2.53,
"Lo yakin mau pulang, Shan? Udah jam segini."
"Gue pulang aja deh. Masih inget rumah."
Kanaya memukul pelan pundak Shani, "Cielah. Udah gak broken home lagi?"
Shani tertawa pelan, ia hanya mengangguk kecil dengan sisa kesadarannya. Semuanya sudah tepar di dalam rumah Kanaya, beserta Angga yang akhirnya memutuskan menginap di rumah Kanaya, yang lainnya pun sama. Hanya Shani saja yang tetap kekeh ingin pulang dengan keadaannya yang sudah mabuk.
"Mau gue anterin kagak? Dari pada ntar tiba-tiba dapet kabar lo nyeruduk sapi." Ucap Adit yang masih bangun.
"Sapi mana ada malam-malam begini anjing."
Adit hanya terkekeh. Di rasa semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, Shani berjalan keluar dari rumah Kanaya. Kanaya tak mengikuti Shani keluar rumah, ia sudah tepar di kamarnya. Shani beranjak ke motornya, segera pergi dari area rumah Kanaya. Selama di perjalanan menempuh rumahnya, beberapa kali Shani hampir oleng dari motornya, untung jalanan yang ia lewati sedikit lenggang.
"Gue suka sama Gracia?" Tanya Shani ke dirinya sendiri. Di depannya terdapat lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah, walaupun dirinya bisa menerobos karena waktu, ia tetap mematuhi peraturan lalu lintas. Shani tak tau ia menaruh rasa atau tidak ke Gracia, yang pasti Shani selalu nyaman berdekatan dengan Gracia, ada darah yang berdesis setiap bersama Gracia.
Shani menancap gasnya saat lampu lalu lintas mulai hijau, ia kembali fokus pada jalanan. Tepat dirinya sampai di depan pagar rumahnya, ia sedikit beruntung melihat pagar rumahnya yang tak di kunci, dirinya bisa masuk tanpa harus memanjat pagar terlebih dahulu. Shani memarkirkan motornya, turun dari motor dengan tubuh yang sempoyongan, sebisa mungkin ia menahan tubuhnya agar terlihat seperti biasa saja.
Shani semakin beruntung saat dirinya membuka pintu rumahnya, lagi-lagi tak terkunci. Kakinya melangkah masuk ke dalam, suatu hal yang cukup dirinya heran, lampu ruang tamunya masih hidup, biasanya jika orang rumahnya sudah tertidur lampu itu selalu mati, tapi kali ini tidak. Oh, Shani harus berhati-hati.
"Baru pulang?" Tanya Vienny dari arah dapur, dirinya melihat Shani yang berdiri di samping sofa ruang tamu, dengan mata merah yang menandakan dirinya sedang mabuk.
Shani menjadi takut, ia bingung harus berbuat apa. Shani berjalan menghindari Vienny, namun ia berjalan dengan sempoyongan, hal itu semakin membuat Vienny curiga. Saat itu juga tangan Vienny mencengkeram pipi Shani, menghirup bau alkohol dari mulut Shani, satu tamparan dari tangan Vienny mengenai pipi Shani.
"Kamu boleh ngerokok, tapi gak sampe mabuk juga!" Marah Vienny. Shani terdiam, tak berani melawan. Ia tau ini kesalahannya. "Mamah gak nyangka Adek bisa sampai kayak gini. Siapa yang ngajarin kamu, hah?!"
Shani masih diam. Vienny melepas kasar cengkeramannya dari pipi Shani, menatap Shani dengan tatapan kecewa. Vienny merasa gagal menjadi sosok ibu, ia kecewa terhadap Shani, tapi ia lebih kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa mendidik Shani.
"Adek masuk kamar sekarang!" Tegas Vienny.
Shani hanya mengangguk pelan, ia melihat bagaimana ibunya yang kecewa. Shani ketahuan mabuk saja ibunya sekecewa ini, apa lagi ketika Vienny tau dirinya ingin mengikuti jejak Naomi. Ia berjalan sempoyongan ke arah kamarnya, menutup dengan pelan pintu kamarnya, dirinya langsung merebahkan tubuh di kasur. Tetesan air mata mengalir deras, menangis dengan keadaan mabuk seperti ini seolah mengungkap isi hatinya.
Shani pun kecewa dengan dirinya sendiri. Bukan hanya Vienny yang kecewa, diri Shani sendiri juga kecewa. Ini merupakan hal bodoh yang pernah ia lakukan, mabuk dengan alasan cinta, tapi Shani tak tau ini atas dasar cinta atau tidak. Biarlah hari esok yang menjawabnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Aléatoire[sudah end] Gracia selalu memimpikan seorang perempuan di setiap malamnya, ia hanya mengenal nama perempuan itu berupa Shani. Gracia tak begitu tau seperti apa wajah Shani di mimpinya. Namun, ia mengenali bagaimana perawakan bentuk tubuh Shani. Teta...