42. Melepasmu

466 78 1
                                    

Hai, perkenalkan, Aku Ivy Scarletta, si tolol yang bucin tingkat dewa. Berhubung hari ini libur, aku sudah berdiri di depan pintu utama rumah Rey. Tadi malam setelah bertengkar kecil di luar kamar Helix, aku langsung pulang naik taxi tanpa peduli dengan Rey yang berusaha mengejarku. Tapi, pagi ini aku seperti pengecut yang menjilat ludahku sendiri. aku datang untuk bertemu dengan Rey.

"Pagi, Rey," sapaku dengan senyum manis setelah Rey keluar dari kamarnya dalam keadaan memakai piyama dan rambutnya masih berantakan. Dia baru saja di banguni pembantu rumah tangga saat aku datang.

"Kalau datang mau berantem atau debat nggak jelas, mending baliknya agak siangan. Terlalu pagi untuk ribut," sindir Rey tapi dia duduk di sofa sambil menyandarkan punggungnya dan uring-uringan.

Aku meletakkan buah tanganku di atas meja. Kue karamel yang aku buat sendiri. Aku sengaja membuatnya subuh-subuh supaya bisa dijadikan buah tangan untuk Rey.

"Coba dimakan, aku sendiri yang masak," ucapku yang menyodorkan sepotong kue karamel dan berusaha menyuapi Rey.

Seperti dugaanku, Rey tidak akan pernah menolak pemberian Lizzy. Dia memakannya dan menikmatinya.

"Pelan-pelan aja, masih banyak," ucapku yang mengusap sisa kue karamel yang belepotan di sudut bibir Rey. Lalu aku berhenti saat melihat sudut bibir yang terluka itu.

"Pasti sakit, ya?" ucapku yang mengusapnya dengan lembut.

Rey diam saja. Untuk pertama kalinya, tanganku tidak di tepis saat menyentuh Rey. Untuk pertama kalinya Rey tidak membentakku saat menyentuh sudut bibirnya.

"Aku obati, ya," bujukku yang mengambil obat merah dari tasku. Tapi Rey mencegah tanganku untuk mengoleskan obat antiseptik itu.

"Nanti aja, aku mau makan kuenya lagi," ujar Rey yang langsung menyambar satu potong kue karamel dari atas meja.

"Aku baru tahu kamu bisa masak kue karamel."

Tentu saja bisa. Aku belajar mati-matian demi sebuah kue karamel. Aku bahkan belajar dari salah satu chef di toko kue terkenal demi bisa memasak kue karamel kesukaan Rey. Dulu aku pernah memberikannya pada Rey. Dia tentu saja menolak, tapi berkat dukungan Tante Katty, akhirnya Rey terpaksa mencicipinya. Itu pertama dan terakhir kalinya Rey memakan kue buatanku. Aku berkali-kali memasakkan kue karamel untuknya dan berakhir di buang begitu saja di depan mataku.

Tapi pagi ini, Rey bahkan sudah menghabiskan tiga potong kue.

"Enak, ya?"

"Banget," jawab Rey dengan senyum sumringah.

"Kamu nggak ngerasa familiar sama rasanya?"

Dan Reypun berhenti sejenak. Dia seperti berpikir dan meresapi rasa kue itu.

"Dulu aku pernah makan kue karamel yang rasanya sama persis kayak gini," jujur Rey. "Aku menyukai kue karamel buatannya tapi nggak dengan orangnya, makanya waktu itu nggak terlalu menikmati."

"Kalau sekarang, gimana?"

"Aku menyukai kuenya dan sejuta kali lebih menyukai yang buat kuenya." Rey mengusap pelan puncak kepalaku dan tersenyum sumringah.

"Liz, gini dong. Kita jangan berantem nggak jelas lagi, ya. Aku nggak suka kita berantem, kangen tahu," ungkap Rey.

"Seharusnya dari kemarin-kemarin kamu juga peduliin aku. Aku, kan jadi cemburu lihat kamu lebih perhatian sama Helix. Liz, ingat, ya! aku ini pacar kamu dan Helix bukan siapa-siapa kamu."

"Rey, kamu takut hubunganmu dengan Liz rusak karena Helix?"

"Liz, bicaramu kenapa aneh? Seolah-olah kamu bukan Liz."

Secret Change {Proses Penerbitan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang