Deru angin besar menyapa kota. Dedaunan berterbangan dengan hebatnya. Semua orang menutup jendela kala si angin ingin menerobos masuk. Suara mobil polisi dan ambulans bersahutan. Beberapa mobil memasuki area gedung kotor tak terpakai.
" Sial! Tidak bisa di lacak!"
Polisi tampan dengan balutan jas itu menggeram. Manik nya menatap seorang pria dengan tubuh yang sudah terpisah-pisah dan di kuliti.
" Ada apa tuan?"
Salah satu polisi dari mereka datang. Mendekati sang bos besar dan mencari tahu siapa yang telah melakukan pembunuhan di area gedung tua yang sangat menyeramkan ini.
" Pembunuh itu pintar, dia sangat jenius hingga aku tidak menemukan jejak nya. Ck! Bisa kau panggilkan detektif Xander?"
Daniel menatap bawahan nya dengan tatapan tak terbaca. Keringat dingin memenuhi pelipis nya kala teringat sesuatu.
" Maaf tuan, tapi detektif Xander sedang dalam pengurusan lain. Dia menginap di Prancis untuk mengurus masalah lain."
Bawahannya menunduk maaf. Kemudian pergi meninggalkan Daniel yang kini menunduk. Menatap jasat menyeramkan yang sudah tak terlihat tampan lagi. Pria dengan seragam polisi itu mendekat, melihat wajah si jasat lebih dekat. Ia tersenyum.
" VOLIN! URUS MEDIA SEKARANG! jangan sampai ada berita mengenai hal ini! Kau mengerti?"
Daniel menyentak dengan puas. Menatap seorang wanita yang kini menyeringitkan keningnya heran. Volin, wanita itu adalah Volin. Seorang wartawan yang telah berteman baik dengan Daniel sejak masa SMA.
" Tapi kenapa? Bukankah itu hal wajar jika seorang wartawan memberitakan hal seperti ini? Apa lagi ini mengenai pembunuhan el! Tak biasanya kau seperti ini!"
Daniel mendecih kasar. Menatap Volin dengan mata menyala. Pria itu mendekat, mengikis jarak di antara mereka.
" Kau tahu siapa bos nya di sini? Itu aku. Jadi cukup tutup mulutmu dan jauhkan hal ini dari media!"
Volin tersentak kala Daniel mendorongnya dengan bahu. Wanita itu mendongak, menatap Daniel dengan tatapan tak percaya. Seakan-akan tahu apa yang akan di katakan Volin, Daniel dengan segera pergi. Meninggalkan wanita cantik dengan balutan jas kerja yang kini syok berat.
" Nonna Volin? Ada masalah?"
" Hah? Apa? Oh t-tidak, bisa kau mengambilkan obat panik attack untuk ku? Di dalam mobil."
Volin berujar lemas. Tungkainya tak kuat berdiri. Wanita itu segera mencari spot untuk duduk.
" Baik nonna, tunggu sebentar."
Volin menunduk. Menatap jasat pria yang tak di kenalinya dengan tatapan menyedihkan. Hidup pria itu sangat menyakitkan. Wajah pria itu bahkan rusak, sangat rusak hingga tak ada yang bisa mengenali pria itu.
" Ini nonna. Dan ini mineralnya. Nonna baik-baik saja?"
Volin mengangguk cepat. Tangan lentiknya dengan segera meraih sebotol air mineral dan pill panik attack nya. Wanita itu memang mengindap panik attack sejak menduduki sekolah dasar.
Menelan habis dan menengguk habis air mineralnya. Volin merasa lebih baik. Wanita itu berusaha tetap bernafas dengan teratur meski jantungnya berdetak tak karuan.
" Kau bisa pergi. Terimakasih."
Lain dari Volin, seorang Daniel kini sibuk membereskan barang-barang nya. Pria itu memberi perintah kepada bawahan untuk tutup mulut dan menyimpan jasat pria itu. Daniel tersenyum puas kala melihat usahanya berjalan lancar dan semua bawahan patuh padanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Eyes
General FictionShe was blind, dark, which she could only see. And on the contrary, he's cheerful. Yet life betrays her. Made him feel disappointed in himself, and ended up being a horrible monster. The darkness between the two was shattered when the blind came, an...