" Good morning child! Boleh saya meminta perhatian kalian sebentar?"
" YES MA'AM!"
Di siang ini para siswa siswi menunggu jam pulang sekolah. Mereka telah melakukan beberapa pelajaran ringan. Tak jarang dari mereka yang tidur di saat jam pelajaran hingga selesai.
Para siswa kini memperhatikan Eva, wali kelas siswa 7A. Mata mereka hanya menamati guru pemarah di hadapannya. Guru itu meraih selembar kertas putih persegi. Terdapat berbagai tulisan yang ringkas.
" Elina? Tolong bagikan surat ini kepada teman-teman mu." Titahnya sembari mendonorkan tumpukan kertas putih.
Elina, gadis itu hanya mengganguk patuh. "Baik ma'am."
" Mungkin ini akan sedikit mengejutkan kalian, tapi dua Minggu lagi kita akan melaksanakan liburan di hutan Virginia. Apa kalian tahu hutan ini?"
Seluruh siswa menggeleng. Namun Jane tersenyum lebar dan mengangguk lucu. "ma'am, ayah ku pernah mengajak ku ke hutan Virginia. Kata ayah hutan itu indah, meskipun aku tidak dapat melihatnya namun aku dapat merasakan nya. Bahwa hutan Virginia memang indah!"
Jane memekik lucu. Gadis itu membuat Mrs. Eva tersenyum lembut. Melihat murid satu itu selalu membuat hati Eva terguncang. Guru itu bahkan sangat menyayangi Jane.
" Hei? Memangnya kau bisa melihat?" Ketus Dev dengan senyum miring. Sontak seisi kelas tertawa terbahak-bahak.
Mendengar itu Jane menundukkan kepalanya, tangannya bertaut kala tawa temannya semakin keras. Ia malu, juga sakit hati. Ini alasan mengapa Jane tidak ingin memasuki sekolah umum. Bukankah lebih baik ia di sekolahkan di sekolah untuk anak-anak bermasalah? Pikir Jane.
" DIAM!, kalian pikir dengan kalian menghina teman kalian adalah hal keren?! TIDAK! Elina! Gantikan saya dan urus teman-teman mu! Jika ada salah satu dari mereka bersikap semena-mena, laporkan kepada saya. Kalian tahu apa hukuman nya kan?"
Seluruh siswa mendadak diam kala Mrs. Eva menyentak tegas. Guru itu dengan raut wajah menyeramkan segera melangkahkan kakinya keluar menuju kantor. Melihat itu membuat Elina menghembuskan nafas frustasi, gadis itu menatap seluruh temannya dengan tatapan datar. Dan tatapannya berhenti tepat di mana Jane duduk. Elina tersenyum manis, mengapa Jane sangat cantik meskipun gadis itu buta? Elina jadi iri saja.
" Jane... Maafkan teman-teman kita ya? Kau tahu kan kebanyakan dari mereka tak memiliki sopan santun." Ujar Elina dengan raut wajah bersalah.
Jane menggeleng cepat. Gadis itu dengan cepat mendongak. Tangan mungilnya meraba-raba, menemukan lengan Elina dan menggenggam lengan gadis cantik itu.
" Tidak, Eli kau tak bersalah. Mereka juga tidak bersalah. Apa yang di katakan mereka itu benar, aku tidak bisa melihat dan akan selamanya seperti itu."
" Jane... Terimakasih. Tapi tidak seharusnya kau mengatakan itu bukan? Kau cantik Jane, sungguh! Kau bahkan sangat tulus dalam melakukan segala hal. Aku tahu di hina itu sangat menyakitkan, apa lagi mengenai fisik. Kau harus bersyukur Jane, kau adalah gadis cantik yang baik hati!"
Elina memekik senang. Gadis itu memeluk tubuh mungil Jane dengan lembut, astaga kenapa ia jadi melow seperti ini? Ia sangat tidak tega melihat Jane menahan air matanya dan malah memilih untuk tetap tersenyum. Gadis itu benar-benar hebat.
Jane hanya menggeleng. Namun gadis itu tersenyum lebar. Merasakan ada seseorang yang memeluknya, Jane tersenyum samar. Membalas pelukan hangat dari teman setianya itu.
" Terimakasih Eli, aku berhutang budi padamu."
" TIDAK! kau temanku! Jangan mengatakan hal-hal tidak masuk akal oke? Lebih baik kita segera selesaikan ini semua! Semangat Jane!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Eyes
General FictionShe was blind, dark, which she could only see. And on the contrary, he's cheerful. Yet life betrays her. Made him feel disappointed in himself, and ended up being a horrible monster. The darkness between the two was shattered when the blind came, an...