Aku dan Lizzy benar-benar beda jauh. Selama ini aku tidak begitu peduli dengan kehidupan Lizzy, tapi setelah terjebak dalam tubuh sialan ini aku jadi tahu kehidupan kami sangat berbeda.
Salah satunya meja rias Lizzy, kalau meja riasku di banjiri make-up dan skincare, jangan lupa koleksi parfume yang bejibun. Sudah hampir setengah jam aku mengobrak-abrik meja rias Lizzy, aku Cuma menemukan bedak dan satu buah lipbalm. Hanya itu untuk riasan wajah. Apa gadis ini bercanda?
Dan yang membuatku jengkel adalah harus menerima kenyataan kalau Lizzy cuma punya satu parfume saja. Victoria Secret Vanilla lace. Wanginya sekalem penampilan Lizzy. Aku tidak suka. Tapi mau tidak mau aku hanya bisa memakai parfume ini.
Saat aku turun dari kamar Lizzy yang kebetulan di lantai dua, aku langsung disambut hangat oleh kedua orangtua Lizzy. Dery duduk di meja makan sambil menikmati nasi gorengnya, Nura—Ibu Lizzy— masih sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi.
"Roti kamu udah Ibu siapin, sayang," ucap Nura yang masih memakai apron ungu.
"Sini, sarapan bareng Ayah," panggil Dery yang tengah melahap nasi goreng buatan Nura.
Seorang Ivy disuruh sarapan? Big No. Satu lembar roti selai bisa menambah berat badanku 800 gr. Tidak pernah ada sarapan dalam kamus Ivy.
"Nggak dulu deh, Bu, sarapannya di sekolah aja," elakku yang mencoba melewati meja makan.
"Kalau gitu, Ibu bawain bekal ya," tawar Nura lagi.
"Nggak usah, bu," sambarku langsung. Bawa bekal? Astaga, kenapa Lizzy semanja ini? Aku jadi merinding sendiri.
"Loh, kok udah pergi aja?" protes Nura saat melihatku melesat meninggalkan meja makan.
"Udah telat, Bu," kilahku.
"Nggak kayak biasanya, kamu lupa, ya?" Nura langsung melepas apronnya, lalu memelukku dan mencium keningku.
"Sampai jumpa nanti, sayang," ucapnya setelah selesai dengan kecupan hangatnya.
"Hmm," gumamku malas.
Setelah berada di luar rumah, aku langsung mengusap keningku yang dikecup Nura tadi. Aku bengong untuk beberapa saat.
Dibuatkan sarapan, dipeluk dan di cium sebelum berangkat sekolah. Aku merasa cultural shock dalam keluarga ini. Kehidupanku biasanya Cuma bangun pagi, siap-siap ke sekolah dan berangkat mengendarai mobil sendiri. Tanpa sapaan pagi dari Ayah dan Ibu yang cuma papasan sesaat di ruang tamu. Tanpa kecupan dan pelukan, bahkan saling sapa saja tidak. Ayah biasanya pergi buru-buru tanpa sarapan. Ibu cuma meminum segelas teh hijau tanpa gula dan relaksasi dan tidak mau di ganggu. Sebenarnya keluarga siapa yang aneh?
Rasa terkejutku ternyata belum berakhir. Aku melihat mobil hitam yang biasa dikendarai Rey berhenti di depan pintu gerbang rumah Lizzy. Dan setelah kaca mobil itu turun perlahan, aku melihat wajah Rey yang tersenyum hangat.
"Pagi, sayang," sapanya sembari mengumbar senyum indahnya.
Apalagi ini? Aku sering kali merengek minta di jemput Rey untuk berangkat sekolah bersama. Dan Rey selalu menolak, tapi dengan bantuan Oom Candra, kadang permintaanku terkabul. Hanya saja wajah Rey masam sepanjang jalan dan dia lebih sering menginjak rem mendadak untuk menunjukkan rasa kesalnya.
Tapi pagi ini Rey datang menjemputku, eh, lebih tepatnya menjemput Lizzy. Tanpa diminta sama sekali.
Lizzy hidup kita memang jauh berbeda.
****
Rey mengamatiku dari atas sampai bawah. Aku memakai bando berwarna merah, lalu mengoles bibir dengan lipbalm seadanya dan memakai parfume yang bukan seleraku secara terpaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Change {Proses Penerbitan}
Teen FictionNomor peserta : 087 Tema yang diambil: Mental Health Ivy memiliki segalanya, kecuali hati tunangannya sendiri, Reynard. Harta yang berlimpah, paras yang bagaikan Dewi dan otak encer ternyata tidak bisa menarik hati Reynard. Ivy selalu ingin menjad...