20. Siapa Sebenarnya Iblis?

457 75 0
                                    

"Kenapa lagi? Aku nggak pulang malam, aku juga nggak berbuat aneh-aneh sama tubuh ini," ucapku langsung saat melihat Helix duduk di ruang tamu rumahku. Kentara sekali dia menungguiku pulang. Dan tatapan tajamnya itu selalu membuatku risih.

"Tetap aja kamu manfaatin keadaan untuk ngabisin waktu barengan Rey. Dasar licik."

Aku mengambil napas perlahan, lalu menghembuskannya dengan kuat, sengaja supaya Helix tahu aku sedang berusaha tenang dan menghindari perdebatan. Aku langsung duduk di samping Helix dan mencoba bicara baik-baik.

"Lihat aku dari atas sampai ujung kaki, nggak ada yang luka, kan?"

"Aku jagain badan ini dengan baik."

"Tapi tetap aja kamu berbuat yang aneh-aneh sama Rey. Kalau ada dua orang lawan jenis berduaan, orang ketiganya setan. Mustahil kalian masih lurus-lurus aja waktu berduaan."

"Ya udah, nanti kalau kami mau kencan, kamu ikutan, deh. Biar jadi setannya, kan orang ketiga." Aku terkekeh dengan ucapanku sendiri.

"Kamu kira aku bercanda?" mata Helix benar-benar menakutkan di beberapa kesempatan. Kadang aku bisa merasakan kalau dia ingin menamparku atau menjambakku lewat tatapan mata tajam itu. Tapi dia berusaha mati-matian untuk tidak melukai tubuh Lizzy.

"Kami cuma pegangan tangan." Aku langsung menggenggam tangan Helix, lalu bersandar dibahunya. "Kayak gini," jelasku mempraktikkan yang biasa aku lakukan bersama Rey.

"Jangan sentuh," Helix langsung menepis tanganku dan mendorong kepalaku yang menempel dibahunya beberapa detik yang lalu.

"Aku lagi praktekin cara kami pacaran, bego!"

"Berarti kamu tetap aja sentuh-sentuh Rey pakai tubuh Lizzy."

Aku menghela napas dengan sangat berat, aku berusaha menetralkan emosiku yang bergejolak. Berdebat dengan Helix memang tidak akan ada akhirnya.

"Ya kali pacaran harus duduk sejauh 2 meter kayak gini," aku bergeser jauh ke ujung sofa untuk mempraktikkannya lagi. "Emangnya lagi terinfeksi covid?"

"Hei, kami menikmati menyentuh Rey lewat tubuh orang lain. Sadar diri dong. Rey itu sukanya sama Liz, bukan Ivy. Jangan manfaatin keadaan."

"Helix, kamu sendiri yang bilang untuk rahasiain kalau aku terjebak di tubuh Liz. Coba pikir pakai otak kamu yang dangkal, Rey itu pacarnya Liz. Kalau aku menolak kencan dengan Rey, dia pasti curiga."

Aku memperhatikan wajah Helix yang tidak suka setiap kali aku menyebut nama Rey. Tidak bisa dipungkiri aku mulai memikirkan sesuatu. Tentang Helix dan Lizzy.

Entah mendapat ide darimana, aku langsung mengikis jarak dengan Helix. Lalu aku merangkulnya dari samping dan aku menempelkan telingaku ke dada Helix. Tubuh Helix mendadak tegang, bahkan aku bisa merasakan debaran jantungnya yang tak normal. Benar dugaanku, Helix menyembunyikan sesuatu, tentang perasaannya.

"Apa yang kamu lakuin, bego!" Helix langsung mendorong tubuhku dengan kasar. Aku sampai tercampak ke samping, syukurnya ini sofa jadi aku tidak perlu merasakan sakit.

"Dasar cewek sinting!"

Aku tertawa jahil sebentar sebelum akhirnya bicara.

"Jawab yang jujur," aku mendekati Helix lagi dan menatap matanya secara langsung. Tidak seperti biasanya, dia menghindari kontak mata denganku. Hilang sudah tatapan tajamnya yang kerap kali mengintimidasi,

"Sebenarnya kamu nggak mau aku manfaatin tubuh ini untuk kencan dengan Rey, atau ada alasan lain?"

"Aku nggak mau kamu nyentuh-nyentuh Rey pakai tubuh Liz. Jangan nodai tubuh Liz," sambar Helix tanpa jeda. Kentara sekali dia sedang mengelak.

Secret Change {Proses Penerbitan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang