Bagian 15 Pernikahan

234 20 3
                                    


"MENIKAHLAH DENGANKU, SYLVANIA!!!"

Kata-kata yang terlontar dari mulut Ahmed membuat Sylvania terkejut dan gemetar, kedua tangannya reflek menutup mulutnya yang terbuka. Matanya mulai berkaca-kaca. Ahmed masih saja memandang Sylvania dengan tatapan yang penuh tekad. Tangannya terkepal di samping tubuhnya di saat Ahmed diam menunggu jawaban Sylvania.

Namun Sylvania tidak dapat berkata apa-apa. Hatinya terlalu berkecamuk ketika mendengar permintaan Ahmed. Akhirnya setelah beberapa detik atau bahkan beberapa menit dalam keterdiaman, tanpa berkata apa-apa, Sylvania hanya bisa mengangguk pelan dengan senyuman kecil dan air mata yang mengalir di pipinya, namun siapa saja pasti menyadari bahwa air mata itu adalah air mata kebahagiaan. Kedua tangannya sudah tidak menutupi mulutnya lagi.

"Jadi, kamu mau menikah denganku?" Tanya Ahmed seolah kurang yakin dengan jawaban Sylvania.

Sylvania kembali mengangguk sambil mengusap kedua air matanya yang masih mengalir dan mulai mengeluarkan suara sesenggukan.

"Tentu saja aku mau Ahmed, 'hiks' aku sudah menunggumu mengucapkan 'hiks' kata-kata itu selama ini!" Vania menjawab sambil masih mengusap air matanya.

Senyuman lebar pun terbit di bibir Ahmed setelah mendengar jawaban Sylvania. Namun wajahnya tiba–tiba menunjukkan sedikit keraguan.

"Kau yakin mau menikah denganku? Kau tahu, kita berbeda ras, kau elf, dan aku manusia biasa."

"Itu tidak ada hubungannya Ahmed, Islam tidak pernah membeda-bedakan ras dan bangsa, kau sendiri yang pernah mengatakannya bukan?"

"Tapi... bagaimana dengan perbedaan rentang waktu hidup kita? maksudku, kau tahu kan elf berumur panjang?"

Sylvania menunduk sejenak, kemudian kembali mengangkat kepalanya sambil menggeleng pelan.

"Hidup dan mati, semuanya di tangan Allah. lagi pula, berapa lama pun aku hidup atau sesingkat apa pun hidupmu, aku ingin menghabiskan waktuku sebanyak mungkin bersamamu, meskipun itu hanya sehari. Kau sendiri yang melamarku bukan? Kenapa kau tiba-tiba jadi ragu seperti ini?"

"Maaf, aku hanya tidak mau kau menyesal setelah menikahiku."

Sylvania kembali menggeleng, lalu menunjukan wajah yang penuh tekad sama seperti Ahmed sebelumnya.

"Aku tidak akan menyesal Ahmed, selama itu adalah kamu, aku tidak akan menyesal."

Ahmed akhirnya merasa tenang dengan jawaban Vania, wajahnya melunak. Senyumnya kembali merekah, dan akhirnya tanpa basa-basi, Ahmed tiba-tiba berlari sambil meraih lengan Sylvania, lebih tepatnya menarik bagian lengan jubahnya tanpa menyentuh tangannya. Sylvania yang tiba-tiba ditarik pun sempat terhentak sambil mengeluarkan suara "ehh?" dan akhirnya mau tidak mau mengikuti langkah Ahmed meninggalkan nampan dan mangkok kosong yang seharusnya dia bawa kembali ke kantin.

"Tu-tunggu Ahmed, kemana kau membawaku?" tanya Vania sambil berusaha menyesuaikan langkah kakinya dengan Ahmed. Mereka melewati kompleks pelabuhan menuju ke tengah kota dan sempat menjadi pusat perhatian bagi pasukan Ghazi yang berkerja dan berlalu lalang di sana.

"Lihat saja nanti, kau pasti akan menyukainya"

Mereka menerobos keramaian pasar, komplek perumahan penduduk, sampai akhirnya mereka berhenti di depan sebuah bangunan yang sedang dialih fungsikan dan masih dalam proses renovasi. Sylvania tertunduk sambil kedua tangannya memegangi lututnya dan nafasnya tersengal-sengal. Setelah selesai mengatur nafasnya, Sylvania kembali berdiri dan memandang bangunan yang ada di depannya.

"Ini...kenapa kita pergi ke masjid Ahmed?"

"Tentu saja untuk menikah."

Ucapan Ahmed membuat Vania kembali terkejut sampai mulutnya tanpa sadar terbuka dan matanya membelalak.

Dan Begitulah Penerus Dinasti Utsmaniyah Berjihad di Dunia LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang