2. Dua Pengkhianat

806 112 6
                                    

Rey tidak menyukaiku. Aku tahu itu. Pertunangan kami hanya sebatas Simbiosis Mutualisme. Keluarga Rey butuh dukungan perusahaan Ayah untuk mendukung bisnis mereka. Dengan kata lain, perusahaan Ayah memberikan suntikan dana beberapa kali untuk perusahaan keluarga Rey. Jadi, bahasa sederhananya, keluarga Rey menjual dia hanya untuk bisnis.

Bagaimana dengan aku? Yah, seperti yang kalian tebak, aku menyukai Rey. Aku cenderung melakukan apa saja demi mendapatkan yang aku sukai. Termasuk Rey.

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada Rey di acara pertemuan keluarga di perusahaan Ayah. Malam itu, di mataku, Rey satu-satunya laki-laki yang bersinar. Layaknya Pangeran tampan yang tersesat dalam pesta penuh basa-basi.

Aku punya standar tinggi dalam segala hal, mulai dari fashion sampai laki-laki. Aku rasa Rey satu-satunya laki-laki yang pantas untukku. Dia tampan, sampai di juluki Pangeran di sekolah, dia juga pintar dan kaya. Satu lagi, dia populer. Rey punya semua daftar kriteria laki-laki yang layak menjadi pendamping seorang Ivy. Itulah alasan kenapa aku menerima usulan untuk tunangan dengan Rey. Sepertinya orang tua Rey sadar kalau aku menaruh hati pada anak mereka, makanya mereka memberikan usulan supaya kami bertunangan.

Aku juga sadar sedang dimanfaatkan, tapi dengan begini, bukankah secara tidak sengaja keluarga Rey ada di bawah kendali keluargaku?

Karena itu aku berada disini, di Gedung berlantai 25 dengan karyawan perusahaan yang lalu lalang. Aku hanya ingin menunjukkan pada Rey seberapa besar kekuasaanku untuk hidupnya.

Lihatlah bagaimana para karyawan yang berpapasan denganku langsung membungkuk hormat. Aku seperti Putri Raja yang sedang di sambut d Istana utama kerajaan. Hidup sebagai Ivy memang sangat menyenangkan.

Dan tujuanku di depan mata. Pintu ruangan yang tertutup dengan papan nama CEO yang tercantum. Saat aku hampir saja masuk, di situlah salah satu perempuan yang paling aku benci di perusahaan ini muncul. Saswita, Asisten yang bertugas menjaga pintu Direktur agar tidak sembarangan orang bisa masuk. Seperti Namanya yang kuno, orangnya juga kuno.

"Bapak Direktur sedang tidak bisa di ganggu, Nona. Beliau sedang membahas hal penting di dalam," ujar Saswita yang mencegah aku membuka pintu ruangan Ayahku sendiri.

"Apa itu artinya aku pengganggu bagi Ayah?" tanyaku dengan ketus.

"Bu ...bukan begitu, Nona. Bapak Direktur melarang saya untuk memasukkan siapa saja ke ruangannya," cegah Saswita.

"Ah, banyak bacot."

Aku langsung mendorong tubuhnya menjauh dan membuka pintu tanpa mengetuknya. Kali ini Saswita benar, seharusnya aku tidak masuk. Karena apa yang aku lihat di dalam ruangan ini membuatku membeku di tempat.

Ayah duduk di kursinya, di sampingnya ada perempuan yang paling aku benci seantero Perusahaan. Sepuluh kali lipat lebih benci dibanding Saswita. Namira, si sekretaris seksi yang merangkap menjadi asisten pribadi Ayah. Perempuan yang bahkan pernah jauh-jauh ke rumah untuk menjemput dasi Direkturnya yang ketinggalan.

Perempuan yang selalu memakai rok mini itu berdiri dengan sedikit membungkuk di samping Ayah sambil menjelaskan dokumen yang ada di tangannya. Jarak mereka cukup dekat untuk seukuran teman kerja. Seharusnya Namira duduk di depan meja Ayah dan menjelaskan dokumen di tangannya, bukan dengan posisi seperti itu.

"Ivy, Ayah udah bilang, kalau mau masuk ketuk pintu dulu," tegur Ayah langsung saat menyadari kehadiranku di ambang pintu.

Namira pun kembali berdiri tegak dan mundur tiga langkah dari samping Ayah. Wajahnya terlihat salah tingkah. Berbeda dengan Ayah yang santai saja.

"Supaya apa ketuk pintu dulu? Supaya nggak ketahuan lagi lakuin apa di dalam?" ucapku dengan lancangnya.

"Ivy, apa-apaan bicaramu," tegur Ayah lagi. Kali ini dengan wajah yang tidak bersahabat. Dia sedikit marah.

Secret Change {Proses Penerbitan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang