Pesan author:
Btw, ini cerita Mimpi Indah, tapi judulnya gue ganti, sama sampulnya juga gue ganti. So, gak usah bingung atau heran, ceritanya tetap sama, alurnya juga tetap sama. Gak ada yang gue revisi, cuman judul sama sampulnya doang gue ganti.
Oke, selamat membaca...
***
Gracia menangis. Setelah di ajak makan bersama Shani, ia kembali ke kelasnya, lebih tepatnya lagi ia membawa Anin untuk membolos. Yang mereka lakukan hanyalah membolos di kantin ujung, tak lupa Gracia yang menangis tanpa hentinya. Bahkan Anin pun bingung harus bagaimana menenangkan Gracia, ia saja tak tau apa yang membuat Gracia menangis seperti ini. Sang ibu kantin menatap bingung keduanya, ia membawa satu buah tisu, ingatkan lagi, hanya satu buah tisu untuk Gracia.
Gracia mengambil dengan cepat tisu itu, ia mengelap ingusnya yang mengalir seperti aliran hujan yang deras. Anin menahan tawanya, jarang sekali ia bisa melihat Gracia yang menangis seperti ini, apa lagi ingusnya yang meler kemana-mana.
"Anin..." Rengek Gracia di sela suara isakkan tangisnya.
Anin berusaha menetralkan wajahnya, ia menatap Gracia yang menangis di pelukannya. Pelukan itu di longgarkan oleh Gracia. Ia sedikit sesak bernapas.
"Iyaaaa, kenapa, Gree?" Jawab Anin sembari mengusap ubun-ubun Gracia.
"Sambil jalan-jalan yuk. Gue malu di liatin ibu kantin," Gracia mendekati telinga Anin, "Yang pelit."
Anin tertawa. Perkataan Gracia memang benar. Ibu kantin di ujung termasuk orang-orang yang pelit. Ia saja sebenarnya sangat tak mau membolos disini, namun karena menurut Gracia ibu kantin yang disini tidak cepu, terpaksa mereka berdua membolos disini.
Anin perlahan membawa Gracia keluar dari kantin ini. Gracia mengacungkan jari tengahnya, ia sedikit kesal dengan ibu kantin disini. Anin tertawa lagi, ia merangkul Gracia. Teman satu-satunya yang selalu ia jadikan kelinci percobaan, alias yang selalu ia dandani dengan kosmetiknya, kini menangis seperti sedang patah hati.
Padahal alasan Gracia menangis, ya karena memang sedang patah hati. Hatinya di patahkan oleh sifat Shani. Shani yang sama sekali tak merasa bersalah malah menunjukan sikap manisnya ke Gracia. Jika begini akhirnya, Gracia lebih memilih sikap Shani yang menyebalkan dari pada mengambung-ambungkan cintanya. Gracia benar-benar sedang di landa ke galauan tingkat atas.
Cinta memang rumit, ya?
"Kak Shani punya masa lalu, Nin..."
"Hah? Apa-apaaa? Kak Shani punya masa laluuuu? Terus apa hubungannya sama lo?"
"Gue kepincut sama sikapnya kak Shani, Niinn." Rengek Gracia.
Anin tertawa dengan keras, ia tak menyangka jika temannya ini menaruh rasa ke Shani. "Yang benar aja lo?"
Gracia mengangguk. Ia kembali menangis. Anin semakin tertawa, tawanya merupakan tawa jahat yang pernah ia berikan ke Gracia.
"Hadeh, Ge, Ge. Lo naruh rasa ke orang yang salah. Apa lagi kata lo kak Shani punya masa lalu kan? Menurut gue sih, lo cuman punya dua pilihan. Bertahan atau pergi?" Anin menarik tangan Gracia dari gerombolan cowok. Ia membawa Gracia ke lorong kelas 10. "Kalonya lo mau bertahan sama kak Shani, lo harus nanggung resiko. Contohnya kayak masa lalunya dia. Kalo lo emang bener-bener jatuh banget ke dunianya dia, yaaa, lo harus nemenin dia tiap hari. Walaupun lo harus ngedengar masa lalunya dia."
"Kalonya lo pergi. Semuanya usai. Gak ada lagi elo sama dia. Emang bener-bener selesai. Kalian yang pernah dekat bakalan cuman jadi angin lewat doang kalonya lo pergi gitu aja." Lanjut Anin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Random[sudah end] Gracia selalu memimpikan seorang perempuan di setiap malamnya, ia hanya mengenal nama perempuan itu berupa Shani. Gracia tak begitu tau seperti apa wajah Shani di mimpinya. Namun, ia mengenali bagaimana perawakan bentuk tubuh Shani. Teta...