10. New Life

505 74 0
                                    

Yang aku tahu Ayah itu keras. Keras kepala, keras pada keluarga, keras pada diri sendiri dan berkuasa. Tak jarang aku melihat para bawahannya atau bahkan pesaing bisnisnya menundukkan kepala padanya. Ayah cenderung melakukan apa saja untuk tidak kalah, sekalipun lewat jalan kotor.

Tapi hari ini sosok Yudha Narapati Pramestya yang aku kenal terlihat berbeda. Dia mengunjungi kamar Lizzy, tepat saat kedua orangtua Lizzy dan juga Rey ada di sini. Awalnya aku mengira dia akan memaki Lizzy atau menawarkan negosiasi yang menguntungkan untuk dia. Nyatanya dia datang membawa bendera putih perdamaian.

"Atas nama Ivy, Putriku, aku mohon maaf," ucapnya sambil sedikit menundukkan kepala ke arahku. Oke, ralat, aku yang terlihat seperti Lizzy.

Sumpah demi apapun, aku terkejut mendengar kata maaf keluar dari mulut Ayah. Ayah tidak pernah mengatakan maaf pada siapapun. Seperti yang aku bilang, Ayah tidak mau kalah, kata 'maaf' baginya seperti mengumandangkan kekalahan.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kepala Ayah terbentur keras sampai otaknya bergeser?

"Sebagai seorang Ayah, aku mengucapkan maaf karena Putriku sudah mencelakai Putri kalian," ucap Ayah lagi pada kedua orangtua Lizzy.

Astaga! Bahkan pada kedua orangtua Lizzy. Lihatlah! Wajah Ayah Lizzy terlihat angkuh setelah mendengar kata maaf itu. Sepertinya dia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa.

Tapi Ayah jelas-jelas menatap Rey dengan tatapan yang tidak bersahabat. Sepertinya dia mulai paham hubungan Lizzy dan Rey. Dan bisa kamu tebak, Rey ketakutan. Dia seperti pria murahan yang tertangkap basah selingkuh. Setelah ini aku jamin Oom Candra pasti ketar-ketir memohon supaya Ayah tidak memutuskan pertunanganku dengan Rey.

"Saya sudah mengurus segala sesuatunya ke Kantor Polisi," ucap Ayah bercerita.

"Polisi mengatakan rem dan mesin mobil Ivy tidak bermasalah sebelum kecelakaan, dan ada beberapa saksi mata yang mengatakan mobil Ivy terus melaju menerobos lampu merah."

"Tapi kita belum bisa menjadikan Ivy tersangka sebelum dia mengaku sendiri saat sadar nanti."

Ayah, sebenarnya kamu berpihak pada siapa?

Ayah Lizzy sepertinya ingin bicara, tapi melihat aura Ayah yang memang selalu mendominasi lawan bicara membuat suaranya tetap bungkam.

"Kalau seandainya Ivy terbukti bersalah, saya mohon jangan salahkan Ivy," ucap Ayah sambil melihat satu per satu orang yang ada diruangan ini.

Ayah, ayolah! Kenapa kamu merendahkan dirimu di depan orang-orang murahan ini?

"Salahkan saya yang gagal mendidik Ivy."

Ya Tuhan, tolong katakan aku salah dengar. Ayah yang terlihat cuek dan tidak peduli mengatakan seperti itu. Terdengar sangat klise, tapi aku tersentuh mendengarnya.

"Sejak kecil Ivy terbiasa mendapatkan apa yang dia inginkan," mata Ayah langsung tertuju pada Rey yang tampak menciut. "Dan saya cenderung membiarkannya melakukan apapun yang dia sukai."

"Aku tidak tahu dia tumbuh menjadi gadis yang suka mengganggu orang lain dan melakukan apapun yang dia anggap benar."

"Karena itu, salahkan saya yang gagal mendidik Ivy. Sayalah yang menjadikan Ivy seperti sekarang."

Ayah, stop! Aku suka dibela, tapi mendengar Ayah begini hatiku terasa teriris. Entah kenapa. Ayah lebih terlihat manusiawi dibanding Ibu.

"Biarkan polisi yang menyelesaikan kasus ini," ucap Ayah Lizzy yang mencoba terlihat sok bijak.

"Ivy bersalah atau tidak, polisi yang berhak memutuskannya," lanjut Ayah Lizzy.

"Tapi aku harap Anda menuntaskan kasus ini dengan cara yang benar. Maaf sebelumnya, aku sudah sering mendengar track record Anda di dunia bisnis, Pak Yudha. Dan Anda cukup terkenal untuk mengubur habis suatu kasus."

Secret Change {Proses Penerbitan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang