Happy reading!
Jam kini menunjuk waktu pagi mengarah pada pukul 6 tepat.Dapur yang diberi garis polisi itu sudah dibersihkan hingga tak lagi tampak percikan darah yang menggenang di lantai. Suasana duka masih menyelimuti. Jenazah Doyoung sudah dimakamkan sejam yang lalu tanpa Yeonjun tentunya sebab ia tak sadarkan diri cukup lama.Yeonjun sudah sadar sejak 10 menit yang lalu. Dia tak sadarkan diri selama beberapa jam. Kini ia merasa di interogasi oleh teman-temannya.
"Kenapa lo pergi tengah malem? Kemana?", tanya Yoshi.
Yeonjun tetap diam seribu kata. Kepalanya menunduk. Ia sudah diserbu pertanyaan yang diulang sebab ia tak segera menjawab.
"Lo kemana ha? Sampe ga tau kejadian kayak gini! Tengah malem lagi. Lo termasuk tertua disini! Seharusnya lo bisa jaga kita! Ngga malah pergi ga jelas gitu!"
Yang dimarahinya mengepalkan tangan. Yeonjun pergi bukan tanpa alasan. Ia merasa benar-benar gagal menjaga mereka. Tapi bagaimana dengan mereka? Mereka tidak bisa menjaga teman mereka sendiri.
"Gue pergi bukan tanpa alasan", ucap Yeonjun.
"Terus gimana sama kalian? Kalian di rumah kan? Ngga denger suara Doyoung? Gue tanya sekarang, lo semua ngga tuli kan?! Kamar disini nggak kedap suara!", Yeonjun naik pitam sekarang. Ia marah. Mengapa hanya dirinya yang disalahkan? Padahal mereka semua juga salah. Bagaimana bisa tidak mendengar suara teriakan Doyoung?
Mereka yang mendengar amukan Yeonjun pun terdiam. Benar yang ditanyakan nya, mereka tidak mendengar apapun ketika mereka tidur semalam. Entah karena apa dan bagaimana itu bisa terjadi. Semuanya sulit di nalar.
Yeonjun dengan amarah yang masih melekat dalam dirinya itu segera beranjak pergi meninggalkan mereka semua. Ia baru ingat Hyunsuk di rumah sakit.
Tak memedulikan teriakan teman-temannya yang memanggil namanya, bertanya hendak pergi kemana dirinya.
Langkah kaki jenjangnya itu berjalan cepat. Segera ia pergi menuju rumah sakit. Pikirnya kenapa tak ada panggilan dari pihak rumah sakit? Ia ingat dirinya sudah memberitahukan kepada suster yang merawat Hyunsuk.
Sesampainya ia di rumah sakit, segera dirinya melesat pergi ke lantai tiga dimana Hyunsuk dirawat di sana.
Perasaannya tidak enak ketika ia telah sampai di ruang IGD. Tepat ketika ia sampai di depan pintu IGD, para suster dan dokter yang menangani Hyunsuk itu keluar dengan brankar yang diatasnya terdapat Hyunsuk yang berbaring lemah." Maaf, ini teman saya mau dibawa kemana?", tanya Yeonjun pada salah satu suster.
"Kami akan membawanya ke ruang ICU. Saya sudah menelpon anda tapi tidak aktif", jawab salah satu suster yang membuatnya reflek mengecek ponselnya. Ponselnya ternyata lowbat.
" K-kenapa dibawa ke ICU?", tanya Yeonjun dengan kegelisahan yang menyelimuti hatinya.
"Maaf, pasien koma dan harus segera di pindahkan ke ruang ICU", jawab Dokter di sampingnya yang langsung beranjak pergi bersama para suster yang memindahkan Hyunsuk ke ruang lain.
Bagaikan petir di siang bolong menyambar Yeonjun yang seketika itu langsung diam mematung. Perasaannya benar-benar gelisah,takut,kecewa,sedih bercampur menjadi satu seolah bersiap menghancurkan hati pemuda berambut biru itu. Yeonjun takut jika Hyunsuk menyusul Doyoung. Banyak yang pergi sejak teror mengerikan itu. Kematian terus bertambah. Kapan ini akan berakhir? Apakah jika mereka semua telah mati, maka ini semua berakhir? Waktu terus berjalan menyisakan duka yang bergantian.
Padahal kepergian masih menjadi hal tersulit yang di ikhlaskan. Bagai melepas burung cantik yang tlah dirawat sebaik mungkin oleh tuannya, yang kemudian burung itu memilih terbang meninggalkannya tanpa pamit. Seolah burung itu tak mau lagi merepotkan tuannya. Ketika kau sudah memulai dengan kata " Hai" maka tanpa kau ijini, semesta memaksamu untuk mengakhiri dengan kata "Bye".
Pertahanan Yeonjun pecah sekarang. Tumpuan kakinya tak lagi kuat. Ia terduduk di kursi tunggu rumah sakit dengan kepalanya menunduk. Sedikit air matanya keluar dan kian semakin deras. Tak terdengar suara isak tangis, hanya air mata yang mengalir deras membasahi pipi. Di detik berikutnya, ia rasakan tangan seseorang memegang pundaknya, dan mata yang sebelumnya terpejam itu ia buka. Nampak sepasang sepatu putih bergaris biru. Ia mendongak melihat pemilik sepatu itu. Cukup terkejut mengetahui bahwa salah satu temannya mengetahui keberadaannya.
"Ngapain disini?", tanya Yeonjun tanpa melihat lawan bicaranya.
"Kenapa nggak bilang?", bukannya menjawab pertanyaan Yeonjun, lelaki itu justru balas bertanya.
"Gue denger tentang Hyunsuk tadi", lanjutnya.
Yeonjun diam tak menjawab.
"Kita ke taman rumah sakit"
Tanpa mendengar persetujuan dari pemilik tangan, segera tangan Yeonjun ditarik untuk mengikuti langkah perginya. Yeonjun hanya diam mengikuti langkahnya.
Sesampainya mereka di taman, keduanya hanya duduk diam tanpa sepatah kata. Tak ada yang berniat membuka percakapan terlebih dahulu. Hingga sampai 10 menit berlalu akhirnya Yeonjun memilih membuka suara.
"Kai"
"Hm?"
"Gue gagal ya jaga kalian"
"Kak, lo ngomong apasih? Mending jelasin gimana bisa Hyunsuk disini"
Bukannya menjelaskan, Yeonjun kembali mengeluarkan air matanya. Segera ia hapus dengan kasar.
"Lo ngikutin gue? Kenapa?", tanya Yeonjun.
"Iya gue ngikutin lo. Gue ngerti kalo lo ngga bohong dan gue yakin ada yang lo sembunyiin dari kita", jawab Hueningkai.
"Kenapa seyakin itu?"
"Hhh...lo lupa? Gue suka ilmu psikologi dan gue sempet belajar tentang memahami arti ekspresi", Yeonjun sedikit mengernyit mendengarnya, ia baru ingat itu.
"Sekarang jelasin gimana bisa Hyunsuk kayak gini"
Sebelum memulai, Yeonjun menarik napas lalu menghembuskannya dengan perlahan.
"Kemarin tengah malem, gue laper, bikin mie, pas gue udah mau tidur lagi, gue dengar suara aneh di halaman belakang, karena penasaran, gue intip dari jendela dapur yang mengarah ke halaman belakang. Disitu gue lihat ada orang pakek baju serba hitam lagi ngelakuin hal yang ngga gue duga bakal liat itu.""Dia nusuk seseorang. Orang itu Hyunsuk. Gue pukul kepala orang yang nusuk Hyunsuk itu pakek balok kayu. Dan yah...langsung gue bawa kesini. Sorry, gue ngga sempet ngabarin kalian malem itu.", jelas Yeonjun.
Hueningkai sempat membelalakkan matanya saat mendengar penjelasan Yeonjun. Ia sempat mengatai temannya dalam hati yang sudah berpikiran negatif tentang Yeonjun pagi tadi. Ternyata tak sia-sia ia datang ke rumah sakit yang sangat ia hindari sebab banyaknya mahluk tak kasat mata melihatnya.
Hueningkai mengajak Yeonjun untuk pulang menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Sebelum itu, Yeonjun dan Hueningkai sarapan terlebih dahulu di kantin rumah sakit.
Sesampainya mereka di rumah itu. Yeonjun menjelaskan kepada teman-temannya. Awalnya mereka tidak percaya, tapi Hueningkai meyakinkan mereka bahwa yang dikatakan Yeonjun benar adanya.
Yoshi yang mendengar penjelasan Yeonjun memilih pergi meninggalkan mereka semua. Selang beberapa menit Yoshi kembali dengan tergesa-gesa. Napasnya sedikit terengah. Ia memperlihatkan kertas dengan tulisan bertinta merah.
You ready to die?
"Sore nanti kita balik!!"
leivy_a2
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLIDAY? ||TXT & TREASURE||
Mystery / Thriller[Revisi] 𝐖𝐄𝐋𝐂𝐎𝐌𝐄 𝑨𝒍𝒍 𝒐𝒇 𝒚𝒐𝒖 𝒘𝒊𝒍𝒍 𝒅𝒊𝒆 𝒐𝒏𝒆 𝒃𝒚 𝒐𝒏𝒆 𝒊𝒏 𝒎𝒚 𝒉𝒂𝒏𝒅𝒔 _ Ini book pertamaku jika ada kemiripan dengan cerita lain itu atas ketidaksengajaan ya, ini dari pemikiran sy sendiri. Selamat membaca~