3

1.7K 210 3
                                    

Gracia menatap lurus pada kaca jendela kamarnya, ia masih memikirkan kejadian di sekolah tadi. Gracia masih tak percaya jika nama gadis itu adalah Shani. Namanya memang Shani, perawakan badannya juga mirip seperti di mimpinya, tapi Gracia tak tau wajah Shani yang di dalam mimpinya seperti apa.

Ada satu hal yang tertinggal di antara perbedaan Shani di mimpi dan Shani nyata, sifat Shani di mimpi lebih terlihat orang yang sangat manis dan terlalu banyak sifat modusnya. Beda dengan Shani yang nyata. Orang yang datar, kaku, seperti mayat hidup. Kalaupun jika di bilang Shani memiliki raga tapi tidak memiliki jiwa, sudah pasti Gracia menjawab iya sebagai jawabannya.

"Shani mimpi dan Shani nyata, ya?" Gumam Gracia sendiri lagi. Terlalu banyak hal yang di pikirkan Gracia tentang Shani. Gracia mencoba mencari posisi yang nyaman untuk tidur, ia ingin merasakan mimpinya kali ini akan seperti apa.

Sudah beberapa menit Gracia memejamkan matanya, tapi ia tak kunjung tertidur juga. Gracia membuka selimutnya, ia mengambil hoodie ungu kesayangannya, ia keluar dari pintu kamarnya.

Gracia melihat sekitar ruangan rumahnya, ia tak melihat ada siapapun itu di rumahnya, mungkin Veranda sudah tidur. Gracia keluar dari rumahnya, ia sengaja berjalan kaki menyusuri jalan di sekitar rumahnya.

Gracia terus berjalan mengikuti arah trotoar yang di sekitar rumahnya. Gracia berhenti sebentar, ia mengusap saku kantong celananya. Gracia lupa untuk membawa ponselnya itu.

Gracia melihat jam tangannya, sekarang pukul 11:32. Gracia ingin berputar balik, tapi ia sudah lumayan jauh dari rumahnya. Gracia menatap jalanan yang lenggang, suasana jalan kaki di pusat kota ternyata seperti ini batinnya.

Walaupun Gracia sedikit merinding melihat jalanan yang benar-benar sepi. Gracia melanjutkan langkah kakinya untuk menulusuri jalanan di depannya, ia melihat sebuah warung kecil yang masih buka. Gracia menyempatkan diri untuk singgah sebentar.

Gracia mengambil satu minuman air putih, ia menghampiri penjual yang menjaga warung kecil itu. Gracia melihat ke sampingnya, ia merasa tak asing dengan orang yang baru saja mampir ke warung ini. Gracia kembali menatap penjual warung itu, sedangkan orang yang di samping Gracia hanya diam lalu membeli rokok satu bungkus.

Gracia keluar dari warung kecil itu, ia berjalan sedikit jauh dari warung itu. Gracia melihat sebuah taman kecil dengan kursi yang terletak di bagian pinggir jalan, ia menghampiri kursi itu, ia menduduki dirinya di atas kursi itu sambil meminum minumannya.

"Ngapain keluar malam?"

Gracia merasa tak asing dengan suara ini, ia menoleh ke arah suara yang mengajaknya berbicara. Gracia mendapati Shani dengan rokok di tangannya, ternyata itu Shani yang di warung kecil tadi.

"Kakak juga ngapain beli rokok malem-malem?" Tanya Gracia balik. Shani memutar bola matanya, ia duduk di samping Gracia. Jangan lupa Shani membuka segel plastik rokoknya, ia mengeluarkan satu batang rokoknya. Shani menawarkan rokok ke Gracia, Gracia mendorong pelan rokok Shani, ia menolak tawaran Shani.

"Gabut doang." Jawab Shani seraya membakar rokoknya, ia menghisap rokoknya secara perlahan. Asap rokok keluar dari mulut Shani dan hidungnya. Shani menyandarkan punggungnya di senderan kursi, ia menatap lampu jalanan di depan mereka. "Jangan keseringan keluar malam. Lo gak tau aja disini banyak begal."

Gracia menatap Shani yang di sampingnya, ia menampilkan wajah tengil yang tak tau jika jalanan disini rawan begal. "Kalonya disini emang rawan begal, trus, kenapa Kakak keluar malam juga?" Tanya Gracia dengan wajah tengilnya yang tak kunjung berhenti.

Shani menatap Gracia, ia memutar bola matanya. Shani sengaja menghisap rokoknya lalu ia buang asapnya itu ke depan wajah Gracia, "Karna gue ketuanya." Ucap Shani yang kembali menatap jalanan yang di depannya.

CandramawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang