Bagi Jaeyun, Lee Heeseung itu cinta pertamanya.
Pada saat itu, Jaeyun si mahasiswi baru di fakultas seni entah bagaimana bisa berakhir di halte bus seorang diri dengan cuaca mendung.
Langit siap memuntahkan hujan dan waktu telah berlalu hingga menunjukkan pukul setengah enam sore.
Biasanya Jaeyun akan di jemput, namun supir keluarganya mengatakan bahwa mobil yang dikendarainya mogok di tengah perjalanan. Jaeyun bukan juga tipikal nona muda dari keluarga bergengsi yang kekurangan EQ, Jaeyun sangat baik hati hingga alih-alih marah pada supir keluarganya, ia justru mengatakan tidak apa-apa.
Menghubungi ayah dan adiknya tidak berguna, entah ayahnya sedang rapat atau adiknya tengah sibuk dengan kegiatannya di sekolah. Bahkan saat Jaeyun menghubungi ibunya, nyonya keluarga Park itu tengah berada dalam acara amal dan berkata tidak bisa menjemput Jaeyun lantaran sang ibu juga tidak membawa kendaraan.
Hanya menunggu supir atau ayah mereka menjemput.
Jaeyun cemberut, ia duduk di kursi halte dengan mata yang menatap nanar layar ponselnya.
Notifikasi bahwa Jaeyun harus sesegera mungkin menyambungkan perangkat dengan pengisi daya semakin membuat Jaeyun kalang kabut.
Bagaimana caranya Jaeyun pulang!
Tak lama kemudian seseorang juga mengambil duduk di kursi halte tempat Jaeyun duduk. Pemuda itu mengambil jarak dengan Jaeyun sekitar tiga kursi.
Tak ada percakapan apapun yang terjadi. Jaeyun sibuk menatap ponsel cerdasnya dengan nanar sementara pemuda itu sibuk dengan buku tebal yang isinya entah apa.
Sekitar tiga puluh menit berlalu dan kini langit mendung telah memuntahkan muatannya. Awalnya hanya rintik kecil hingga kemudian berubah menjadi hujan deras yang menghantam permukaan tanah. Semerbak aroma petrichor menyapa indra penciuman Jaeyun.
Sedikit membuat Jaeyun santai dari kegiatan mari-berpikir-bagaimana-caranya-aku-pulang-ke-rumah. Namun beberapa menit berlalu dengan hujan yang semakin deras membuat suhu udara semakin dingin.
Malapetaka bagi Jaeyun.
"Permisi."
Jaeyun sontak menoleh, ia mendapati pemuda yang ia sangka dari fakultas kedokteran itu tengah menyodorkan hoodie padanya.
"Ahㅡ, kau juga membutuhkannya," tolak Jaeyun merasa sungkan, pakaian yang Jaeyun gunakan memang sedikit terbuka, toh Jaeyun tidak berpikir bahwa hari akan hujan mengingat ia sempat melihat perkiraan cuaca bahwa matahari akan sangat terik.
Pemuda itu terdiam sebentar dan mengehla nafas, "kau lebih membutuhkannya. Suhunya akan semakin dingin, hujan seperti ini tidak akan berakhir dalam satu jam," bujuknya.
Jaeyun menggigit bibirnya, ia benar-benar merasa sungkan.
"Aku belum menggunakannya, jadi kau bisa memakai itu."
Pemuda itu kembali menguntaikan kata, Jaeyun hingga dibuat panik. Maniknya membola sementara ia mengibaskan tangannya di depan dada dan berseru, "tidak seperti itu! Bukan karena berpikir kau telah menggunakannya! Sungguh, tapi kau juga pasti akan membutuhkan ini."
Tawa kecil pemuda itu mengudara, suara bariton rendah namun terdengar merdu hingga suara derasnya hujan tidak mampu menutupi tawa pemuda tersebut.
"Tidak usah panik, aku tidak tersinggung. Kau benar-benar boleh menggunakannya."
Merasa bahwa percakapan ini tidak akan membuahkan hasil, Jaeyun menyerah. Ia memilih mengambil hoodie hitam tersebut dan memakainya perlahan sembari menunduk sedikit, gestur bahwa ia sangat berterima kasih atas hoodie yang pemuda itu pinjamkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trap [SunSun]
FanfictionTentang Sunghoon yang sedang mengalami krisis identitas kala bertemu pandang dengan si atraktif bernetra amber. Warn(!) +Au +Genderswitch +Fanon