu masih ada dalam dirinya. Yah...itu pasti. Jadi Kiara tetap tidak mau ceroboh.

"Kau cukup berani untuk datang menemuiku." Cetus Rasika sinis dengan suara mendesis seperti ular.

Kiara menelan ludah. Dia tidak pernah mengira sisi lain Rasika sangat mengerikan. Wanita itu dulunya gadis yang sangat enerjik dan ramah pada siapapun. Entah itu dirinya yang asli atau tidak. Kiara mulai meragukan dirinya sendiri dalam menilai orang lain. Rasika sungguh pandai menutupi sisi gelapnya hingga Kiara sangat percaya dengannya.

"Kenapa kau diam? Kau takut?"

Seringai licik terlihat di bibir cantik Rasika. Kiara menahan napas sesaat dan memejamkan matanya. Batinnya bergejolak dan marah pada dirinya sendiri. Mengapa dia sangat lemah? Kelemahan ini membuatnya rapuh di hadapan siapapun.

Rasika memajukan tubuhnya ke depan hingga hanya tersisa jarak beberapa senti dari Kiara.

"Kiaaaraaa...!!! Lihat aku!!" Bisik Rasika halus tapi mematikan.

Kisah KiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang