"Kamu memang udah pantas masuk rumah sakit jiwa, kamu udah positif gila," maki Helix yang mendongak melihat balkon kamarku di lantai dua. Iya, kamarku, kamar Ivy Scarletta.
"Justru aku waras meminta bantuan orang yang tepat," jawabku dengan senyum manis supaya Helix memenuhi permintaanku.
Permintaanku sebenarnya gampang untuk Helix. Cuma membantu sampai ke kamarku tanpa lewat pintu depan, dengan kata lain mencari cara menaik ke balkon kamar tanpa ketahuan penghuni rumah. Helix ahlinya, terbukti dia sudah beberapa kali berhasil masuk ke kamar Lizzy tanpa di ketahui siapapun.
"Kamu nyuruh orang yang baru aja keluar dari rumah sakit tadi sore untuk manjat ke balkon lantai dua? Sinting," maki Helix lagi.
"Bukan manjat, di Gudang ada tangga yang bisa kita gunakan."
"Kenapa nggak sendiri aja, tinggal naik tangga apa susahnya."
"Pegangin tangganya, aku takut oleng," jujurku dengan senyum yang sok manis supaya Helix luluh. Memang wajah Lizzy yang terlihat di matanya. Tapi dia sadar sepenuhnya kalau yang ada di hadapannya sekarang Ivy.
"Jangan ngintip," ucapku saat berusaha menaiki anak tangga dan Helix menahan tangga supaya tidak oleng.
"Apa yang mau diintip? Nggak selera," sahut Helix dibawah sana. Memang aku salah memilih kostum. Dengan santainya aku datang kemari dengan gaun tidur selutut.
"Bulshit, semua cowok sama aja, ada sedikit celah langsung dinikmati."
"Bawel, aku jatuhin nih tangganya," ancam Helix.
"Iya, iya," akhirnya aku pasrah saja dan menaiki anak tangga itu satu per satu penuh kewaspadaan.
Syukurnya aku berhasil menapak sempurna di balkon kamar. Dan untungnya pintu balkon ini tidak pernah di kunci, karena memang dulunya aku sering bangun tengah malam dan menikmati udara malam.
Aku mengulas senyum saat menatap sekeliling kamarku. Kamar yang aku rindukan, suasana yang aku dambakan.
"Sebenarnya mau ngambil apa disini?" Tanya Helix yang baru saja sampai di kamarku.
Tanpa membuang waktu aku membongkar semua isi di laci nakasku.
"Kartu ATM," jawabku singkat sambil berharap kartu ATM ku masih ada di tempat penyimpanan biasanya.
"Lizzy terlalu kere, aku nggak bisa hidup jadi orang kere," sambungku yang masih sibuk mencari kartu yang bisa menyelamatkan hidupku itu.
"Untuk apa kartu ATM mu?" Tanya Helix.
"Biar aku habisin, bosan hidup tanpa shoping."
"Yes, bagus, Thanks God," aku mencium kartu ATM yang baru saja aku temukan.
"Ini baru namanya hidup," ujarku kesenangan. Seolah-olah kartu ATM di genggamanku sepertis berlian langka yang bisa menyelamatkan hidupku.
"Kalau aku udah memasuki usia dewasa, kamu bakal jadi wanita yang paling aku hindari jadi istri," ucap Helix yang entah sejak kapan duduk anteng dan kasurku.
"Kenapa?"
"Semua laki-laki di muka bumi ini nggak suka sama cewek boros," ungkap Helix.
"Kalau borosnya pakai uang sendiri apa salahnya. Toh, aku nggak minta uang kamu."
"Lagian siapa juga yang mau nikah sama cowok kayak kamu. Ogah, udah nggak peka, minim ekspresi, kasar dan di otaknya cuma ada Lizzy."
"Emangnya kamu lebih baik dibanding aku? Udah boros, bicara seenaknya, suka bentak, kasar, tukang bully. Kalau di list, kamu sama sekali nggak ada baik-baiknya," ejek Helix. Dia bahkan sampai berdiri saat mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Change {Proses Penerbitan}
Teen FictionNomor peserta : 087 Tema yang diambil: Mental Health Ivy memiliki segalanya, kecuali hati tunangannya sendiri, Reynard. Harta yang berlimpah, paras yang bagaikan Dewi dan otak encer ternyata tidak bisa menarik hati Reynard. Ivy selalu ingin menjad...