Happy reading!
Jam telah menunjukkan waktu tengah malam. Di dapur kini terdapat pemuda berambut biru tengah asyik dengan mie kuah yang dibuatnya. Yeonjun, lelaki berambut biru itu orangnya. Bangun di tengah malam akibat cacing di perutnya yang dengan tiba-tiba meronta-ronta meminta asupan.
"Akhirnya kenyang juga gue",ucapnya.
Segera dirinya beranjak dari tempat duduknya menuju wastefel. Selesainya ia dengan urusan perutnya, kakinya melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Ketika ia baru menaiki satu anak tangga, terdengar suara yang membuatnya memusatkan perhatian pada suara itu.
Srak
Srak
Srak
Suara itu nampaknya berasal dari halaman belakang. Area dapur memiliki jendela yang dapat memperlihatkan taman halaman belakang.
Kaki Yeonjun melangkah menuju jendela. Hendak melihat hal apa yang ada disana. Tangannya sedikit menyingkap korden biru muda yang menutupi jendela. Matanya memincing. Yang seketika membuat kedua matanya terbelalak.
Disana nampak seseorang dengan pakaian serba hitam yang tengah melakukan suatu hal mengerikan. Orang itu....menusuk-nusuk perut salah satu kawannya, Choi Hyunsuk. Kaki Yeonjun seketika melemas. Namun dirinya harus segera menghentikan orang itu. Langkah larinya berderap di penjuru ruangan. Ketika ia hampir mendekati area halaman belakang, ia sedikit memperlambat langkahnya. Kebetulan ada sebuah balok kayu yang cukup besar di dekatnya. Langkahnya semakin diperlambat hingga ia berada tepat di belakang orang misterius itu. Balok kayu yang digenggamnya kuat di layangkan pada kepala seseorang itu. Seketika orang itu pingsan. Bodohnya, ia tidak membuka masker yang menutupi seluruh wajah orang yang dipukulnya tadi.
Yeonjun segera menggendong Hyunsuk yang hampir menutup matanya. Ia panik sungguh, ia tidak mau kehilangan lagi. Teman baginya adalah segalanya. Sebab ia dahulu tidak memiliki teman, mereka menjauh, entah sebab apa. Namun, ia kini menemukan 17 pemuda yang mau berteman dengannya, menerima segala kekurangan. Harusnya, ia bisa menjaga ke 17 temannya. Tapi ia merasa gagal. Beberapa telah pergi, bahkan selamanya dan mustahil untuk kembali. Teman yang tersisa kini harus ia jaga sebaik mungkin. Tapi ini apa? Apakah dirinya gagal lagi?
Kumohon, bertahanlah, jangan tutup matamu dulu,ucapnya dalam hati.
Air matanya menetes. Ia terisak pelan, namun masih terdengar Hyunsuk di gendongannya.
"Njun"
"Jangan berbicara", balas Yeonjun
" Lo ngga gagal. Kalo gue pergi, jaga mereka. Karena lo yang tertua nanti. Jangan sampai hancur ",ucap Hyunsuk melemah.
Jangan berbicara begitu bodoh!, kata Yeonjun dalam hatinya.
Ia tak memedulikan apa yang dikatakan Hyunsuk. Segera menginjak pedal gas setelah mendudukkan Hyunsuk di sampingnya. Ia tak mungkin menaruh Hyunsuk di jok belakang sebab dirinya tidak akan bisa memantau Hyunsuk dengan mudah. Tidak ada yang menemaninya mengantar Hyunsuk ke rumah sakit, sebab pikirnya akan memakan waktu jika harus membangunkan salah satu temannya terlebih dahulu.
Matanya melirik memantau keadaan Hyunsuk. Mata Hyunsuk sudah terpejam. Dia tak sadarkan diri. Yeonjun yang mengetahui hal itu, menambah kecepatan mobilnya, membising di tengah kesunyian kota malam. Beruntung hanya segelintir kendaraan yang berlalu lalang sehingga ia bisa mengendarai mobil secepat mungkin. Padahal, sebenarnya Yeonjun adalah pengemudi yang taat aturan. Tapi kali ini, cabut sebutan taat aturan itu darinya. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan temannya. Jangan sampai kehilangan itu terjadi lagi.
Sesampainya di rumah sakit, segera Yeonjun memanggil suster untuk segera menangani Hyunsuk. Ia hanya duduk diam di kursi depan ruang UGD dengan perasaan gelisah.
Jam sudah menununjukkan pukul 01.30. Ia ingat dirinya belum memberi kabar pada teman-temannya. Diambilnya ponsel berlogo apel itu. Sebelum ia memencet tombol telpon, disana terpampang nama Beomgyu yang menelponnya. Padahal ia berniat menenelpon tapi malah ditelpon. Ada apa?, pikirnya.
Segera ia angkat panggilan dari Beomgyu." Lo dimana?! Ini di rumah kacau! Kalo pergi pulang! Cepet!", ucap Beomgyu di sebrang sana. Padahal ia belum mengatakan apa-apa tapi malah mendapat semprotan yang memekakkan telinganya.
"Di rumah emang ada apa?", tanya Yeonjun.
"Do-doyoung dibunuh", ucap di sebrang sana dengan lemah.
Deg
A-apa?! Ya Tuhan...cobaan apa lagi yang engkau beri. Sontak Yeonjun terdiam tak membalas ucapan Beomgyu. Di sebrang sana telah mematikan panggilan. Yeonjun dengan tergesa menuju mobilnya. Ia memberi tahu kepada suster untuk memberinya kabar jika ada informasi mengenai kondisi Hyunsuk sebelum dirinya meninggalkan rumah sakit.
Segera ia tancap gas. Membelah jalanan yang ramai. Beberapa kali ia mendapati teriakan dari pengemudi lain untuk berhati-hati saat menyetir. Sebab Yeonjun yang hampir menabrak mereka. Rambu lalu lintas tidak ia pedulikan. Tanpa disadarinya, air matanya telah jatuh ribuan kali sedari tadi. Sudah ia katakan bukan? Dirinya tidak ingin kehilangan lagi. Seperti kedua orang tuanya dan beberapa temannya. Satu hal yang belum kalian ketahui bukan? Bahwa si pemuda berambut biru gelap yang penuh canda tawa itu ternyata serapuh itu. Memang kita diharuskan untuk mengikhlaskan, tapi butuh waktu cukup lama merelakannya.
****
Suasana malam menjelang fajar ini sangat mencekam. Di area dapur kini dipenuhi cairan merah menggenang. Mengecat lantai putih bersih menjadi merah. Bau anyir menusuk indra penciuman. Bahkan perut rasanya mual. Contohnya saat ini, Junkyu berdiam di kamar mandi, memuntahkan semua yang dimakannya hingga hanya keluar cairan bening kental dari mulutnya. Dia tidak kuat melihatnya, sungguh.
Yeonjun telah sampai. Ketika ia masuk kedalam rumah, bau anyir menyiksa hidungnya. Segera ia berlari ke dapur sebab keramaian disana. Ada polisi dan warga sekitar memenuhi ruang masak itu. Saat ia tlah sampai di dapur, matanya terbelalak sempurna, kakinya yang tak kuat berdiri terjatuh begitu saja. Menatap nanar mayat salah satu teman yang dianggap nya sebagai adik. Teman-temannya yang lebih muda darinya memang telah ia anggap sebagai adik. Sungguh, kondisinya mengenaskan. Jika yang lainnya merasa enggan mendekat sebab membuat perut mereka mual, justru Yeonjun mendekati Doyoung. Digenggamnya salah satu tangan Doyoung. Ia menatap wajah damai yang tlah dipenuhi darah. Ia menatap bagaimana kondisi Doyong. Tak kuat melihatnya. Ususnya keluar dari perut, salah satu matanya yang terlepas dari tempatnya, dan kepala yang hampir lepas dari lehernya.
Ia merasa gagal, lagi. Sesuatu yang berharga dalam hidupnya pergi. Tugasnya menjaga memang tak becus. Ia berpikir, apa semuanya akan meninggalkan dirinya di suatu hari nanti. Semoga tidak. Ia benci kehilangan. Benci menjadi seseorang yang sering gagal. Matanya kini tak mampu lagi mengeluarkan air mata. Mungkin sudah habis dikeluarkannya. Hanya tangis pilu tanpa air mata yang terdengar. Para polisi mencoba menjauhkannya dari mayat Doyoung, namun ia terus menggenggam salah satu tangannya. Terpaksa salah satu polisi mendorongnya hingga dirinya terjatuh. Karena Doyoung harus segera di tangani. Pandangan Yeonjun tiba-tiba menjadi buram dan kepalanya terasa berat. Beomgyu yang menyadari bahwa Yeonjun akan pingsan dengan cepat ia menopang tubuh Yeonjun agar kepalanya tak menghantam lantai keras. Satu lagi hal berharga yang hilang dari mereka. Kehilangan yang tentunya tak mudah di ikhlaskan.
leivy_a2
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLIDAY? ||TXT & TREASURE||
Mystery / Thriller[Revisi] 𝐖𝐄𝐋𝐂𝐎𝐌𝐄 𝑨𝒍𝒍 𝒐𝒇 𝒚𝒐𝒖 𝒘𝒊𝒍𝒍 𝒅𝒊𝒆 𝒐𝒏𝒆 𝒃𝒚 𝒐𝒏𝒆 𝒊𝒏 𝒎𝒚 𝒉𝒂𝒏𝒅𝒔 _ Ini book pertamaku jika ada kemiripan dengan cerita lain itu atas ketidaksengajaan ya, ini dari pemikiran sy sendiri. Selamat membaca~