Sembilan Belas

2.3K 245 16
                                    

Dan cinta selalu tahu bagaimana cara menemukan takdirnya.
Ra-Sya
🍃🌷🍃

“Kamu jahat, Sya! Jahat banget!” Rasi berkata sembari memukuli dada Irsya.

Tak lama, pukulan tak kuat tersebut melemah. Bukan lelah, Rasi justru mulai menangis pedih. Irsya masih bungkam, ia tak bisa berkata apa-apa tentang perasannya. Ia bahagia rindunya tersalurkan. Itu adalah kesimpulan akhir.

“Jangan nangis, Ra. Daripada nangis, pukul aku. Lampiasin kemarahan kamu!” pinta irsya sembari memegang lembut kedua tangan Rasi.

Tak lupa, Irsya juga menghapus air mata di mata istrinya. Lelaki itu merasa pedih melihat mata sembab Rasi. Apa wanita itu tak tidur teratur? Apa wanita itu menangis semalaman? Apa wanita itu merasa marah padanya? Irsya sibuk dengan banyak tanya di kepalanya.

“Aku gak bakal mukul kamu. Bahkan seratus pukulan gak bakal bikin marahku ilang.” Rasi berkata sembari bergerak meremas tangan sang suami.

“Kamu berhak marah padaku, Ra. Aku emang brengsek, bajingan, gapapa. Kamu maki aku juga boleh. Tapi, maaf—”

“Diem, Sya!” potong Rasi sembari membekap mulut sang suami.

“Aku gak butuh kata maaf, Sya. Aku cuma butuh penjelasan kenapa kamu hadapin semua masalah dengan klarifikasi sendirian?”

Hening. Dalam waktu lama, Rasi merasa tak berguna. Ia terluka dan malu. Namun, ia siap jika dipaksa klarifikasi. Ia akan menuturkan tak ada pelecehan yang enak. Trauma menjadi akibat mutlak akibat perbuatan biadap. Rasi juga akan berkata agar mereka tak mudah menghakimi dirinya. Ia siap disorot kamera dan akan mendampingi Irsya mengawal kasus ini.

“Apa aku enggak berguna dan kamu mengambil alih kasus ini? Ini kasusku bukan kamu, Sya!” bentak Rasi dengan suara serak.

Hening. Irsya mencekal kedua lengan Rasi. Ia mengembuskan napas sebelum berkata.

“Karena semua penyebab dari aku, Ra. Dan aku enggak mau media menyorot kamu lebih banyak. Kasus kamu, kasus aku juga. Aku udah janji sama ayah buat selesain kasus ini, tapi pelaku belum menemukan titik terang.” Irsya berkata dengan penyesalan.

Lelaki itu mulai berani mengangkat tangan dan mengelus puncak kepala Rasi. Dalam sekejap ia memejam. Debaran hatinya menggila seiring rasa senang. Rindunya lenyap seketika.

“Jangan khawatir, aku di sini. Justru kamu yang harus dikhawatirkan,” ujar Irsya sembari mengelus pipi sang istri yang agak tirus.

“Pipinya enggak gembul karena kurang makan. Matanya kayak panda karena kurang tidur. Jangan abai sama kesehatan, Ra.” Irsya berucap sembari mengelus puncak kepala Rasi kesekian kali.

“Kamu enggak jijik kan sama aku?” tanya Rasi usai mereka didera hening lama.

Irsya menghentikan pergerakan mengelus puncak kepala sang istri. Matanya menatap lurus Rasi yang kini kembali menampakkan wajah penuh kesedihan.

“Setelah kamu lihat video itu ... apa kamu mau ninggalin aku? Aku kotor pernah disentuh-sentuh—”

“Ra,” panggil Irsya dengan suara pelan tetapi penuh penekanan.

“Aku mau jawabannya, Sya! Aku pusing mikir ini—”

“Raras,” potong Irsya cepat. “Dengar dulu! Kamu udah janji enggak nangis lagi. Jangan nangis, oke!”

Tangan Irsya menghapus air mata Rasi pelan dengan gerakan penuh kesungguhan. Rasi terdiam dan memejam. Tak lama kemudian, Rasi merasakan kecupan di pucuk kepalanya terjadi.

“Kamu enggak kotor,” bisik Irsya di telinga kiri Rasi.

Seringan bulu, ia menyampirkan anak rambut sang istri di telinga kiri. Irsya menatap lamat-lamat wajah Rasi dan mulai mengapit dagu wanita itu.

Madu Perkawinan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang